Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

MADILOG : MATERIALISME, DIALEKTIKA DAN LOGIKA (PART_3)












MATERIALISME, DIALEKTIKA DAN LOGIKA






(TAN MALAKA)






BAB IV SCIENCE (LANJUTAN)






Sekarang kita menoleh kembali kepada definisi yang kita berikan pada science. Sampai kini definisi itu kita laksanakan pada cabang science Matematika, tegasnya Geometri. Disana sudah kita saksikan bagaimana science itu sebagai: cara berpikir yang jitu dengan menyusun dan mengumumkan bukti berlaku. Disini kita mau uraikan bagaimana dasar science itu menyesuaikan dirinya pada science, yang mempunyai berlainan bukti dari pada Matematika, terutama pada Ilmu Alam, Physical Science.



Masih kita ingat, bahwa Matematika maksudnya ialah menyusun dan mengumumkan buktinya pada suatu teori, menguji betulnya teori ini dengan cara memasang, mengungkai dan menyesatkan. Dalam pokok besarnya maksud dan cara Ilmu Alam dan kawannya, sama juga dengan matematika. Tetapi buktinya matematika ialah barang yang lebih kurang abstract, seperti titik, baris dan sudut. Sedangkan Ilmu Bukti yang lain melayani benda seperti Bintang, Bumi, Matahari, Udara, Tumbuhan, Hewan, Logam, Garam, Zat, kuman dsb. Ilmu masyarakat seperti Sejarah, Ekonomi, Politik, dll, sama juga maksudnya dengan Matematika. Tetapi pada Ilmu Alam & Co, teori itu ada berupa LAW, ialah undang yang diperoleh dengan cara induction, yang dilaksanakan dengan Deduction dan selanjutnya dipastikan dengan cara verifikation.




Tentulah akan terlampau panjang kalau kita mesti periksa bagaimana science melaksanakan caranya bekerja pada semua cabangnya seperti tersebut diatas. Tetapi dalam pokok besarnya coraknya Ilmu Bintang, Kodrat, Fisika dan




Kimia bekerja tiada berapa bedanya. Sedangkan pada Ilmu yang mengandung sejarah seperti Biology dan Ilmu Masyarakat, ya terutama masyarakat terbukti keperluan memakai Dialektika. Kita kembali kepada Ilmu Alam & Co, yakni pusat penyelidikan kita pada bagian ini.




1. Bukti.




2. Law, Undang.




3. Cara, Induction, Deduction, Verification.




Pasal 1. BUKTI




Pacts, bukti, inilah lantainya science, terutama Ilmu Alam (Bintang, Kodrat dan Kimia). Atas lantai bukti inilah satu Scientist, yakni Ahli Bukti mendirikan "degung undang-nya" Law. Undang ini jatuh atau berdiri dan dengan lemah atau tegasnya segala bukti atau beberapa bukti yang dipakai. Sebab itu satu Scientist, awas sekali memeriksa dan memilih buktinya. Bagaimanakah mendapatkan bukti yang pasti? Inilah yang pertama sekali terbit dalam fikiran seseorang scientist sebelum ia menyusun dan mengumumkan buktinya sampai jadi satu undang, walaupun caranya menyusun bukti itu sudah sempurna, tetapi kalau buktinya lemah atau salah, maka gagallah akibat, yakni undang yang dia peroleh.




Dua jalan yang terutama buat memperoleh bukti yang sah, pertama dengan jalan observation, memperamati. Kedua dengan jalan experimentation, peralaman.




Apakah perbedaan yang nyata pada dua cara mendapatkan bukti ini? Entah dongeng entah sejarah, tetapi saya harap satu sejarah, bahwa ada seorang kakek kita dari Jawa pada masa dahulu, yang karena ia begitu ingin hendak mengetahui sifatnya matahari, maka ia tantang Sang Matahari itu dengan mata telanjang saja berjam-jam lamanya.




Saya tiada dapat tahu apakah hasilnya pekerjaannya, terutama terhadap dirinya sendiri. Tetapi inilah contoh yang tepat buat menggambarkan semangat seorang Scientist, ialah "ingin tahu". Inilah pula contoh yang tulen dari satu experiment disertai oleh keberanian disebabkan ingin tahu. Kalau semangat ingin tahu yang disertai oleh keberanian itu, dibantu pula oleh pengetahuan yang dalam dan perkakas yang cukup, maka dari bibit Indonesia tadi bisa tumbuh seorang professor Piccard, si pengerbang ke Strastosphere buat mengetahuinya.




Biasanya si-ingin tahu masa dahulu berlaku sebaliknya dari orang Indonesia tadi. Aristoteles, ahli Yunani, dalam segala-gala Ptolemeus, Ahli Bumi dan Bintang Yunani ternama, Democritus dan Heraclitus, Ahli Bintang, Alam dan Dialektika, tiada sampai mempelajari sesuatu bukti itu dengan membahayakan anggota atau dirinya, melainkan menjauhi saja benda itu, memperamati saja benda itu atau bukti yang mau diperiksa itu. Mereka pilih cara observation, peramatan. Kalau mereka mau mempelajari bintang, maka malam hari mereka keluar, peramati banyak golongan, letaknya dan besarnya bintang. Kalau mereka mau mempelajari hewan atau tumbuhan, maka mereka dekati saja dan peramati saja tumbuhan dan hewan tadi.




Newton tiada lain memperamati saja Bintang atau kodrat yang ia mau ketahui, tetapi, tiada pula meniru perbuatan kakek kita tadi. Cukuplah buat dia, kalau sinar matahari yang putih menyilaukan mata itu dimasukkan pada lobang kecil ke dalam bilik dan dengan prisma dia pisahkan pula sinar matahari yang sudah dikecilkan tadi atas 7 warna yang kita pelajari di sekolah. Buah apel kecil yang jatuh pada hidupnya, sudah cukup menyebabkan sakit dan peringatan, supaya jangan lagi dibiarkan sesuatu barang dari tempat yang tinggi meskipun kecil jatuh pada hidungnya. Dengan inclined plane, satu papan yang dimiringkan pada letaknya, bersiku +30 derajat dengan lantai, digulingkannya bola kecil pada papan miring tadi. Dengan begitu cepatnya benda tadi jatuh, dikurangi dan bisa diperiksa. Sedangkan kalau benda itu jatuh tegak ke bawah, cepat jatuhnya terlalu besar dan tak bisa dipelajari.




Disinilah letaknya watak experiment. Pertama keadaan iklimnya atau kelilingnya barang atau kodrat yang mau dipelajari itu ditukar. Sinar yang mau dipelajari itu tiada lagi diperiksa pada tempat asalnya, yakni di langit dan lekat pada matahari, melainkan dalam bilik kecil dan gelap. Sinar yang kuat yang bisa membutakan mata kita itu, tiada lagi dibiarkan seluruhnya mengenai panca indera, mata kita, melainkan sebagian kecil yang sudah dikendalikan dengan lobang kecil. Selainnya dari pada itu, sifat yang lain dari sinar tadi umpamanya cepat berjalan, zatnya, dll. Tiada kita perdulikan pada masa itu. Kalau hendak memeriksa cepatnya sesuatu benda jatuh, yakni memeriksa kuatnya bumi menarik benda, maka tiada kita suruh, seekor beruk memetik kelapa dan kita taruh kepala kita persis di bawah kelapa jatuh itu, melainkan kita pakai papan miringnya Newton dalam bilik dan kita gulingkan bola kecil di atasnya, dan




kita kurangi lagi cepatnya. Apa warnanya, gunanya, zatnya, dll. Dari bola itu pada waktu ini tiada masuk pemeriksaan kita.




Jadi kalau kita melakukan experiment, kita biasanya lebih dahulu membikin model. Iklim benda yang mau kita periksa itu ditukar, kodratnya dikurangkan dan segala sifat yang tiada berkenaan dengan pemeriksaan, kita jauhkan sama sekali. Model sekarang sudah di kamar atau di kebun kita, kekuatannya tiada membahayakan lagi, sifat yang mau kita periksa itu sudah dikhususkan, diistimewakan, dengan mata, telinga dan perkakas kita boleh perhatikan dan kita tuliskan apa yang kita saksikan, berulang-ulang sampai jelas.




Ahli listrik tak perlu lagi menaikkan layangan pada waktu petir dan bahaya atas dirinya seperti Benjamin Franklin. Satu battery kecil atau dinamo kecil sudah cukup buat menguji pendapatan kita tentang listerik, menguji hypothesis, persangkaan kita tentang listerik.




Pengiraan yang tidak-tidak tentang tumbuhan, hewan atau manusia, sekarang boleh disingkirkan dengan menanam tumbuhan, memelihara hewan atau membelai mayat yang kita mau periksa. Tumbuhan boleh dicangkokkan, binatang boleh dicampurkan, diberi vitamin a atau b, dsb. Ditilik serta dituliskan hasil experimen, pengalaman kita. Kuman dibesarkan beribu kali oleh microskoop dan bintang didekatkan beribu kali oleh telescoop!




Socrates Zaman sekarang, tak perlu lagi berkata pada dirinya sendiri "ketahuilah dirimu (jiwamu sendiri)", lantas bermenung berhari, berbulan dan bertahun-tahun. Ahli jiwa mengambil otak manusia, monyet atau binatang lain, memisahkan dalam laboratorium. Memeriksa zatnya dengan mata dan microskoop. Mempelajari laku, tabiat sifat anak- anak, anak hewan, dsb. Dan menuliskan apa yang dilihat.




Sekarang adalah zaman experimenteel Science, zaman Ilmu Bukti. Bukti itu diperalamkan, betul-betul terbukti, tak sangsi buktinya pada tempat dan tempo manapun juga. Zaman ini masih baru. Sungguhpun begitu ahli experiment tentang zat, tumbuhan, hewan, otak dll. Sudah mengumpulkan begitu banyak bukti sehingga bukti itu belum lagi semuanya tersusun dengan sepatutnya, buat dijadikan undang.




Mencari bukti dengan experiment, tentulah tiada sama sekali baru. Yang baru cuma terutamanya, teristimewanya dalam semua Ilmu Bukti. Dahulu experiment itu tiada begitu diutamakan, tiada dijadikan dasarnya sesuatu pemeriksaan. Dahulu kalapun experiment itu sudah dijalankan.




Seorang Yunani bernama Heron, sudah memperlihatkan kekuatan uap dengan perkakas seperti cerek ketel, yang berputar ke belakang, sedangkan uap air panas mengembus kemuka. Jadi dia inilah sebetulnya bibit Stephenson, pendapat mesin locomotive (100 tahun dahulu!) yang dipakai sekarang sesudah diperbaiki beberapa kali.




Lebih-lebih ahli kimia bangsa Arab, tiada putus-putusnya menjalankan experiment buat menukar logam jadi emas dan mendapatkan obat buat hidup kekal. Bukti yang mereka dapat dan tuliskan adalah menjadi dasar Lavoisier buat mendapatkan undang Ilmu Pisah pada permulaan abad yang lalu.




Akhirnya walaupun sekarang peralaman, experimentlah, yang menaiki tahta Ilmu Bukti, tetapi ini tiada berarti, bahwa peramatan, observation sekarang sama sekali mati dan dahulu tiada diketahui atau tiada berhasil sama sekali. Dalam Ilmu sejarah umpamanya, kita tiada bisa menjalankan experiment seperti pada Ilmu Alam dan Kimia. Kita mesti menunggu bertahun-tahun bagaimana akibatnya sesuatu undang masyarakat. Kita sudah perlihatkan, berapa hasil yang didapatkan oleh Demokritus dalam hal Ilmu Alam sebagai buah pikiran berdasarkan Dialektika. Raksasa fikiran, seperti gelar yang diberikan oleh Marx pada Aristoteles, betul-betul raksasa dalam hal berpikir yang tiada atau sedikit sekali beralasan experiment. Tetapi sekarang dan pada hari depan sudahlah pasti, bahwa experimentlah yang akan terus menduduki tahta dalam daerah mencari bukti yang sah. Bukti dalam Ilmu Alam, berdasarkan benda, Matter. Apakah benda itu?




Benda, matter, kata Science, yaitu yang mengenai panca indera kita. Yang pasti panca indera kita ada lima, mata buat melihat, telinga buat mendengar, lidah buat mengecap, hidung buat pencium dan kulit perasa.




Menurut kaum mystikus ada lagi pancaindera yang ke 6, bernama intuition, perasaan gaib. Tetapi pada anggota mana dia berurat dan di bagian badan mana letaknya, tak pernah mereka terangkan. Juga akibat anggota ke-6 itu tiadalah pada semua orang dan sembarang tempoh boleh dipastikan. Pendeknya anggota ke-6 itu ada di luar pemeriksaan science dan common sense, pikiran biasa. Kita kembali kepada anggota yang lima tadi, maka menurut Ilmu Jiwa, Psychology, mata, telinga, hidung, lidah dan kulit kita menerima kesan impression, dari luar badan kita. Kesan dibawa oleh sensory nerve, saraf pancaindera, terus ke otak, seperti tali kawat membawa kabar dari pengetok kepada pendengar. Otak menggambarkan kesan yang diterima itu. Yang datang dari mata berupa besar atau kecil, hitam atau putih, tinggi atau rendah, aman atau berbahaya, dsb. Yang datang dari telinga berupa nyaring atau lembek. Yang dari lidah manis atau pahit, sedap atau ringan, halus atau kasar. Sesudah otak mendapat gambaran, maka ia beri perintah pada anggota yang berkenan. Kalau mata umpamanya melihat macan, maka otak dengan jalan motor-nerve, syaraf penunda, memerintahkan diri melepaskan pesawat senapan atau memerintahkan kaki membuat langkah seribu. Begitulah seluk-beluknya, kena-mengenanya, hati dan benda di luar kita dengan perantaraan pancaindera yang lima.




Benda, kata ahli bukti, Scientist, seterusnya bisa melayani 3 keadaan. 1. Solid, ialah padat. 2. liquid, cair. 3. gasceus, uap. Kebanyakan benda bisa memasuki 3 keadaan itu. Air umpamanya boleh padat beku, cair dan menguap. Benda seterusnya menduduki ruang alam, mempunyai berat dan kodrat buat menggerakannya.




Ilmu Alam, yaitu adalah penyusunan dengan mengumumkan beberapa sifat serta seluk-beluk Benda dan Kodratnya. Ilmu Alam mempelajari segala sifat dan seluk-beluknya Benda dan Kodratnya dalam keadaan tersebut di atas. Beratnya barang dengan kilogram, hectogram, sampai miligram.




Panjangnya barang dan kembangnya benda kalau dipanaskan, cepatnya benda jatuh atau menjalankan bunyinya diukur dengan kilometer sampai milimeter. Lamanya suatu barang menjalankan kerjanya diukur dengan tahun, bulan sampai dengan jam, menit dan detik.




Ukur mengukur inilah yang menjadi kawannya satu experiment. Ukuran itu mesti pasti. Panjang itu mesti tetap, tiada dipermainkan tempat atau tempoh. Tetapi sejengkal umpamanya buat orang Indonesia, tiada sama dengan sejengkal orang Shantung dan lebih kurang lagi dari sejengkalnya orang Benggali. Ukuran jengkal semacam itu tak berguna buat Ilmu Bukti.




Meter mesti pasti, yakni mendekati kepastian yang sempurna. Meter mulanya 1/10.000.000 dari antara khatulistiwa ke Kutub Utara, jadi ¼ bundaran bumi. Satu tongkat dari platinum sepanjang meter itu, yang punya panas sama dengan air es menjadi cair (smelting) disimpan di Paris. Inilah yang jadi ukuran buat seluruh dunia, semua tempat dan tempoh, buat si pendek Indonesia, orang Shantung atau Hindustan pada segenap tempoh. Itulah yang tetap dan tepat kata Science, ilmu bukti.




Kita sekarang tahu, bahwa menurut pengukuran baru, bahwa antara khatulistiwa dan Kutub Utara itu, ada sedikit berbeda dengan hasil pengukuran lama. Tetapi perbedaan itu ada sedikit sekali, atau kesalahan kita ada sedikit sekali. Jadi meter kita di Paris itu tak pula berapa salahnya dari 1/10.000.000 dari ¼ bundaran bumi.




Kita tahu, bahwa perkakas penimbang yang kita pakai itu makin tua makin tak betul kerjanya. Tetapi kesalahan ada sedikit. Dan sekarang ada pula Ilmu buat membetulkan kesalahan yang sudah dikecilkan itu. Penghitung panas, thermometer, juga bisa membuat kesalahan. Begitu juga barometer pengukur tekanan (presure) udara.




Yang semata-mata persis, jitu tentulah tak bisa kita peroleh di dunia ini. Tetapi dengan Science yang berkewajiban membetulkan kesalahan yang kecil yang biasanya tak kelihatan oleh mata itu, kesalahan kecil tadi bisa dikecilkan pula.




Dengan 5 pancaindera kita, yang dibantu oleh perkakas penglihatan seperti telescoop dan microscoop, pengukur panas seperti thermometer, pengukur tekanan seperti barometer, maka bukti yang kita peroleh tentang benda yang dihitung beratnya dengan pertolongan Kg ……… mG, cepatnya dengan Km ……..mM, bolehlah kita katakan pasti. Kalau ada salah tiadalah akan berapa salahnya dan boleh dikecilkan pula salahnya itu oleh matematika. Tiadalah kita main agak- agak, terka menerka dan nujum menujum.




Pasal 2 LAW, UNDANG




Ambillah sembarang buku tentang Science yang dipakai di sekolah menengah, carilah defisininya Law. Satu definisi pada "Elementary Chemistry" oleh Littler berbunyi Law ialah "general statement that sums up a number of isolated facts". Undang yaitu satu pengumuman yang menyusun beberapa bukti yang terpencar-pencar. Beginilah kiranya definisi Law itu dan beginilah kira-kira bahasa Indonesianya. Lain buku lain pula kata-katanya dan lain pula susunannya. Tetapi maksudnya sama, ialah seperti maksud Science yang saya tuliskan lebih dahulu di atas, ialah penyusunan dengan pengumuman beberapa bukti.




Kita masih ingat, bahwa Dalton menghadapi beberapa bukti terpencil. Wujudnya hendak memadukan oxygen dengan hydrogen jadi air. Dia menghadapi perbedaan dan persamaan. Jalan percampuran itu ada berbeda-beda. Ada dengan jalan membakar hydrogen, ada dengan jalan memberi lalu hydrogen dekat tembaga-oxigen. Ada di dapat pada air hujan. Tetapi bagaimana juga perbedaan jalan mendapatkan itu, dia menghadapi satu persamaan atau keumuman. Keumuman ini mengatakan, bahwa oxigen dan hydrogen berpadu menjadi air dengan perbandingan 11,1 % dan 88,9




%. Dia coba memadukan barang lain dengan bermacam-macam jalan. Tetapi dalam hal inipun perpaduan berlaku atas bandingan yang tentu, seperti pada air tadi. Segala bukti terpencar itu disusun dalam satu Undang bernama "Undang dari perpaduan yang tetap bandingan". Menurut undang ini, maka dengan jalan apapun juga satu zat berpadu dengan zat yang lain, menjadi benda baru, dia mesti berpadu dengan perbandingan yang tetap. Kalau kita sudah punya daftar dari perpaduan bermacam-macam zat, maka dengan jalan timbang menimbang kita bisa bikin satu perpaduan (garam dll).




Setelah Newton mengadakan peramatan dan experiment peralaman tentang kodrat, maka ia simpulkan tiga Undang tentang gerakan "Laws of Motion“, undang Gerakan. Tiga undang ini diakui syahnya oleh para ahli bintang di seluruh dunia, dipelajari di sekolah menengah dan dipakai oleh yang bersangkutan dari hari kehari.




Undang pertama berbunyi : Tiap-tiap benda tetap berhenti atau tetap bergerak pada garis lurus, kecuali kalau benda itu dipaksa oleh kodrat lain, menukar keadaan itu.




Kelihatan jinak sekali undang ini, tetapi undang inilah yang menguasai seluruh alam kita ini. Semua yang berhenti




mesti tetap berhenti. Kalau ia bergerak mesti ada sebab, mesti ada kodrat yang nyata, yang boleh diperiksa dan dihitung yang menggerakkannya. Sesuatu benda yang bergerak pada satu lapang itu, mesti terus bergerak, bergerak pada garis lurus di lapang itu. Kalau cepatnya atau arahnya bertukar, atau keduanya maka mesti ada sebab yang menukar cepat atau arah atau keduanya. Pendeknya tak ada akibat kalau tak ada sebab.




Papan atau besi itu mengembang karena (kodrat) panas, susut karena dingin. Tak ada dalam Alam ini yang bisa membantah hal ini. Kalau mengembang atau menyusutnya terhalang, maka mesti ada kodrat lain yang menghalangi. Semua barang di atas bumi ditarik ke bawah oleh bumi. Tak ada benda di alam bisa membantah, kalau benda itu tak jatuh ke bumi, seperti kapal udara, mesti ada kodrat lain yang membantah. Kita tahu kodrat yang lain itu, tiada saja tahu, kita bisa adakan kodrat lain yang menyebabkan kapal udara yang berat itu melambung, membantah kodrat bumi yang menarik kapal udara itu ke tanah.




Jadi apa juga benda dalam alam ini, kayu, batu, besi, tumbuhan, hewan, bumi, dsb. Kalau satu kali berhenti ia berhenti terus. Kalau dia bergerak mesti ada sebab yang menggerakkan. Kayu bergerak karena diangkat kodrat manusia atau lain sebab. Batu bergerak karena jatuh yaitu ditarik bumi. Besi bergerak karena umpamanya ditarik besi berani. Tumbuhan naik ke atas karena kodrat tumbuh. Hewan bergerak karena kodrat hewan atau ditarik manusia dsb. Berbagai-bagai benda yang sedang berhenti diambil sebagai contoh. Bermacam-macam kodrat yang boleh diambil jadi contoh. Tetapi walaupun bendanya berbagai-bagai dan kodratnya bermacam-macam, kita menghadapi satu persamaan, keumuman, satu undang, ialah: "Kalau benda bergerak, atau menukar arahnya bergerak, maka mesti ada sebab yang menggerakkan atau menukar arah geraknya." Semua benda dan semua kodrat dialam ini sudah tersusun (diorganisir). Pada satu penyusunan dan pengumuman, pada satu undang. Tak ada benda di alam ini, di atas bumi dan langit, tumbuhan, hewan logam, bumi dan bintang yang tiada takluk pada undang ini.




Disinipun kita pastikan, bahwa benda dan kodrat itu bisa dipancirkan. Walaupun undang ini bernama Laws of Motion, undang gerakan, tetapi gerakan dan kodrat itu berbedaan pada Benda. Tak ada simpulan science, undang science, yang berhubungan dengan kodrat, yang mengandung kodrat saja atau benda semata-mata. Kita ingat pada A = B. A diterjemahkan diartikan dengan B, dan B diartikan dengan A. begitu juga mestinya benda diartikan dengan kodrat dan kodrat dengan benda.




Putik apel yang kecil itu tetap pada ranting, sebab tampuk cukup kuat buat menahan apel itu jatuh disebabkan tarikan bumi. Jadi kekuatan tampuk bisa membantah kodrat bumi menarik. Tetapi karena tampuk busuk, maka kodratnya hilang. Sekarang kodrat bumi menang dan putik apel jatuh, kebetulan di atas hidung Newton. Apel yang begitu kecil bisa membikin berasa sakit. Hal ini menyebabkan Newton takjub berpikir, mengadakan experiment, dan menyimpulkan.




Undang kedua : Undang yang kedua mengandung banyak technical terms, perkataan yang terkhusus artinya buat ahli mekanika.




Kita tiada bisa tuliskan saja undang itu disini dengan tiada memakai keterangan yang panjang sekali, keterangan mana tiada berkenaan dengan maksud bagian buku ini. Undang itu berguna sekali buat hitung menghitung benda yang bergerak, benda yang jatuh umpamanya. Buat seorang opsir umpamanya, formule yang mengandung kesimpulan undang itu, adalah seperti cangkul buat pak tani. Kalau opsir artileri tak ber-fomule itu, maka ia tak bisa menghitung berapa tinggi dan jauhnya peluru bisa melayang. Menaksir, bisa atau tidaknya ia mengenai tujuannya. Bomnya satu bomber akan percuma jatuh, kalau tiada mengakui dan menjalankan undang kedua ini. Pendeknya undang ini tersimpul pada perhitungan yang mesti, yang bernama formule.




Maknanya undang kedua ini tiada lain, melainkan barang yang jatuh itu bertambah cepat jatuhnya dari second ke second. Pada sekonde (detik) yang kedua jatuhnya lebih cepat dari yang pertama, yang ketiga lebih cepat dari yang kedua dsb. Formule yang sulit yang dikandung oleh undang kedua ini menggambarkan dengan huruf, berapa naiknya tambah kecepatan itu tiap-tiap sekonde. Makin lama barang jauh, makin cepat jatuhnya.




Sehingga barang kecilpun kalau jatuh dari tempat yang tinggi, maka barang itu keras tekannya pada benda yang menerima, seperti putik apel atas puncak hidung Newton.




Dalam formule yang sudah pasti inipun, diadakan penyusunan dari benda apapun juga yang jatuh. Berupa apapun juga benda itu, berbentuk apapun, juga ia mesti takluk pada undang kedua ini. Tak ada benda yang jatuh yang bisa membatalkan undang yang tersimpul pada formule undang ini.




Disinipun terang seperti matahari, bahwa pada semua perhitungan yang dilakukan menurut formulenya undang, tak bisa disingkiri perpaduan benda dan kodrat.




Undang ketiga : Tiap-tiap aksi menimbulkan reaksi yang sama.




Berat badan kita menekan tanah dan tanah melambungkan kita ke atas dengan kodrat seberat badan kita pula. Kalau satu magnet (besi berani) menarik sepotong paku, maka paku itu menarik besi berani dengan kodrat yang sama pada arah bertentangan. Kalau satu benda tergantung pada palang dengan tali, maka tali tadi menarik benda ke atas dengan kekuatan beratnya benda menarik palang ke bawah.




Kita ikat satu batu pada sepotong tali dan kita putar batu itu berkeliling kita. Kekuatan batu menarik kita dengan tali tadi, sama dengan kekuatan kita menarik batu. Matahari menarik bumi dengan kodrat yang tentu pada arah ke Matahari, dan sebaliknya bumi menarik matahari dengan kekuatan yang sama pada bertentangan, ialah arah dari matahari.




Lagi satu contoh. B menarik A dengan kekuatan lebih dari A, kita andaikan kelebihan itu 20 x. Tentu A mesti jalan ke B, tetapi kalau ada C menolong A dengan kekuatan 20 x menarik ke arah bertentangan dengan B, tentu A berhenti. Tak maju mundur. Begitu juga bintang, tetap pada tempatnya sebagai result (hasil) tarik menarik. Bintang sama bintang. Tiap-tiap aksi menimbulkan reaksi yang sama. Satu penyusun pula dari sekalian benda dalam alam ini yang mengadakan aksi. Balasnya ialah reaksi yang sama dari benda yang lain pada arah bertentangan. Sekali lagi kita bertemu benda dan kodrat , dalam perjuangan dimana aksi dan reaksi tadi tak berpisah.




Sudahlah tentu di bagian Asia, dimana Kodrat dipisahkan dari Benda, dimana Rohani dipisahkan dari Jasmani, ya dimana Jasmani itu dianggap satu sengsara, satu bui satu kungkungan yang mesti dibatalkan, dibunuh supaya terjadi REINKARNASI, penjelmaan. Kelahiran yang akan datang tak lagi ke atas dunia sengsara terkutuk ini, melainkan terus ke Nirwana, padu dengan Rohani-Alam, Pati, dan sudahlah tentu di Hindustan, yakni Hindustannya Mahabrata Ramayana, Budhisme, dll. Tak akan lahir satu Newton. Saya mengaku penuh, bahwa Idealisme Hindustan bisa menerbitkan cara berpikir yang boleh dipakai., saya tahu, bahwa Matematika juga sedikit maju di Hindustan, walaupun saya tak bisa memeriksa berapa; adakah pengaruhnya Yunani dibawa Iskandar. Saya tahu artinya pengaruh filsafat Hindustan pada filosofi Barat seperti Schopenhauer dan Hegel. Tetapi hasil semacam itu didapat sebagai by product, hasil tersambil, bukan seperti hasil langsung, hasil langsung dari pemeriksaan yang berdasarkan Benda dan Kodrat keduanya. Diluar Matematika yang kurang lebih abstract itu, yakni pada Ilmu Bukti sejati boleh dikatakan tak ada penyusun atau undang science, yang diperoleh Hindustan Kuno itu.




Saya ada sedikit rapat dengan negara, bangsa, dan sejarah Tiongkok. Saya pikir, dari penjuru manapun ahli kuno Tiongkok memandang alam lebih dekat pada science dari pada ahli kuno Hindustan. Walaupun Budhisme, menjalarnya dari Hindustan ke Tiongkok, tetapi penguraian yang pasti tentang Budhisme dan madzabnya saya peroleh pada tulisan Budhist Tionghoa seperti Cuang Cu, I Cing dan Fah Hin. Pada tempat asalnya sendiri di Hindustan barang yang terang itu menjadi gelap, manusia jadi Dewa, ya, lebih dari Dewa, apa yang di bawah terpelanting ke atas yang di atas tercampak ke bawah. Logika Mystika berimaharajalela walaupun yang arif bijaksana bisa memperoleh cara berpikir yang berarti, dalam peninjauan orang Hindustan yang memandang benda itu sebagai kutuk. Filsafat Hindu kuno juga mengenal materialisme, tetapi resminya ialah idealisme.




Ahli Tionghoa, kakinya tetap di tanah, di atas bukti. Ahli fikir yang mencoba membalikkan kepala Tionghoa terletak di kaki itu seperti Lao Cu juga tak berapa pengaruhnya. Ahli Tionghoa tetap berdiri di atas fact, bukti, baik dalam filsafat, Ilmu Bintang ataupun obat-obatan. Kalau ada kekurangan ahli Tionghoa, maka bukan terletak pada penjuru pemandangan yang mesti buntu yang tak bisa mengadakan Ilmu Bukti, yakni pada penjuru Mystika, melainkan karena Ahli Tionghoa tak lebih maju dari pengetahuan tentang bukti, segala bukti yang diperolehnya tetap terpancir-pancir.




Berkali-kali saya saksikan jitunya penaksiran Alamak Tionghoa tentang keadaan hari hujan, panas, dingin atau topan dsb., keadaan musin, heran bin ajaib, malah kadang-kadang lebih jitu dari alamanak model Barat. Saya tahu, bahwa pendeta Katholik pada abad ke-17 banyak mengajarkan Ilmu Bintang pada Tionghoa. Juga kedatangan Marco-Polo pada abad ke-14 banyak memberi bahagia pada Tiongkok. Tetapi perhitungan Alamanak Tionghoa kuno itu, boleh jadi perhitungan sama sekali berdasarkan atas observasi, peramatan. Menurut keterangan terpelajar Tionghoa pada saya; dari dahulu kala He-Siu, pendeta Budhist Tionghoa, mendaftarkan kejadian Alam, hujan, panas, dingin dsb. Dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun. Jadi penaksiran yang jitu sama sekali berdasar atas perbandingan dengan yang sudah-sudah. Sebab dahulu begitu, sekarang tentu begitu juga, satu logika, yang sering mengandung bahaya yang bisa menyesatkan. Bukanlah akibat kesimpulan undang dari Ilmu Iklim, yang berhubung dengan pressure (tekanan udara) temperature (panas dingin). Jadi bukan perhitungan science, melainkan pengetahuan dari segala bukti yang sudah diperoleh, tetapi tidak disusun dan diumumkan, dijadikan science dan undang.




Begitu juga pengetahuan ahli Tionghoa tentang zat dan khasiatnya zat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Saya sendiri mengalami jitunya obat Tionghoa. Terhadap diri saya pada tempoh yang lalu lebih mujarab dari obat Barat (saya bilang buat diri saya, jadi hal yang terkecuali dan penyakit yang terkecuali!). Tetapi pengobatan itu berdasarkan bukti saja, ialah pengetahuan khasiatnya tumbuhan atau hewan. Pengetahuan yang acap mengagumkan dan memberi kepercayaan saya pada obat Tionghoa yang tulen itu tak kena mengena dengan undang Biology dan kimia yang dipakai oleh kedokteran Barat.




Bukannya pula ahli Tionghoa tak mencoba menyusun dan mengumumkan Bukti mengadakan teori. Sedang Dokter Tionghoa sahabat saya, yang dapat didikan Barat menterjemahkan isi buku obat-obatan Tionghoa, yang lazim dipakai dukun lama, namanya saya sudah lupa! Tetapi ia tak bisa menyelesaikan terjemahan itu, karena ia tak bisa menahan tertawanya membaca tiap-tiap teori yang dimajukan oleh buku asli yang mahsyur tadi tentang jalannya darah dsb. Pendeknya teori itu tak lebih dari persangkaan semata-mata, tak berdasarkan experiment dan ujian logika, cara Barat.




Demikianlah dalam Ilmu lain-lain, ahli Tionghoa banyak mempunyai bukti-bukti yang betul. Ingat saja, obat bedil dan pedoman yang berasal dari Tionghoa! Tetapi bukti tadi tinggal bukti cerai-berai, tak disusun dan diperumumkan, tak digeneralisir sampai ke pintu science.




Sebabnya? Inilah yang menjadi persoalan bagi saya dan menimbulkan banyak percakapan dengan Tionghoa, yang berhak bercakap dalam hal itu. Hal ini saya pikir bukan karena otak Tionghoa kurang cerdas dari otak Barat, melainkan berhubung dengan keadaan masyarakat dan ekonomi Tionghoa. Begitu juga condongnya pikiran Hindu pada Logika mystika berkenaan dengan masyarakat dan ekonomi Hindustan. Tetapi saya tentu tak boleh menyimpang lebih jauh dari arah uraian saya.




Pada para ahli Baratlah kita mesti gantungkan bintang kehormatan sebagai penyusun segala bukti yang nyata tentang benda yang bergerak di ruang alam yang tidak terbatas ini. Tiadalah benda itu dari Bintang sampai ke Kuman bergerak kacau-balau semau-maunya, melainkan menurut undang yang pasti yang boleh diukur dan dilaksanakan.




Pada bangsa Yunanilah timbulnya semangat menyusun dan memperumumkan (generalizasi) segala bukti yang terpancir kacau-balau itu. Sekarang dari Barat semangat science ini menjalar dengan lambat, tetapi tetap ke seluruh pelosok bumi kita ini.




Semenjak Copernicus tiadalah lagi jutaan, ya, juta-jutaan bintang dan matahari, yakni salah satu bintang saja, beredar mengelilingi bumi kita ini melainkan sebaliknya, bumi yang Cuma dari penjuru kita manusia saja berarti begitu penting, bumi kitalah yang mengedari matahari dengan kecepatan 2.560.000 KM satu hari pada lingkaran 937.000.000




KM. Mata kita salah, ini kalipun salah, disalahkan oleh science. Copernicus dengan beberapa alasan yang pasti dan Galilei dengan Matematika menyatakan kesalahan mata kita itu.




Dengan memakai undang-undang Newton kita boleh gambarkan alam yang teratur. Walaupun banyak bumi dan bintang berjuta-juta. Bumi yaitu bintang yang padam! Walaupun ada pula bumi lain dari bumi kita yang beredar pada matahari lain dari kita punya, walaupun ada pula bintang yang liar, mengembara, ialah Komet, walaupun banyak lagi bintang yang belum sampai kelihatan oleh teropong, sekarang kita bisa mengerti, bahwa semuanya bintang dan gerakan yang mahacepat takluk pada undang yang pasti.




Tak ada yang ajaib. Yang ajaib itu besok akan diketahui. Pada para ahli Ilmu Kimia dan Ilmu Kimia Barat pulalah kita mesti memandang kalau mau berjumpakan undang yang menetapkan bagaimana zat dan kodratnya dalam ini berpadu dan berpisah. Pada Biologist dan Geologist Barat pulalah kita mesti mendapatkan keyakinan, kalau hendak mengetahui seluk-beluknya evolusi, ketumbuhan benda yang berkeliling kita ini dari zat tak bernyawa sampai ke protein (putih telur) dari putih telur sampai kepada dua tiga sel-asli bernyawa dan dari sel-asli sampai ke monyet dan manusia, dalam tempo beratus ribu tahun lamanya. Boleh jadi undang sekalian itu cuma didapat dengan jalan science, jalan yang sudah dirintis oleh Newton, Einstein, Darwin, Mendel, Dalton, Ruterford, Faraday, Ohm, Pascal dan Boyle, serta banyak ahli pemikir dalam segala cabangnya Ilmu Bukti.




Pasal 3. CARA : INDUCTION, DEDUCTION, VERIFICATION.




Bagian 1. INDUCTION




Insyinyur Sukarno dibuang kira-kira 10 tahun. Ini adalah satu bukti sah, pasti, tetapi ini tiadalah undang. Cuma satu bukti, satu saja, bukti terpancir. Dari satu bukti terpancir tentu kita tak dapat mengadakan penyusunan dan perumpamaan. Cuma benar atau tidaknya bukti semacam itu boleh kita uji. Tetapi, kalau saya bilang, semua insinyur yang memimpin perkumpulan politik mesti diintenir oleh pemerintah Belanda.




Simpulan di atas bukan lagi satu bukti yang terpancir. Kalau betul ia boleh menjadi salah satu penyusunan, satu undang. Kalau betul semua insinyur, dari insinyur A sampai Z yang memimpin perkumpulan politik di buang oleh pemerintah Belanda, maka benar simpulan itu.




Tetapi kita tahu tiada beberapa banyaknya insinyur di Indonesia, kalau dibanding dengan penduduknya sendiri. Lebih- lebih kalau dibanding dengan negeri sopan. Apalagi insinyur yang menyeburkan diri dalam pergerakan politik boleh dibilang dengan jari tangan saja.




Maksud dan contoh kedua ini juga, supaya yang memeriksa betul atau tidaknya simpulan (proposisition, bukan kalimat, sentence Inggrisnya) ini memeriksa dengan memakai jari, yang sudah diketahui banyaknya itu, yaitu cuma 10, maknanya cuma sedikit. Sebab sedikitnya bukti itu kita bisa main hitung, seperti orang desa ialah dengan jari saja. Marilah kita periksa. Saya ingat akan Ir. Baars, yang memimpin perkumpulan politik. Dia juga diintenir, baca extenir. Jadi bukti baru ini menyokong bukti pertama, ialah berhubung dengan Ir. Sukarno.




Saya tahu lagi satu insinyur lain yang memimpin perkumpulan poltik, yaitu almarhum Ir. Anwari. Tetapi dia walaupun memimpin perkumpulan politik, tiadalah diinteernir. Dengan bukti ini saja simpulan di atas sudah gagal. Kebetulan saya tak kenal satu dua insinyur Indonesia lain yang memimpin perkumpulan politik. Tetapi dengan bukti yang berhubung dengan almarhum Ir. Anwari saja simpulan kedua sudah gagal, karena tiada semuanya insinyur yang memimpin perkumpulan politik itu dibuang.




Kalau lebih banyak bukti yang diketahui dan belum diketahui maka lebih susahlah memeriksa benar atau tidaknya kesimpulan itu. Dalam hal ini kita tak bisa main hitung jari lagi, tetapi selamanya bukti yang kita ketahui adalah takluk pada simpulan itu maka lebih susahlah memeriksa benar atau tidaknya kesimpulan betul buat segala bukti yang ada dalam daerahnya, penyusunannya dalam Matematika umpamanya: X (kuadrat) – X + 41 mesti odd number, yakni angka yang tak boleh dipisahkan atas faktornya, tunggal.




Kalau umpamanya X itu kita anggap 2, maka X (kuadrat) – X + 41 = 43, juga tunggal.




Sekarang kita anggap sembarang saja umpamanya 100. Kita dapati X (kuadrat) – X + 41 = 9941. Bilangan mana saja kita anggap sampai bilangan yang kita ambil terjadi dari 7 angka, X (kuadrat) – X + 41 tetap tunggal. Kita sekarang hampir percaya akan formule ini, dan kita condong mau angkat calon undang ini jadi undang baru. Kebetulan ada kawan ahli Matematika datang dengan angka 41.




Kalau X kita anggap 41, maka X (kuadrat) – X + 41 = 1681, yakni 41x41, jadi boleh dipisah atas factornya ialah 41, jadi bukannya tunggal. Dengan begini gagallah kebenaran, bahwa X (kuadrat) – X + 41, satu angka yang tunggal.




Pada semua contoh yang kita pakai di ataslah terpendamnya, bagaimana cara membikin satu simpulan itu jadi undang, yakni penyusunan dengan perumuman sekalian bukti terpancir tak ada yang diketahui yang tiada takluk pada undang itu. Kita tiada menghadapi satu bukti saja, atau lebih dari satu, tetapi boleh dihitung dengan jari, sehingga kita bisa memeriksa satu persatunya. Tetapi kita menghadapi bukti yang tak berbatas, banyak kawannya. Semua bukti yang tak berbatas itu meski masuk, mesti tersusun dalam undang kita.




Jalan induction mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induction mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.




Buat contoh penegasan kita kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat yang sebenarnya merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya Archimedes, pemikir Yunani yang hidup 250 tahun sebelum Masehi, persoalan: apa sebab badan yang masuk barang yang cair itu, jadi enteng kekurangan berat? Ketika mandi, maka jawab persoalan tadi tiba-tiba tercantum di matanya dan kegiatan yang memasuki jiwanya menyebabkan dia lupa akan adat istiadat negara dan bangsanya. Dengan melupakan pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya dengan bersorak- sorakkan "heureuka" saya dapati, saya dapati, adalah satu contoh lagi dari kuatnya nafsu ingin tahu dan lazatnya obat haus "ingin" tahu itu. Archimedes menjalankan experiment yang betul, ialah badannya sendiri, yang jadi benda yang dicemplungkan ke dalam air buat mandi. Dengan cara berpikir, yang biasa dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan satu undang yang setiap pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti mempelajari dalam sekolah di seluruh pelosok dunia sekarang.




Menurut undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam pada barang cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda itu.




Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan oleh badan




Achimedes b gram, maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram, melainkan (B-b) gr.




Dengan contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan yang didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan undang.




Semua benda dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair mestinya kekurangan berat sama dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh benda itu. Kalau semuanya takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu akan jadi Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan, manusia yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu.




Tiada saja undang itu membetulkan bukti yang diketahui pada zaman Archimedes, tetapi undang itu sekarang sudah kembang biak, menyusun semua benda dan zat cair yag diketahui zaman sekarang, sehingga undang Archimedes adalah satu tiang yang tak boleh runtuh (dalam Ilmu Alam). Insinyur pembikin kapal air, atas atau bawah air, dan pembikinan kapal udara mesti mengakui dan memakai undang itu.




Sebelumnya Archimedes memastikan undangnya, maka tentulah lebih dahulu ia coba dengan benda lain dari badannya. Ia coba dengan besi, batu, kayu dan lain-lainnya semuanya dibenamkan ke dalam air dan tentu semuanya takluk dalam simpulan yang diperolahnya.




Archimedes tentu belum coba masukkan benda tadi ke dalam bensin atau spiritus atau air raksa yang lebih berat dari kayu, karena memang zat cair semacam ini belum diketahui pada zaman dia atau seandainya sudah diketahui, Archimedes belum merasa perlu mencobanya.




Jadi dia pasti mengambil cuma beberapa bukti, karena tidak semua bukti di ruang Alam ini dipakai buat menetapkan undangnya. Inilah jalan induction, mengakui sahnya satu kesimpulan sebagai undang, walaupun belum semua bukti yang berkenaan, diuji.




Bagian 2 DEDUCTION




Kawannya Induction adalah Deduction. Satu sama lain tak boleh berpisah. Induction yang tetap induction saja, sangat tak boleh dipercaya.




Kalau dilaksanakan dan pelaksanaan ini membenarkan undang tadi, maka barulah boleh undang itu diaku syahnya, walaupun sementara. Banyak hypothesisnya pemikir zaman dulu tinggal hypothesis tentang keadaan kita sesudah mati umpamanya, adalah persangkaan yang tinggal persangkaan, karena belum ada orang yang sudah mati balik ke dunia fana ini. Dan experiment yang berhubungan dengan mati, berbahaya sekali kalau tiada mustahil dijalankan, yakni pada masa sekarang.




Pada induction kita berjalan dari bukti naik ke undang. Pada cara deduction adalah sebaliknya. Kita berjalan dari Undang ke bukti. Kalau kita bertemu kecocokan antara undang dan bukti, maka barulah kita bisa bilang, bahwa undang itu benar.




Kalau kita sudah terima, bahwa semua benda kehilangan berat dalam semua cair, maka kita ambil satu benda dan satu zat cair buat penglaksanaan. Kita ambil sepotong timah, kita timbang beratnya di udara. Kita dapat B gram. Kita masukkan timah tadi ke dalam air. Kita timbang beratnya air yang dipindahkan oleh timah tadi, kita dapati b gram. Menurut undang Archimedes timah tadi mesti kehilangan berat b gram. Jadi ditimbang dalam air, beratnya menurut Archimedes mestinya (B-b) gram. Sekarang kita ambil beratnya dan timbangan timah yang terbenam tadi. Betul kita dapat (B-b) gr. Jadi betul cocok dengan undang Archimedes. Sekarang induction sudah beralasan deduction, kebenaran undang sudah di sokong oleh penglaksanaan. Berulang-ulang kita lakukan pemeriksaan kita dengan benda dan zat cair berlainan dan berulang-ulang kita saksikan kebenaran undangnya Archimedes, pemikir Yunani itu.




Bagian 3. VERIFICATION




Pada suatu hari terbentang di muka kita satu persoalan. Bagaimana kalau zat cair itu bukan air, tetapi udara. Kalau begitu, menurut undang Archimedes, benda di udara itu juga mesti kehilangan berat sama dengan berat udara yang dipindahkan oleh benda tadi. Jadi menurut bacaan lain pada undang Archimedes, benda tadi ditolak ke atas oleh kodrat yang sama dengan berat udara yang dipindahkan oleh benda tadi. Mesti lebih berat dari benda di udara, karena pada tempat kosong benda itu tak menerima tekanan, jadi tak kehilangan berat apa-apa.




Ini bukti ada baru, seperti di luar daerah bukti yang sudah dikenal di luar penglaksanaan kita yang sudah-sudah. Kalau bukti yang baru dikenal ini membenarkan undang jago tua dari Yunani itu, maka undang itu akan dapat verification, ialah pemastian baru.




Sekarang kita laksanakan undang Archimedes pada udara. Kita timbang sepotong tembaga, dalam kaca yang sudah kita pompa udaranya. Disini beratnya umpamanya T gram. Kemudian kita timbang tembaga itu juga di udara.




Disini dia mesti alamkan tolak ke atas dari kodrat yang sama beratnya dengan berat udara yang dipindahkan oleh tembaga, umpamanya t gram. Jadi kalau undang Archimedes benar, maka di udara berat tembaga tadi mestinya (T-t) gram.




Dengan gugup kita ambil neraca buat menimbang, gugup karena kita takut undangnya jago tua kita akan gagal. Tetapi pengiraan kita tiada salah. Kita betul dapati (T-t) gram. Dan kita senang dan bangga karena jago tua mendapat kehormatan baru. Bukti baru, tetapi masuk daerah bukti yang lama juga tiada membatalkan undang Archimedes tadi. Demikianlah banyak kali undang Archimedes mendapat verification, pemastian baru, sesudah undang tadi dilahirkan di Yunani. Pemastian baru boleh jadi mengubah formulenya, kalimatnya undang itu, tetapi tiada mengubah semangatnya.




Verification ini besar artinya dalam science. Dia bisa membatalkan dirinya sendiri, seperti nasibnya X(kuadrat) – X + 41 tadi.




Menurut undang Newton, maka satu bIitang menari bitang lai dengan kodrat yang berbanding nai (right proportional) dengan masa (jumlah zat) dan berbanding turun (inverse ratio) dengan pangkat dua (kwadrat) antara.




Dengan memakai undang ini, maka si penghitung satu lingkaran jalan (baan) yang dijalani oleh satu planet (bumi), mendapatkan hasil yang mungkin dari mestinya. Kesalahan ini menyebabkan dapatnya planet baru yang mengganggu jalannya bintang yang dihitung baannya tadi. Jadi planet baru tadilah yang selamanya ini tiada diketahui. Yang menarik planet yang mau dihitung baannya tadi, sebab itu baannya terganggu. Bukannya terganggu karena salahnya undang Newton, melainkan karena benarnya undang Newton. Kesalahan menghitung tadi menyebabkan terdapatnya planet baru yang memastikan sekali lagi benarnya undangnya Newton.




1001 Hypothesis buatan Timur (baca impian), kalau betul-betul dilaksanakan dan diverifikasi, nasibnya akan sama dengan formule X (kuadrat) – X + 41 tadi. Tetapi undang yang betul berdasarkan bukti yang diperoleh dengan experiment, yang sesuai dengan caranya science, bisa mendapatkan perluasan daerah atau bukti baru karena verification tadi.




Si-inventer, si pendapat-baru, seperti Edison atau ahli teori baru, seperti Eninstein, mendapatkan yang baru itu, tentulah tiada semata-mata sebagai hasil otaknya semata-mata, melainkan sebagai hasil dari penglaksanaan (deduction) dan pemastian (verification) dari undang atau teori yang lama, gurunya atau teman sejawatnya.




Semenjak Bacon (dari Verulam?), maka induction, deduction dan verification ini sudah menjadi CARA-TIGA- SERANGKAI dalam SCIENCE, salah satunya tiada boleh dilupakan, kalau hendak mengadakan sesuatu pemeriksaan yang beralasan bukti.




Pasal 4. BATASAN SCIENCE




Kalau kita meninjau ke daerah bagian science yang sudah kita uraikan ini, maka nyata kita lihat dua macam cara, methode yang sudah kita uraikan dnegan panjang lebar. Pertama cara yang dipakai pada Matematika umumnya dan Geometry & Co. Khususnya, ialah : synthetic, analytic dan ad absurdum buat menguji benar salahnya satu teori. Cara synthetic, analytic dan Intersection of logics buat menyelesaikan dan menguji benar salahnya satu problema, persoalan.




Kedua cara yang dipakai pada Ilmu Alam (natural science) umumnya dan Ilmu fisika & Co, terkhususnya ialah pertama induction, kedua deduction, ketiga verification.




Semua kata tadi yang berasal dari kata Yunani dan Latin, yang umum dipakai di dunia sekarang, mengandung arti, ilmu, maka sementara kata-kata itu kita pakai, buat terjemahan sementara kita pakai perkataan Indonesia pertama, memasang, kedua mengungkai, ketiga menyesatkan buat synthetic, analytic dan ad absurdum.




Persilangan garis buat intersection dari logics buat 1 induction, 2 deduction dan 3 verification, sementara belum dapat yang lebih jitu kita pakai untuk 1 menyusun, 2 melaksanakan, 3 memastikan. Apakah bahasa barat itu kelak akan diterima mentah atau tercangkok dalam masyarakat bahasa Indonesia atau akan diganti dengan bahasa Indonesia sendiri, baiklah kita serahkan kepada sejarah.




Tetapi sebelum artinya yang betul belum jadi umum dan sebelumnya pikiran-pikiran umum belum bisa memeriksa benar salahnya maka besar sekali bahayanya memakai salinan kata-kata yang mangandung pengertian yang berilmu itu (scientific). Lagi pula kalau Barat sopan sendiri masih memakai kata latin dan Yunani tadi tiadalah perlu kita malu memakainya, malu ditertawakan karena kemiskinan bahasa.




Syahdan kalau kita bandingkan cara yang dipakai dalam Geometri & Co. dengan cara yang dipakai dalam ilmu Fisika & Co., maka nyatalah perkenaannya kedua cara itu. Syntetic dalam Geometri Co., dan Induction dalam Ilmu Alam & Co., keduanya berarti naik ke undang yang disyahkan, ialah naik dari bukti, walaupun bukti pada Geometry & Co. berlainan sifat dengan bukti dalam ilmu kodrat & Co. keduanya mau menyusun, memasang, segala atau sebagian bukti yang diketahui sampai ke undang, walaupun dalam Geometry & Co. bukti itu disusun buat menguji teori dan dalam Ilmu Alam & Co, buat membikin undang.




Cara Analytic dalam Geometry pun ada berkenaan dengan cara Deduction dalam Ilmu alam & Co.




Keduanya turun dari mengumumkan kepada bukti. Pada Geometery & Co. turun itu, mengukai teori buat memeriksa salah benarnya satu teori. Pada Ilmu Alam & Co. turun itu berarti penglaksanaan buat menguji salah benarnya satu undang yang sudah diperoleh.




Akhirnya cara ketiga, cara Absurdum dalam Geometry & Co. dan cara Verification dalam Ilmu Alam & Co., tiadalah sama sekali lepas satu sama lainnya. Dengan jalan menyesatkan, kita lihat Geometry & Co. membenarkan teorinya.




Sesudah disangka sesat seperti pada perhitungan yang berdasarkan undang Newton, kita bertemu dengan verification, kepastian undang Newton tadi. Dengan meng-experimentkan memperalamkan (kebetulan dalam bahasa Tagalog Filipina, alam itu artinya tahu!), dengan peralamkan semua persangkaan hypothesis, dengan ukur mengukur, timbang menimbang buktinya sebelum dianggap hypotesis tadi, maka dengan cara kita sebutkan di atas. Science, maju dengan pesat sekali dalam 100 tahun dibelakang ini dari 500.000 tahun sebelum itu.




Tetapi ada batasnya science. Batasnya menyebabkan dia tak tahu belum bisa mengembang semestinya. Batas limitnya itu, pertama terdapat pada dirinya sendiri, kedua diluar dirinya sendiri. Pada dirinya sendiri, yaitu kekurangan perkakas, instrument, yang dapat dengan seksama membesarkan yang kecil dan mendekatkan yang jauh, dan kekurangan




memakai cara yang lebih jitu, ialah Dialektika. Kekurangan diluar dirinya sendiri, terdapat pada aturan masyarakat kita sekarang pada politik, ekonomi dan sosial. Kekurangan pertama berseluk beluknya dan tergantung pada kekurangan pada batas yang diadakan oleh yang kedua.




Kekurangan instrument atau batas memakai Dialektika itu akan hilang, kalau masyarakat membenarkan. Dengan segera instrument yang kurang akan sempurna dan cara berpikir yang lebih jitu akan tercapai.




Politik dan Ekonomi masyarakat tak membenarkan melambungnya dan mengembangnya seperti kebiasaannya, kesanggupannya. Terlampau panjang dan tiada pada tempatnya kalau sepenuhnya diuraikan disini, bagaimana masyarakat kemodalan menghambat majunya science, walaupun mesti diakui, bahwa masyarakat kemodalan lebih memajukan science dari masyarakat feodalisme manapun juga di bumi ini. Tetapi dengan pendek bisa dan mesti diterangkan batas yang diadakan oleh masyarakat itu.




Dimana-mana kapitalisme itu (berpolitik demokratis atau autocratis), condong kepada monopoli. Dimana-mana monopoli condong pada ekonomi berdasarkan restriction, yaitu membatasi penghasilan. Dengan membatasi penghasilan, mengurangi hasil dari kekuatan (pabrik) dan mesinnya, dan monopoli punya sendiri hasil itu, maka si monopolist bisa menaikkan harga dan menetapkan untang. Dengan politik monopoli dan restrictie itu, maka mesti dibatasi pula invention, yaitu pendapatan teknik baru dari science. Berapa puluh, ya berapa ratus invention baru yang dibeli oleh monopoli besar buat dipendam atau dirusakkan di Amerika. Monopoli tadi takut kalau konkurensinya memakai invention tadi buat memurahkan harga barang dan dengan begitu menjatuhkan untuk dan perusahaannya. Kaum pekerja akan terlempar dari pabrik, kalau mesin baru yang lebih efficient berhasil dipakai.




Monopoli dan Restriction pembatasan inilah yang maha kuasa. Politik dagang dan ekonomi yang beralasan Free Trade perdagangan merdeka, membikin banyak dan menjual obral dan murah, kandas oleh politik monopoli dan restriction, yakni bikin sedikit buat dijual mahal.




Akibat politik restriction dan monopoli, terutama membatas banyaknya buruh terpakai. Jadi mengadakan pengangguran yang hebat dan tetap. Tetapi kita disini tiada berkenaan dengan akibat ini. Yang berkenaan, ialah dengan akibat, bahwa monopoli dengan politik restrictionnya, membatasi majunya teknik dan membatasi maju suaminya teknik, ialah




science. Begitulah kita samapi pada titik bermula dalam penguraian ini. Masyarakat membatasi majunya Teknik dan Science.




Selama Matematika masih melayani titik, garis dan sudut atau badan seperti KUBUS, CYLINDER dsb., yang semua masih bisa digambarkan di kertas, selama itu cara berpikir yang dipakai oleh Matematika, cara yang tepat berkenaan dengan Logika! Cara itu cukup memadai. Tetapi kalau Matematika melambung lebih tinggi, maka ia berjumpa dengan TIME-FACTOR, sebagai DIMENSION, pengukuran ke-4 dari Minkofsky.




Disini cara berpikir yang lebih kita kenal, dipakai pada Matematika tak memadai lagi. Pada teori Relativity perkara tempoh ini penting sekali dan seperti kita uraikan lebih dahulu, maka teori relativity itu banyak sekali berkenaan dengan DIALEKTIKA.




Selama ilmu Fisika & Co. masih melayani benda dan kodrat yang bisa ditimbang dan diukur, selama itu cara berpikir yang kita sebutkan dahulu sama sekali memadai. Tetapi kalau ia melambung pada langit filsafat, maka cara yang dipakai dalam ilmu Alam & Co. Tadi tak memadai lagi.




Disinilah ahli Alam (physicist), sebagai ahli filsafat, menjumpai Time-Factor, ialah perkara sejarah, sebagai ahli filsafat mesti berjumpa dan menjawab persoalan: Mana yang pertama, Benda atau Kodrat. Ia tiada bisa lagi memisahkan persoalan Benda dan Kodrat, yang dia alami dalam laboratorium tadi dengan persoalan Jasmani atau Rohani, Lahir dan Batin, Hidup dan Mati. Dia tak bisa lagi memisahkan persoalan Ilmu Alam tadi dengan masyarakatnya. Disini




sebagai ahli filsafat, dia mesti pilih Logika atau Dialektika. Apabila dia pisahkan Benda dari Kodrat, jadi Kodrat yang utama dan Benda kedua, maka seperti David Hume, dia mesti batalkan adanya Benda, adanya dirinya sendiri, atau dia mesti akui seluk beluknya, kena mengenanya. Tak bisa berpisahnya, Benda dan Kodrat, Jasmani dan Rohani. Dalam hal ini dia mesti akui DIALEKTIKA.




Dalam ilmu bukti yang berhubung dengan hidup dan asal usulnya Tumbuhan, Hewan dan manusia, tegasnya dalam Biology, maka TIME-FACTOR itu tentulah barang yang penting sekali. Disini TIME-FACTOR ialah sejarahnya barang yang hidup dan mati dengan nyata tiada bisa disingkirkan. Pada Biologylah nyata pertentangan cara berpikir dari ahlinya.




Kita ambil saja sistem, tata-lenxeus, tata yang dipelajari di sekolah. Tak perlulah pula disini kita terangkan tata Biology itu seluruhnya. Yang perlu diterangkan ialah bagaimana Lenxeus & Co. mendekati persoalan Biology. Dianggapnya jenis (species), yang ada di bumi ini, baik Tumbuhan atau Hewan, dibikin dalam sekejab mata saja, seperti diajarkan oleh agamanya. Bagaimana menerbitkan tumbuhan dan hewan itu tak berapa bedanya dengan hypothesisnya, filsafat Egypt yang sudah kita kenal. Karena kita hanya hendak menggambarkan bagaimana creation pembikin tumbuhan dan hewan terjadinya dan kita hendak menyingkiri semua rasa kefanatikan kaum yang bersangkutan, maka sekali lagi kita ambil lampu ajaibnya Aladin dan memanggil Dewa Rah dan minta dengan hormat, supaya DIA berfirman dari puncak gunung Himalaya di muka dia. Demikianlah firmannya :




Ptah: maka timbullah ikan (ikan cumi-cumi, sepat, gabus, gurami, bukan ikan paus). Sebetulnya semua suku (pecahan jenis) mesti diptahkan pula masing-masingnya. Seperti ikan gabus, iju (cucut dsb) sebab menurut lenxeus cuma individunya badan dirinya saja yang sama asalnya. Tetapi cukuplah kalau di-ptahkan jenis binatangnya saja.




Ptah: maka timbullah Amphibien, kodok (yang hidup di air dan di darat).




Ptah: maka timbullah Reptiel, binatang menjalar (ular, biawak, cecak, buaya, dsb). Ptah: maka timbullah Burung (enggang, belatuk sampai buruh onta).




Ptah: maka timbullah binatang yang menyusukan anaknya (seperti tikus, kucing, monyet dsb.)




Kita tahu, bahwa sistem peraturan Lenxeus tiada sama semacam ini. Tetapi yang mau kita gambarkan, ialah sifatnya sistem Lenxeus dan terutama bagaimana adanya, timbulnya Hewan sekarang menurut Lenxeus. Seperti Tumbuhan, maka menurut Lenxeus hewan itu terbikin pada suatu saat. Satu jenis terpilih dari yang lain. Tiap-tiap jenis itu tetap begitu, tak akan bertukar sekalipun dalam 1.000.000 tahun. Karena masing-masing kehendak Dewa Rah. Kalau mau memeriksa hewan (dan tumbuhan) itu, maka mesti diperiksa satu-satu jenis yang tak berkenaan satu sama lainnya.




Tegasnya ikan tak berkenaan dengan kodok, kodok tak berkenaan dengan biawak, biawak terpisah dari burung dan burung sama sekali tak ada berkenaan dengan tikus dsb. Semua jenis tadi terbikin (created) satu persatu. Begitulah antara segala suku ikan, seperti gabus, cumi-cumi dll. Satu sama lainnya tak berkenaan. Satu-satunya ialah pembikinan Rohani pada lain-lain saat.




Jadi menurut Lenxeus satu sama lainnya terpisah seperti Hume menganggap Jasmani dan Rohani ialah terpisah. Semua jenis tadi masing-masing dibikin pada satu ketika, seperti Dewa Rah membikin Bintang dan Langit. Jadi dari kosong. Disini juga rohani yang bermula jadi seperti pemandangan Hume juga.




Sekarang datang Darwin & Co. Darwin menganggap jenis itu tiada terpisah satu dengan yang lain. Begitu juga suku- jenis. Ikan umpamanya tiada sama sekali terpisah dari kodok, burung dengan binatang menjalar, persamaan gerundang (anak kodok) dengan ikan. Bandingkanlah tengkorak ular dengan burung, monyet dengan manusia. Satu jenis kena mengena dan banyak persamaan dengan lain jenis. Semua jenis tadi bukanlah hasilnya creation bikinan pada satu saat, melainkan hasil evolution, beratus, ribuan, dan jutaan tahun.




Jadi satu jenis terpisah dari yang lain menurut Lenxeus, dibatalkan oleh Darwin. Karena menurut Darwin ADA hubungan satu jenis dengan yang lain seperti Benda dan Kodrat juga. Dibikin pada satu saat, kata Lenxeus. Hasil evolution menurut undang Biology sendiri beratus, beribu tahun, kata Darwin.




Bukan di negara Inggris dalam buku saja Darwin mempelajari Tumbuhan dan Binatang, tetapi ia bikin observatie dan experiment tentang Tumbuhan dan Binatang dari hampir seluruh pelosok dunia bertahun-tahun. Bukan satu contoh




yang dia masukkan buat menyokong satu persatu teori atau Hypothesisnya melainkan bermacam-macam. Pengikut




Darwin melakukan kalau tidak puluh ribuan tentu sudah ratusan experiment.




Mendel, yang bekerja lepas dari Darwin, menjatuhkan dengan angka apa yang digambarkan oleh Darwin dengan teori, yaitu tentang undang yang menentukan sifat yang akan diperoleh turunan, kalau sifat ibu bapa (hewan) sudah diketahui.




Dengan pendek menurut Darwin: Segala jenis di bumi tidak terbikin, melainkan maju menurut undang Evolution, undang pertumbuhan, beribu dan berjuta tahun. Undang itu menguasai Tumbuhan dan Hewan, seperti undang Newton menguasai jalannya Bintang dan Bumi. Dari Protein dan Protoplasma sampai ke beberapa sel bertunas-satu, Evolution tadi terjadi menurut undang kimia. Dari sel-bertunas-satu sampai ke tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.




1. struggle-existence, pertarungan buat hidup.




2. daptability, kodrat menyesuaikan diri dan .




3. natural menurut selection, pilihan alam.




1. Pertarungan buat hidup dilihat dengan mata sendiri, bahwa dalam alam ini semua mahluk




memerlukan makanan dan sex (laki-bini). Tak ada makanan, maka matilah mahluk hidup manapun dan tak ada sex, maka punahlah jenis mahluk itu. Kurang diketahui, tetapi tak kurang benarnya, bahwa sex itulah salah satu dari motive ujut pertarungan yang hebat. Bangunan kesusasteraan, seperti Ilyas dalam bahasa Yunani dan Ramayana di Hindustan. Cindur mata di Minangkabau, selainnya pada politik juga bertiang pada panggilan sex. Panggilan sex itulah yag menjadi kodrat yang penting sekali dalam penghidupan hewan. Dalam persoalan mencari makanan dan persoalan laki- bini, maka semua mahluk mengadakan pertarungan. Dan pertarungan itu adalah :




a. dengan alam sendiri.




b. Pertarungan dengan sesamanya atau dengan jenis yang lain, yang musuhnya dimakan musuh dan tiada dapat keturunan dsb.




Dalam ilmu bumi kita pelajari, bahwa bumi kita ini sudah menjalani beberapa perubahan dan masih selalu dalam perubahan. Kita pelajari, bahwa Eropa sekarang selama dahulunya diselimuti salju saja. Gurun pasir di Mongolia sekarang, bernama Gobi, boleh jadi dahulunya tanah subur yag didiami manusia. Indonesia dahulunya berlainan sekali dengan sekarang. Sumatra, Malaka, Borneo, Jawa dan Filipina bertaut satu dengan lainnya dan bertaut dengan Indo- Cina dan Australia, pendeknya keadaan bagian bumi yang sejuk boleh menjadi panas dan sebaliknya. Danau atau laut menjadi kering.




Tumbuhan dan binatang yang hidup di atas dan di bawahnya bertarung dengan pertukaran alam yang kadang-kadang berupa perubahan besar, revolusi. Selain dari itu hewan bertarung dengan keluarganya sendiri dan dengan musuhnya. Binatang dan Tumbuhan yang biasa hidup pada tempat dingin, sekarang berjumpa dengan hawa panas. Yang biasa hidup di hutan rimba, berjumpa dengan gurun pasir. Yang hidup di daratan, berjumpakan air tawar atau air laut.




Selain dari itu hewan bertarung dengan sesamanya, jago dengan jago berebut makanan dan bini. Singa laut tak putusnya berkelahi dengan singa yang lain buat mempertahankan bininya. Tikus dengan kucing, burung merpati




dengan elang, ikan tengiri dengan ikan hiu. Di udara, di daratan, dan di lautan terjadi setiap jam, tiap menit pertarungan mati-matian antara hewan sama sejenis karena makanan dan sex, dan di antara satu hewan dengan hewan musuhnya.




(pembantah Darwin memajukan tolong-bertolong di antara hewan dan manusia. Tetapi perkara ini juga amat dipentingkan oleh Darwin. Tetapi sifat tolong-menolong itu berlaku dalam daerah pertarungan yang maha hebat !).




2. Adaptability, kodrat menyesuaikan diri.




Dalam menghadapi pertarungan perubahan alam, matilah tumbuhan atau hewan yang tiada mempunyai anggota sesuai dengan perubahan tadi. Tumbuhan yang perlu hawa panas dan banyak air, sudah tentu tak bisa menyesuaikan diri dengan hawa dan tanah dingin atau kering. Binatang yang tak berbulu tebal sudah tentu mati, punah semuanya kalau hawa bertukar sejuk dan tanah diselimuti salju. Binatang yang perlu banyak air dan lumpur tak akan bisa hidup pada tempat yang sudah bertukar jadi gurun pasir. Binatang yang perlu tanah kering tentulah akan punah, kalau tanah bertukar jadi paya atau danau. Binatang yang tak punya anggota luar biasa sebentar akan habis diterkam binatang musuhnya. Ada macam hewan yang luar biasa cepat larinya, yang lain luar biasa penciumannya, yang lain lagi luar biasa pendengarannya, atau banyak sekali anaknya, sehingga tak apalah kalau satu dua mati. Dengan anggota begitu ia bisa menyesuaikan dirinya dengan kelilingnya dalam persoalan mencari makanan dan sex.




3. Natural selection, pilihan alam




Alam yang ganas bertukar sejuk memilih tumbuhan dan hewan yang bisa mencocokkan diri dengan keadaan yang baru itu. Tumbuhan yang berdaun seperti ranting, seperti pokok cemara bisa tambah sejuk. Binatang seperti rendier (kijang)




bisa hidup dengan rumput dua tiga potong saja dan bulunya yang tebal bisa menahan kedinginan. Tumbuhan yang berurat kuat dan dalam, berdaun mengandung air bisa tumbuh pada gurun pasir. Alam memilih binatang yang berwarna sama dengan warnanya guna memelihara dirinya dari musuhnya. Burung gagak pada salju atau di padang pasir sudah tentu mudah kelihatan oleh musuhnya. Bangsa burung yang berjari dipertautkan oleh kulit seperti itik (bebek) sudah tentu terpilih oleh alam buat tinggal pada daratan yang berganti paya atau danau. Rusa terpilih diantara jenis lain- lainnya, sebab ia bisa mendengar kedatangan musuhnya dan melarikan diri dari musuhnya.




Kita misalkan saja di sekeliling kita di Indonesia ini besok daratan bertukar menjadi danau atau paya. Marilah kita




amati segala hewan yang ada di bagian bumi kita ini. Sudahlah tentu kambing, kerbau dan lembu kita tiada berapa lama akan bertahan hidupnya. Tetapi binatang seperti berangan dan kodok tentu akan dapat menahan sengsara pertukaran ini lebih lama. Berapa lamanya adalah bergantung pada banyak hal lain-lainnya, yang berhubung dengan susunan badan (struktur) hewan itu sendiri dan perubahan alam di luar susunan badan itu. Sebaliknya, jika air danau atau paya di keliling kita di Indonesia ini bertukar jadi darat, sudah tentulah keluarga ikan emas tak akan berapa lama bisa




menunggu ajalnya. Sedangkan belut atau ikan gabus tidak akan mati begitu saja. Rupanya sejenis dengan ikan gabus kita di Amoy, Tiongkok bernama Nomoa, kabarnya ditangkap di air, di daratan, dimana ia mencari makanannya. Pun saya dengar kabar ikan gabus kita seirng dijumpai di luar air, di waktu malam hari.




Sekali lagi dalam pertukaran alam hewan yang mempunyai anggota yang cocok dengan keadaan baru tentulah lebih mempunyai pengharapan buat mempersesuaikan dirinya dengan pertukaran alam itu.




Apakah Alam akan memilih sesuatu hewan itu sama sekali bergantung pada bermacam-macam sifat yang perlu dalam susunan badan (struktur) hewan itu sendiri dan berbagai-bagai keadaan di luar hewan tadi, hawa makanan, musuh dsb. Tetapi nyatalah sudah anggota yang tahan uji dalam pertarungan dengan alam dan musuh itu akan diturunkan pada anak cucunya, disebabkan pilihan sex. Bahwa bini itu di kalangan hewan memilih laki, perhatikan sajalah jenis burung di keliling kita, berapa lamanya ayam belanda turkey mesti menari dimuka kekasihnya. Dan setelah payah barangkali ia mesti melihat kekasihnya berjalan bersama saingannya yang lebih bagus tari atau warna bulunya. Berapa pesat sang anjing mesti berkelahi, yang setelah tewas atau luka setengah mati ia melihat jodohnya bergandengan dengan lawannya yang menang. Diantara jago tua Singa laut yang tetap memegang kejagoannya dan dengan begitu tetap pula memegang keharumannya, ada yang badannya penuh dengan bekas luka seperti juara ulung di antara hulubalang yang sudah menang dalam beberapa peperangan.




Perhatikanlah bagaimana putri tekukur mendengarkan janji pertandingan yang merdu di antara beberapa calon suami, sama juga dengan putri kita di beberapa daerah melayani sahabat kekasihnya dalam satu pertandingan. Amatilah dengan tukang nyanyi yang mana si putri itu terbang buat hidup sampai mati.




Demikianlah dalam pertarungan sex tadi terpilih laki yang kuat, pandai menyanyi atau menari baik warna bulunya buat meneruskan cucunya, menurut undangnya Mendel. Begitulah pula anggota yang cocok dengan kehidupan bertarung dengan alam atas musuh yang sejenis diluar jenis akan terus menerus pada anak dan cucu, dengan perubahan sedikit demi sedikit. Sepasang burung dilepaskan pada satu pulau sesudah beberapa lama menimbulkan bermacam-macam suku dari jenis itu.




Perubahan alam menyebabkan perubahan struktur dan fungsi susunan dan bekerjanya badan sesuatu hewan. Dari cacing sampai ke manusia perubahan usus, hati jantung, rabu, otak, gigi, tengkorak dan tulang belulang, terjadi teliti sekali dan perlahan sekali. Biasanya alam berjalan perlahan-lahan, perubahan itu sedikit sekali, tetapi kadang-kadang juga mengadakan perubahan besar (sport, perlompatan). Kalau kita peramati segala perubahan dari semua anggota tadi dari cacing sampai ke manusia, maka kita mesti yakin, bahwa semuanya itu tiada satu kebetulan, satu bikinan pada satu saat, seperti menurut Logika Mistika atau Logika Lenxeus. Melainkan kemajuan (evolusi) yang berlaku menurut undang. Seperti peredaran bintang dan bumi dikuasai satu undang yang didapat oleh Newton, perpaduan zat menurut undang yang ditetapkan oleh Dalton. Begitulah evolusi tumbuhan dan hewan berjalan, sebab pilihan alam tadi pada pertarungan makhluk buat hidup.




Dengan membatalkan Logika Mistika, membatalkan terpisahnya satu jenis dengan jenis yang lain dan mengemukakan seluk-beluk kena-mengenanya satu jenis dengan jenis dalam tempo beribu juta tahun pada satu lapang pertarungan yang pesat jadinya. Dengan mengemukakan “perubahan kecil-kecilnya, akhirnya menjadi perubahan jenis" quantity into quality sebetulnya Darwin memakai perkakas berpikir Dialektika.




Bagaimanakah akibatnya ?




Dongeng atau sejarah, tetapi pasti pada salah satu tempat saya baca, bahwa Darwin memasuki gereja pada hari Minggu. Sebagai Kristen ia terus menjalankan agamanya.




Dia tiada atau belum sadar, atau pura-pura tak sadar, bahwa akibat teorinya berlainan dengan Logika Mistika. Tetapi tuan pendeta berpendapat lain, segala kutuk yang ada dalam kitab injil dikumpulkan jadi satu dan ditiupkan seperti topan ke penjuru tempat Darwin duduk, disudut bilik gereja. Sudahlah tentu semua mata dipusatkan oleh topan-kutuk tadi ke penjuru Darwin, sehingga Darwin orang murtad ini terpaksa berdiri …….mengambil topinya.




Sudah tentu satu gereja bukannya tempat berdebat. Lagi pula boleh jadi Darwin berpikir: Lebih mudah buat seekor kerbau memasuki lubang jarum dari pada buat satu mystikus ………………….dan pulang.




Tiga jenis yang bisa kita pisahkan diantara para scientist dan ahli filsafat borjuis, kalau mereka mesti menentukan sikapnya dalam science atau filsafat, jikalau berhadapan dengan dialektika.




Pertama: Terang mentah dia memusuhi Dialektika yang beralasan Materialisme, dalam hal ini dia boleh jadi sekali pegang, dan bisa mempertahankan pangkatnya dalam masyarakat.




Kedua: Terang mentah dia menyetujui Dialektika beralasan Materialisme. Dalam hal ini dia mesti kehilangan pangkatnya.




Ketiga: Dia bermain putar belit, tolak-angsur, kong-ka-li-kong dengan Dialektika dan Materialisme. Dalam hal ini dia besar pengharapan buat memelihara kambing dan daun sirih.




Kecuali pada waktu yang tiada membiarkan kompromis, dia bisa selamat …………….memegang terus pangkatnya. Begitu susah menyingkiri akibatnya Dialektika yang materialistis dalam Ilmu Bukti, apalagi susahnya dalam Ilmu Masyarakat.




BAB V DIALEKTIKA




Pasal 1 : TIMBULNYA PERSOALAN DIALEKTIKA




Sampai sekarang kita melayani perkara yang terutama berhubungan dengan Logika, Ilmu Berpikir. Semua pertayaan yang dimajukan bolah dijawab dengan ya atau tidak. Syahdan menurut Logika, ya, bukan berarti tidak. Dan tidak itu sama sekali tidak, bukan berarti iya.




Dalam Geometri & Co dan Ilmu Alam & Co, yang sudah kita uraikan dahulu, kita mengadakan semua pertanyaan yang boleh dijawab ya atau tidak. Dalam biologi kita sudah sedikit meraba pertanyaan yang tiada bisa diputuskan dengan jawab ya dan tidak semata-mata, tetapi, kita tinggal meraba-raba saja dan segera menarik tangan kita kembali.




Sekarang sudah sampai waktunya buat memeriksa pertanyaan yang tiada bisa lagi dijawab dengan ya atau tidak. Sekarang sudah sampai tempohnya buat memeriksa pertanyaan yang tiada bisa diselesaikan oleh Logika. Pertanyaan yang tiada bisa lagi diselesaikan oleh Logika itu, adalah bermacam-macam, masing-masing mengandung salah satu atau beberapa perkara yang dibawah ini.




Bagian 1. TEMPO




Pertanyaan umpamanya, apakah Edison bodoh atau pandai tiadalah bisa dijawab dengan pasti menurut Logika saja, dengan ya atau tidak begitu saja. Kita tahu, ketika berumur 6 tahun, Thomas Edison diusir pulang oleh gurunya karena bodoh. Tapi seluruh dunia sekarang mengetauhi pula bahwa Thomas Edison yang akil balig, betul-betul mencahayai dunia kita dnegan hasil otaknya yang gilang gemilang itu.




Teranglah disini Sang Tempoh mengubah Thomas dari murid yang goblok menjadi satu genius (maha cerdas) yang akan tetapdapat kehormatan sejarah dalam dunia seperti Farady, Ohm, Ampire dan kawannya yang lain dalam ilmu L i s t e r i k. Kita diajar disekolah menengah, bahwa "titik” kalau ditarik teurs akan menjadi garis dan garis ditarik terus akan menjadi bidang dan bidang yang ditarik terus akan menjadi badan. Semua pekerjaan ini memakai tempoh. Kita perlu memakai tempoh buat mengubah titik menjadi garis atau garis menjadi bidang dan akhirnya bidang jadi badan. Kalau sudah cukup memakai tmpoh, kita bisa menjawab mana titik mana garis, mana garis dan mana bidang, mana bidang dan mana banda. Tetapi pada saat dimana titik belum menjadi garis, garis belum menjadi bidang dsb, kita tidak bisa jawab apakah ini titik atau garis dst. Garis atau bidang.




Dalam ilmu alam kita mengetahui bahwa, air kalau dipanaskan sesudah beberapa lamanya, hilang menjadi uap. Dalam hal ini kita tahu benar, mana yang air, mana yang uap. Tetapi ada saatnya, dimana kita tak bisa menjawab apakah ia itu masih air atau sudah menjadi uap.




Dalam kehidupan sehari-haripun, kita berjumpa dengan bermacam-macam pertanyaan yang tiada bisa diputuskan dengan ya dan tidak saja, kalau sang Tempoh campur. Mudah mengatakan orang itu tua, kalau memang sudah hampir atau lebih seratus tahun umurnya, bermata kabur, berambut putih dan bertelinga pekak dsb, atau masih bayi, kalau berumur tiga atau empat bulan. Tetapi jawablah dengan ya atau tidak tua kalau seseorang tetap kuat berupa muda, walaupun umpamanya sudah kira-kira 50 tahun.




Adalah saatnya dimana kita semua machluk bernyawa ini, seorang dokter yang pintarpun, tak bisa menjawab dengan pasti bahwa kita sudah mati atau masih hidup.




Jadi jikalau pertanyaan itu dicampuri oleh tempoh dimana campur perkara timbul dan hilng, hidup dan mati, disinilah Logika semata-mata menjadi gagal.




Bagian 2. BERKENA-KENAAN, BERSELUK-BELUK




Kia masih ingat bagaimana perbedaan besar diantara dua Biolog besar, menghampiri persoalan tentang Tumbuhan dan Hewan. Lenxeus menganggap tiap jenis (specie) baik Tumbuhan ataupun Hewan, sebagai beridri sendirinya, tunggal. Tak berkenan dan tak ada seluk-beluknya dengan jenis lain. Sedangkan Darwin menganggap sebaliknya, satu sama lain tak bisa dipisahkan, dipancirkan sendirinya. Lenxeus mengganggap masing-masing jenis, sebagai barang yang tetap yang pada satu saat dibuat yang Maha Kuasa. Sedangkan Darwin menganggap masing-masingnya jenis itu berubah ssudah beberapa lama disebabkan oleh Pilihan Alam (Natural Selection). Lenxeus berpendapat bahwa masing-masing jenis mesti diperiksa satu persatunya, terpancir sama sekali dari jenis yang lain-lain. Sebaliknya Darwin memeriksa peralamankan masing-masing jenis dengan seketikapun tak melupakan perkenaan dan seluk-beluknya jenis itu dnegan jenis yang lain.




Lenxeus setia ada Logika : Hewan ini masuk jenis ini, bukan jenis itu. Kodok ini tak ada seluk-beluk dan perkenannya dnegan burung dan seterusnya.




Darwin setia pada Logika, dimana Logika bisa berlaku. Tetapi meninggalkan Logika, kalau Logika tiada berdaya lagi : ini jenis berkenaan dengan itu, seluk-beluk dengan itu, bukan ini atau itu saja. Kodok berkenaan betul dengan burung. Perbandingkanlah tengkorak, tulang-belulang, hati, jantung, dan sebagainya diantara kedua jenis itu. Perhatikanlah tulang belulang dan sekalian anggota Hewan dan cacing sampai ke Manusia. Tiadalah tuan menjumpai seluk beluk, perkenaan satu sama lainnya ?




Perhatikanlah jenis Hewan di Papua yang berada diantara binatang yang melahirkan anak hidup-hidup, dengan burung yakni binatang yang bertelur, tetapi menyusukan anaknya. Di Amerika Selatan ada barang setengah Tumbuhan dan setengah Hewan yakni Tumbuhan yang bisa menangkap mangsanya. Dalam laut ada barang setengah benda setengah Tumbuhan.




Hasil pekerjaan Lenxeus, ialah mencadangkan satu system (tata) tumbuhan dan Hewan mati, yang dipelajari oleh pengikut Logika saja terutama pengikut Logika Mystika. Sedangkan teori Darwin menjadi pedoman bekerja buat ahli kebun dan ahli hewan yang tak putus mencangkokkan tanaman dan memilih yang baik, membuang yang buruk, baik Tumbuhan ataupun tampang Hewan, sehinga makin lama, kita mendapat bunga yang lebih harum, buah yang lebih lezat dan hewan yang lebih tegap, kuat, gemuk, berfaedah dan kembang biak.




Bagian 3 PERTENTANGAN




Pada Matematika dan Ilmu Alam rendahan, ya dan tidak itu tak langsung berupa pertentangan yang terang, melainkan mula-mula berupa timbul atau hilang. Baru pada keuda perkataan timbul dan hilang ini (weden und vergehen) kata Engels, dia berupa pertentangan. Tetapi pada Ilmu Masyarakat berdasarkan Komunisme, ya dan tidak itu langsung dan nyata berdasarkan pertentangan.




Pencaharian Arab didaerah tempat saya menulis Madilog ini, yakni daerah Jakarta, terutama sekali memperbungakan uang umum dipasar-pasar dipinjamkan Arab pada Indonesia R 1,- dengan bunga 5 sen sehari.




Berupa kecil, tetapi menurut perhitungan Matematika bunga semacam itu dan 1,825% setahun. Ini menurut Logika, menurut hitungan bunga berbunga pula (samengestelde interest). Dengan kerja semacam itu dari turunan keterurunan, mereka menjadi kaya, ada kaya raya mempunyai tanah dan rumah. Tentutlah bukan satu kali hal yang kita tuliskan




dibawah ini sebagai contoh, yang terjadi semenjak bangsa ini meninggalkan Tanah Suci dan mencemarkan kaki pada tanah kita yang dianggap tidak suci ini.




Sebagai misal : Seorang tuan tanah Arab, kita namakan saja Halal bin Fulus, sudah lama meminjamkan uang pada seorang petani Indonesia. Petani menanggungkan tanah dan rumahnya atas pinjaman itu. Dia tak bisa melunaskan hutangnya, sebaliknya membeli makanan dan pakaian dan membayar pajak pada pemertintah Belanda saja, sebetulnya tak bisa ditutup dengan hasil tanahnya yang sebidang kecil itu. Keperluan luar biasa pada umat Islam, seperti menyunat dan mengawinkan anak dan merayakan Hari Besar Islam, Lebaran, menuntut ongkos luar biasa yang bagaimana juga rajinnya dia bekerja tak bisa dipenuhi lagi. Terpaksa ia meminjam uang lagi kepada tuan Halal bin Fulus dari Tanah Suci yang seagama dengan dia. Melunaskan hutang dan bunganya yang makin lama bertambah-tambah itu. Tuan Halal bin Fulus tahu pula akan sifatnya petani Indonesia, het zachte volk der aarde, itu bangsa yang semanis-manisnya. Gula Arabpun manis, dan tuan Fulus tak keberatan melebihi harga tanggungan. Tetapi pada satu ketika harga tanah pekarangan dan rumah petani sampai menjadi kurang atau hampir saja dengan hutang bunganya. Disini tuan Fulus baru sekarang petani ada semacam tikus didalam cengkeraman kucing. Seagama atau tidak, dengan manis atau suara keras, namun hutang mesti dibayar.




Kalau kebetulan petenai ada mempunyai anak perawan yang cocok sama perasaan tuan Fulus, suka atau tak suka si perawan, karena petani kebuntuan jalan, perkara hutang mungkin dihabiskan dengan perdamaian diantara tuan Fulus dengan pentai Indonesia berdua saja. Tetapi kalau petani kebetulan punya anak bujang saja, atau kalau ada perawan yang cantik tetapi jika si ayah meskipun kemauan anaknya yang tak mau dikawinkan dengan tuan Fulus yang sudah tua dan beberapa kali kawin itu, maka disini timbullah percekcokan. Tuan Halal bin Fulus kita andaikan marah dan pergi mengadu ke Pengadilan.




Perkara diperiksa. Kalua perlu tuan Fulus mencari advokad yang pintar; arief bisaksana, yang tentu akan berusaha keras, menurut nilai pembayarannya. Dalam 99 diantara 100 perkara semcam itu, tentulah tuan Halal bin Fulus berasal dari tanah Suci, yang menang. Petani yang tak kuasa membeli beras atau sehelai pakaian buat anak bini masa Lebaran, kalau tak meminjam lebih dahulu pada tuan Fulus, manakah bisa bayar advokat. Pengadilan umpamanya memutuskan, bahwa si-tani mesti menjual tanah, pekarangan, rumah dan perabotan kalau ada ; sapi atau ayampun kalau ada, buat membayar hutangnya.




Sedikit kepanjangan buat cotoh, tetapi kependekan buat hal yang banyak sekali terjadi di pulau Jawa dan penting buat kehidupan orang Indonesia.




Sekarang kita bertanya : Adilkah putusan Hakim Pengadilan tadi ?




Inilah salah satu dari pertanyaan yang tiada boleh dijawab dengan ya, dan tidak saja. Karena pertanyaan itu berkenaan dengan perkara yang berhubungan dengan masyarakat yang bertentangan diantara : Yang berpunya dengan Tak berpunya.




Tuan Fulus Muslimin yang Berpunya, sebagian besar dari kaum Ulama da Pemerintah berdasar "kepunyaan sendiri”, tentulah 100 % membenarkan putusan itu. Petani berhutang dan hutang mesti dibayar. Ini cocok dengan smua Undang kemodalan dan cocok dengan semua Agama.




Sebalinya filsafat kaum Tak Berpunya atau Undang kaum Tak berpunya (dimana kaum Tak berpunya menguasai




Negara) 100 % pula akan memutuskan bahwa putusan Hakim "tidak” adil.




Kalau penulis ini umpamanya berkuasa mengambil putusan, maka penulis akan menyuruh pilih saja satu dari dua putusan. Pertama, karena tuan Halal bin Fulus bukan bangsa Indonesia, supaya pulang kembali ke Tanah Suci denga ndiizinkan membawa sekedarnya dari harta bendanya, atau kedua : boleh tinggal disini, tetapi mesti mengembalikan semua hartanya pada Negara Indonesia. Dalam hal kedua dia lebih dahulu mesti dijadikan "manusia yang berguna buat masyarakat Indonesia”, yaitu dnegan menukar dia sebagai paraciet, shylock, lintah-darat, menjadi "pekerja” sekurangnya 13 tahun. Sesudah itu baru boleh diterima menjadi penduduk yang sama haknya dnegan "pekerja” yang lain-lain.




Pendeknya dalam perkara diantara dua pokok yang bertentangan, kita tidak bisa menjawab dengan ya atau tidak (benar atau salah, adil atau dhalim), seblum kita mengambil pendirian, mengambil penjuru dari mana kita mesti memandang, point of view. Apa yang dipandang adil dari satu pihak, berarti tak adil dipandang dari pihak yang lain, dan sebaliknya. Sebab itu kita mesti lebih dahulu berpihak pada yang lain, atau sebaliknya inilah artinya menentukan POINT OF VIEW.




Dari salah satu sudut barulah kita bisa memandang dan memutuskan ya atau tidak.




Bagian 4 GERAKAN




Satu bola, berguling, bergerak, pada satu saat kita bertanya : Apakah bola ini pada saat ini disini atau tidak disini ? Inilah pertanyaan yang tiada boleh dijawab dengan ya atau tidak saja. Dari sinilah timbulnya Dialektika, yang juga




pernah dinamakan Ilmu Berpikir dalam Gerakan. Dalam hal semcam ini kita mesti menjawab ya dan tidak. Bukan saja




ya atau hanya tidak, tetapi ya dan tidak keduanya. sebab kalau kita jawab ya maka hal in ibertentangan dengan keadaan bola yang bergerak. Bola yang bergerak tentulah tidak disini lagi. Kalau sebaliknya kita jawab tidak, maka hal ini mesti bertentangan dengan pertanyaan kita sendiri. Karena kita bertanya, apakah pada saat ini boleh itu ada disini, dan memang ada disini.




Jadi dalam semua benda yan gbergerak, kita mesti memakai Dialektika. Kita mesti ketahui, bahwa semua benda didunia ini tak ada yang tetap, semuanya berubah, bergerak. Tumbuhan muncul dari bijinya, tumbuh, berbuah, dan mati, zatnya kembali ketanah, keair dan keudara. Hewan lahir, tumbuh, beranak, tua, mati dan zatnya kembali ketanah. Logam berkarat dan luntur. Bintang yang sebesar-besarnya bergerak pada sumbunya sendiri.




Bumi bergerak mengelilingi Bintang, ialah Matahari. Atom yang kecil itupun tiadalah tetap, melainkan bergerak juga. Begitu juga kodrat, berubah bentuknya dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Sekarang kodart itu berupa panas, nanti dia berupa sinar, sebentar lagi bertukar berupa cahaya. Sekarang kodrat itu tersembunyi dalam air, nanti dalam uap. Disini kodrat panas atau sinar tersembunyi dalam listerik, disana pada benda menyala. Begitulah seterusnya, seperti kata Engels, saya ingat dalam Anti Duhring : seluruhnya Gerakan Alam itu boleh diickhtiarkan dengan "peralihan” kodrat yang tiada putus-putusnya dari satu bentuk ke bentuk yang lain”. Banyak sekali pemikir mengichtisarkan Alam kita ini dengan : "Matter in move”, benda bergerak, karena gerakanlah yang jadi sifat benda yang terutama, maka Dialektikalah Hukum Berpikir yang terutama sekali.




Pada empat perkara tsb, diataslah timbulnya persoalan Dialektika. Kalau dipandang dari penjuru tempoh, maka Dialektika itu boleh juga kita namai Ilmu Berpikir Berlainan, yaitu dalam hal berpikir yang memperhatikan tempoh dimasa sesuatu benda, tumbuh dan hilang, hidup dan mati. Kalau dipandang dari penjuru kena-mengena dan seluk- beluknya sesuatu benda dnegan benda lain, maka Dialektika tadi boleh pula dikatakan Ilmu Berpikira yang dalam hal kena-mengena, dalam hal berseluk-beluk (verkettung und Zusammenhang, kata Engels), bukan sndirinya. Sering sekali Dialektika dinamai Ilmu Berpikir pertentangan. Dan seperti sudah kita katakan diatas juga pernah dinamai Ilmu Berpikir dalam Gerakan. Kata Engels juga kita mesti mempelajari suatu benda dengan memperhatikan "pertentangannya, kena-mengenanya serta seluk-beluknya, pergerakannya, tumbuh dan hilangnya”.




Pasal 2 DIALEKTIKA DAN LOGIKA




Bilakah dipakai Dialektika dan bilakah dipakai Logika ?




Sunggupun Dialektika yang terutama menguasai daerah kita berpikir, tiadalah ini berarti, bahwa Logika tiada berguna sama sekali.




Disini belum tempatnya buat menguraikan Logika, tetapi kita tiada pula asing lagi sama Logika itu. Cara yag kita kemukakan yang dipakai dalam Ilmu Alam ialah cara yang diutamakan dalam Logika. Kita masih ingat yang cara tiga itu, yakni Induction, Deduction, dan Verivication, seperti yang sudah ktia terangkan dahulu. Tiga cara ini ada perkenannya dengan 3 cara yang dipakai dalam Matematika, ialah Synthetic, Analytic dan ad Absurdum. Demikianlah kita sudah berkenalan dengan Logika itu.




Buat menjawab pertanyaan diatas, tiadalah perlu kita lebih dahulu menguraikan Logika yang lebar dan dalam. Sambil mengingat yang sudah-sudah, cukuplah kalau kita majukan disini sifat Logika yang terutama dan bertentangan dengan sifat Dialektika. Juga perkara ini tidak asing lagi. Sudah kita uraikan bahwa menurut Logika ya itu ya dan ya itu bukan tidak. Cuma bentuk yang tiada dipakai dalam buku Logika bukan bentuk yan gkita majukan begitu, walaupun maknanya sama. Bentuk yang lazim dipakai buat menggambarkan Logika, yakni 1. A = A ; A bukan Non A (tidak A). Jadi Hukum berpikir yang berbentuk A bukan Non A itu, sama maknanya dengan ya itu bukan tidak. Dalam buku Logika juga sering dikatakan "sesuatu barang bukanlah lawannya barang itu”, "a thing is not its opposite”.




Tetapi diatas telah diterangkan, bahwa sesuatu barang itu boleh lawannya barang itu, A itu boleh Non A, ya itu boleh berarti tidak ; bola bergerak itu pada satu saat boleh disini dan tak disini. Pada satu saat orang itu boleh hidup dan mati. Pada satu waktu air tiu boleh air atau uap, dsb.




Bagaimana kita bisa damaikan kedua Hukum Berpikir yang berlawanan satu sama lainnya itu ? Atau tiadakah mereka bisa didamaikan, sehingga kalau yang satu hidup yang lainnya mesti mati ? Kalau yang satu dipakai yang lain mesti dibuang ?




Atau bolehkah masing-masing kita beri daerahnya, sehingga kita bisa mengatakan bahwa pada daerah ini kita pakai terutama Dialektika, dan pada daerah itu kita pakai terutama Logika ?




Memang kita bisa menentukan daerah masing-masing dan pada daerah masing-masing berkuasa salah satunya Hukum Berpikir itu. Tetapi tiadalah masing-masing berkuasa dengan sewenang-wenang, melainkan mengakui kekuasaan pihak yang lain dan berseluk-beluk juga dengan yang lain itu.




Bahwasanya dalam Ilmu Gerakan sendiri, yakni dalam Ilmu Kodrat sebenarnya dalam Mechanikal timbul Dialektika. Disinilah Dialektika mempunyai daerah yang luas sekali. Ilmu benda berhenti masuk ek daerah Statics. Pada benda yang berhenti yang boleh diperamati dengan tenang ini, berkuasa sekali Logika.




A= A dan A bukan Non A.




Seperti pada uraian dahulu kita sudah perlihatkan, bahwa pada Matematika dan Ilmu Alam renahan dan tengah, besar sekali kekausaannya Logika. Sedangkan pada Matematika dan Ilmu Alam tertinggi, ktia terutama mesti lari pada Dialektika.




Pemikir logika yang sering dimajukan oleh plechanoff, sebelum bercerai, adalah guru dan kawan separtainya Lenin, ialah Ueberweg. Memang Ueberweg jita sekali mendifinisikan Logika, sesudah Ilmu ini dia bandingkan dengan Dialektika. Kata Ueberweg : Pertanyaan yang pasti dan berpengertian pasti apakah satu sifat termasuk pada satu benda, mesti dijawab dengan ya atau tidak.




Marilah kita ambil satu misal ubat menterjemahkan definisi Ueberweg ini. dihadapan kita ada satu kotak. Kotak itu seperti biasa mempunyai enam (6) sisi. Sisi depan dan belakang dicat putih, serta sisi kiri dan kanan dicat hitam. Kalau kita mesti bertanyaa menurut Ueberweg, kita mesti menyusun persoalan kita seperti dibawah ini :




Apakah warna kotak ini, kalau dipandang dari muka ? jawab putih. Kalau dipandang dari sisi kiri ? Jawab hitam. Dengan begitu pertanyaan kita adalah pasti. Ktia tanyakan waranya kotak kalau dipandang dari satu pihak, bukan




warna seluruhnya kotak itu, hanya warna sebagiannya dari kotak tadi. Jawabnya yaitu putih juga pasti, karena putih bukan hitam (A = A dan A bukan Non A).




Dengan begitu kita memenuhi definisi Ueberweg seperti diatas. Warna kotak kalau dipandang dari muka, jadi sebagian kotak adalah putih bukan hitam.




Kalau pertanyaan itu emsti disusun buat seluruhnya kotak dan cocok pula dengan definisi Ueberweg, kita mesti susun : Apakah warna seluruh kotak itu kalau kita pandang dari sudut ? Disini Ueberweg gagal. Dia tidak bisa menjawab secara Dialektika, sebab disini kita bertemu dengan perkara yang berseluk-beluk. Pertanyaan seperti ini kita mesti jawab dnegan putih dan hitam, ialah putih dan tak putih A dan Non A. Jawabnya kembar, tak bisa dipisahkan.




Tetapi Ueberweg juga cerdik dan bukan keras kepala. Pada etmpat lain, sesudah berpengalaman lebih banyak, dia juga terangkan kira-kira : Kalau bertemu perkara yang simple, mudah, kita mesti pakai Logika, tetapi kalau berjumpakan yang sulit, complex, kita mesti pakai perpaudan dari dua pertentangan. Dia tiada menyatakan Dialaektika, melainkan perpaudan dua pertentangan, ialah perpaduan putihdan hitam, A dan Non A yang menurut definisi Ueberweg bermula, tiada boleh terjadi.




Begitu juga dalam perkara yang termasuk ekdalam daerah pertentangan, mak akita lebih dahulu mesti tentukan Dialektika dan Logika masing-masingnya. Kalau ditanya dengan pasti, bagaimanakah putusan Hakim terhadap tuan Halal bin Fulus dengan petani tadi, kalau dipandang dari pihak Kaum Berpunya, maka kita boleh jawab dengan pasti : ya. Kalau sebaliknya ditanya dengan pasti pula, apakah putusan itu, kalau dipandang dari pihak Kaum Tak Berpunya, ktia juga bisa jawab dengan pasti pula : tidak. Kedua jawab itu pasti, cocok dengan Logika : ya itu ya ; tidak itu tidak; ya bukan tidak. (A = A ; A itu bukan Non A). Jadi dalam daerah yang pasti ini, ialah dalam daerah salah satu pihak diantara dua pihak yang bertentangan, maka kita boleh menjalankan Logika.




Tetapi dalam bulatnya, abstraknya, pertanyaan tadi sudah tak bisa lagi diselesaikan dengan Logika. Kita mesti lari kepada Dialektika. Jadi kalau kita bertanya bulatnya saja, apakah putusan Hakim tadi adil, maka tiadalah lagi bisa diajwab denga nya atau tidak saja. Kita mesti jawab dengan ya dan tidak, dengan A dan non A, kembar. Satu penjawab berdarah Dialektika, walaupun belum dapat latihan Dialektika, jug amenjawab pertanyaan semacam itu dengan pertanyaan pula. Dia bertanya dipandang dari pihak manakah adil atau tidaknya ? dalam pertanyaan yang semacam ini, sudah terkandung jawab yang pasti pula.




Buat penglaksanaan penghabisan, kita ambil perkara yang berkenaan dnegan tempoh. Memang tempoh penting dalam smua persoalan. Bukan saja Scientist yang tajam, tetapi juga Strategist, ahli perang, yang maha tangkas dan Diplomat yang piawai (ulung) tiada boleh melupakan Sang Tempoh. Buat contoh tiadalah perlu kita panggil kesini Strategis ataupun Diplomat.




Marilah kita ambil barang biasa saja, seperti air. Ktia tahu air dapat memutar roda kincirnya orang Minangkabau, tetapi air saja berapapun kuatnya dialirkan, tak bisa memutar roda Lokomotif yang berat itu yang mesti menarik sepuluh atau lbeih gerobak penuh muataan pula. Air itu emsti dimasak dahulu dalam ketelnya Lokomotif tadi, sampai jadi uap. Uap ini dengan memaai kecerdikan tehnik bisa memutar roda tadi terus-menerus, dari Jakarta sampai ke Surabaya, kalau perlu sepuluh kali lebih jauh. Jadi uap yang memutar roda Lokomotif tadi bukan air, walaupun uap tadi berasal dari air, dan air ini kalau dimasak cukup lama, jadi cukup membiarkan Sang Tempoh bekerja, akan jadi air uap. Sekarang kaan ktia pakai kunci-Ueberweg buat menyelesaiakn persoalan yang pasti seperti berikut : Bisakah air memutar roda lokomotif ? kita jawab dnegan pasti, tidak. Kalau sebaliknya ditanya dengan pasti juga : bisakah uap keluar dari ketel lokomotif kita tadi, yakni kalau cukup banyak, memutar rodanya ? Kita jawab dengan pasti pula, bisa (kalau lokomotif rusak tentu jawabnya pula rusak !). tetapi pada saat Sang Tempoh, dimasa Sang Tempoh belum lagi berkesempatan menjalankan kewajibannya pada saat, dimasa air tadi sedang bertukar jadi uap, di masa sebagian air sedang jadi uap, dan uap masih lekat padaair, pada saat dimasa panasnya air tepat 100 º, disini Ueberweg gagal.




Kalau kita pakai Kunci-Ueberweg dan bertanya : Bisakah uap ktia semacam ini memutar roda lokomotif, kita tidak bisa jawab denga nya atau tidak saja, tetapi kita pakai Kunci-Dialektika dengan menyelesaikan jawabanya dnegan ya dan tidak, kebar. Tidak bisa yakni pada saat ini, pada satu saat, persis, tepat pada panasnya air 100 º. Pada saat ini Sang Tempoh belum beres lagi kerjanya dan Sang Lokomotif masih mendesus-desus, seperti naga marah, dan Bung Masinis masih menunggu dnegan sabar. Tetapi belum habis perkataan tidak bisa tadi dikeluarkan dari mulut si penjawab, roda lokomotif sudah bergerak, seolah-olah membatalakn jawab tak bisa tadi dengan perkataan bisa. Jadi pada saat panas air persis, tepat 100 º tadi (umpamanya saja) jawab pertanyaan kita mesti bisa dan tak bisa, ya dan tidak, kembar, berpadu. Pada saat ini berkuasalah Dialektika : A = Non A.




Penjawab yang berdarah Dialektika walaupun belum lathian juga tiada meluapkan tempoh dalam perkara yang berkenaan dengan tempoh. Pertanyaan : Bisakah uap air dimasak memutar lokomotif, akan dijawabnya dengan pertanyaan pula ; sesudah berapa lama ? Sesudah Sang Tempoh dipastikan, barulah bisa dipastikan ya atau tidaknya. Pada daerah inilah berlaku Hukum Logika A = A ; A bukan Non A




Pasal 3 DIALETIKA IDEALISTIS DAN DIALEKTIKA MATERIALISTIS




Dahulu sudah kita sebutkan dua jenis Dialektika. Juga sudah kita cantumkan sifat yang terutama dari kedua jenis itu. Yang pertama berdasarkan Idee, pikiran belaka, impian belaka. Yang dibelakang berdasrakan benda. Yang pertama dimonopoli oleh kaum yang memonopoli kekuasaan, harta dan kecerdikan. Yang kedua memonopoli tindasan, kemiskinan dan kegelapan.




Yang diakui sebagai Ahli Dialektika berdasarkan pikiran pada Zaman Baru, ialah Hegel. Nama, arti dan cara Dialektika itu memang sudah tidak asing lagi pada zaman Yunani : tetapi di tangan Hegel, makna dan bentuknya sudah berlainan. ARIESTOTELES, HERACLIT dan DEMOCRIT yang digelari si Sgelap, sebab mulanya orang tak mengerti uraian yang dalam dan dialetis itu, banyak memakai perkara itu. Diantara pemikir Timur, baik di India ataupun di Tiongkok, ada juga yang sudah cakap memakai senjata berpikir ini.Tetapi sudah tentu, berdasarkan kegaiban semata-mata. Hegel menyandarkan nama dan pengertian Dialektika itu pada kata diaglogue, soal jawab, terutama dalam persoalan filsafat. Soal jawab dalam persoalan tentang Hidup dan Alam, Life and Universe. Kuno Fischer yang dikutip oleh Plechanoff dalam buku "beberapa dasarnya Marxisme” berkata kira-kira : "Dengan bertambahnya umur dan pengalaman, maka pengetahuan manusia tentanga Hidup dan Alam, bertambah-tambat seperti pengetahuan dua pihak pada satu soal-jawab yang hangat dan berguna.




Soal jawab yang hangat dan berguna, yang emanmbah pengetahuan kedua belah pihak inilah dialogue. Semacam inilah yang tergambar diotak manusia, yang dinamai DIALEKTIKA.




DIALEKTIKA ditangan Hegel, pada abad ke XIX, dimana Science, Tehnik dan Kesenian, jauh berbeda dengan kebudayaan Yunani + 2.400 tahun dahulu, atau dengan Timur, sudahlah tentu lebih kaya dan lebih tersusun dari pada DIALEKTIKA Yunani atau Timur Asli itu.




Apakah perbedaan dan persamaan Dialektika Hegel & Co dan Marx-Engels & Co. Saya ingat ubkunya ialah LOGIKA JILID I, tetapi saya lupa halamannya, dimana Hegel mendefinisikan Dialektika yang kalau di-Indonesiakan berbunyi kira-kira : Yang kita namakan Dialektika ialah gerakan pikiran, dimana yang seolah-olah tercerai itu, sendirinya oleh sifat sendiri, yang satu memasuki yang lain, dan dengan begitu membatalkan perceraian itu.




Pertama, Dialektika itu masuk jenis gerakan pikiran, geistiche bewegung. Buat Marx, Dialektika itu bukanlah semata- mata gerakan pikiran, melainkan Hukum dari Wirkliche Logik der wirkliche gegenstande, Hukum berpikir sebenarnya, teentang benda sebenarnya. Kata Engels juga berulang-ulang : Bayangan gerakan "benda sebenarnya” dalam otak kita, otak kita itu seolah-olah cermin membayangkan gerakan benda tadi. Atau pikiran kita menterjemahkan gerakan di luar itu dengan bahasanya sendiri.




Jadi perbedaan terutama diantara Dialektika Marx-Engels & Co dan gurunya Hegel, ialah : Hegel menganggap gerakan pikiran itu sebagai gerakan idee semata-mata (janganlah dilupakan absoluut Idee, Maha Rohani dari Hegel), sedangkan Marx dan Engels menganggap otak itu seolah-olah cermin yang membayangkan gerakan benda sebenarnya yang ada diluar otak kita.




Dalam perbedaan diantara kedua jenis Dialektika, adalah pula persamaan. Kedua pihak berdiri atas gerakan, bukan pada ketetapan.




Kedua yang seolah-olah tercerai itu, menurut Hegel oleh sifatnya sndiri, yang satu memasuki yang lain, dan getrennt scheinende, durch sich selbst, durch das, was sich sind in einander ubergehen.




Jadi "adil” itu adanya, karena ada "dhalim”, ya itu berkenaan dengan tidak. Keduanya berseluk-beluk, yang satu mengenai yang lain. Oleh karena adil dan dhalim tadi kena-mengenai, masuk-memasuki, maka perceraian tadi terbatas, yang berupa bercerai tadi, jadi berpadu. A jadi Non A ; ya itu padu dengan tidak.




Pergerakan adil dan dhalim dalam otak ktia semacam itu, juga diakui oleh Marx dan Engels. Disini juga ada persamaan : Kedua pengertian yang berupa terpisah itu, sebetulnya bisa berpadu. Tetapi oleh Marx dan Engels perpaduanitu dianggap sebagai hasil perjuangan dua benda yang nyata, ialah dua klas dalam masyarakat. Perpaduan itu bukan terjadi dengan damai, seperti diterjemahkan kebanyakan pengikut Hegel sendiri. Hegel senidiri seperti sudah dinyatakan, revolusioner terhadap kaum Ningrat, tetapi reaksioner tehradap kaum Tak Berpunya.




Perpaduan itu ialah sebagai hasil perjuangan, menurut Engels, sebagi hasil yang lebih tinggi derajatnya dair yang sudah, sebagai positive Result.




"Negation der Negation” dari Hegel sendiri "pembatalan dari Kebatalan” jug amempunyai derajat yang lebih tinggi dari thesis atau anti-thesis sendiri-sendirinya. Tetapi pembatalan kebatalan ini buat Hegel semata-mata berdasarkan pikiran. Sedangkan buat Marx-Engels yaitu berdasarkan benda.




Barangkali Thalheimer, yang pada masa belum ada perpecahaan Stalin-Trotsky dalam kalangan Komintern sebagai ahli Komunis Jerman yang terkemuka, dalam salah satu tulisan, mendefinisikan : Dialektika itu, bukanlah saja berbentuk Ilmu Berpikir, yakni Ilmu tentang Undangnya Gerakan Pikiran, tetapi juga Ilmu dari Undangnya Alam dan Sejarah Bergerak. Yang dibelakang inilah, yang pertama dan dimukalah, yang kedua.




Definisi ini cocok dnegan Engels, bahwa undang gerakan Alam dan sejarah itu, ialah yang pertama itu, terbayang diotak kita, seperti terbayang pada cermin.




Oleh karena berbeda dasar yang dipakai kedua pihak pemikir Dialektika itu (Hegel kontra Marx-Engels), yan gsatu berdasarkan Idealisme, yang lain berdasrakan Materialisme, maka berbeda pula kedua pihak menterjemahkan kebenaran yang terkndung dalam beberapa kalimat dibawah ini :




1. Hegel : Dialektika sama dengan Metaphysika, Ilmu gaib. >>Dialektika Materialis : Dialetika itu berdasrakan Hukum Gerakan Gerakan Benda sebenarnya dalam alam.




2. Hegel : Absolute Idee ialah pembikin Benda yang nyata..>> Dialektika Materialis : Absolute Idee itu adalah satu abstraksion, satu perpisahan (impian dari gerakan dimana keadaan dan batasnya benda, ditentukan.




3. Hegel : Keadaan maju,s esudah diketahui pertentangan dan penyelesaian pertentangan ini dalam pikiran.>> Dialektika Materialisme : Pertentangan dalam pikiran ialah bayangan dalam otak kita, satu terjemahan dari pikiran kita, tentang pertentangan dalam Alam, pertentangan benda dalam Alam ini, disebabkan pertentangan dasarnya. Dasarnya itu ialah gerakan.




4. Hegel : Kemajuan Idee, pikiran itu mengemudikan kemajuan benda.>> Dialektika Materialisme : Kemajuan benda itu menentukan kemjuan pikiran.Sedikit Keterangan.




1. Hegel menyamakan paduan Dialektika itu dengan Metaphisika. Ini bukan saja pendapatan Hegel, tetapi pendapatan semua pemikir kegaiban. Dialektika, ialah hukum Berpikir berdasrakan pertentangan atas gerakan itu, asalnya dari dan berpadu dengan Rohani, dengan Yang Maha Kuasa.




LOGOS-nya Plato.




Buat ahli Dialektika yang berdasarkan Benda, Hukum Berpikir pertentangan yang mengandung seluk-beluk, tempoh dan gerakan itu tiada lain, melainkan Hukum Gerakan Benda pada Alam kita yang membayang pada otak manusia, sepeti benda membayang pada cermin.




2. Hegel memulangkan semua benda yang nyata itu pada Absolute Idee. Absolute Idee itulah yang emmbikinnya seperti Maha Dewa Rah menitahkan, memfirmankan semua Benda yang ada.




buat ahli Dialektika berdasrakan Benda, Absolute Ideenya Hegel itu tak lain, melainkan satu Abstraksi. Satu perimpian. Lebih tegas lagi satu pemisahan antara Benda dan Sifatnya, pemisahan Benda dan Pikiran, seperti dilakukan oleh David Hume. Pemisahan Benda dengan Gerakan inilah yang menentukan keadaan Benda. Semua Undang tentangan Gerakan yang membayang dalam otak manusia itulah yang diabstrakkan, dipisahkan dari Benda. Sebab satu-satunya orang itu fana, hidup dan mati, maka oleh Ahli Mystika dicarilah barang yang baka, tetap. Dari sinilah pemisahan abstraksi tadi berasal. Bukan asalnya dari Undang Gerakan Benda yang membayang pada otak kita, melainkan dari Absolute Idee, Rohani, Maha Kuasa, Maha Dewa, Maha Budha, dsb yang tak bergerak itu.




3. menurut, Hegel, maka kemajuan masyarakat kita ini berasal dari kemajuan pikiran semata-mata. Pikiran kita ini berjumpakan pertentangan dalam otak, umpamanya adil dan lalim. Dalam bahasa Hegel ini berupa thesis dan anti- thesis, adil dan anti-adil ialah lalim. Pertentangan ini diselesaikan dalam otak, dengan mendapatkan pengertian baru sebagai synthesis, yakni peleburan dari theisi dan anti-thesisi. Kita misalkan saja peleburan, synthesis itu "Kemakmuran bersama”. Pengertian "Kemakmuran Bersama”, yakni hasil pikiran yang didapat dalam otak ini, askhirnya memajukan benda, memajukan politik, ekonomi, didikan dan tehnik, pesawat dari masyarakat.




Menurut ahli Dialektika yang berdasarkan benda, kejadian itu berlaku sebaliknya. Bukan mulanya berlaku dalam otak semata-mata, melainkan permulaan dalam masyarakat. Pertentangan dalam Masyarakat itu diantara yang Berpunya dengan Tak Berpunya, dipertajam oleh pesawat yang pesat majunya. Kemajuan tehnik yang pesat itu menambah Kaya dan Kuasa, yang Kaya dan yang Kuasa dalam masyarakat. Sebaliknya menambah miskin dan lemahnya Kaum Tak Berpunya. Perpaduan baru, synthesis itu didapat dalam masyarakat juga. Synthesis, perpaduan baru itu berupa "Kepunyaan Bersama”, atas perkakas menghasilkan buat mendapat : "Kemakmuran Bersama”. Synthesis inilah yang membayang dalam otak. Akhirnya politik buat mendatangkan Masyarakat Baru berdasarkan "Kepunyaan Bersama” buat "Kemakmuran Bersama” inilah yang mengemudikan klas Tak Berpunya.




4. Menurut Hegel kemajuan pikiran itulah yang mendorong kemajuan Ilmu, seperti Ilmu Alam, Kodrat, Kimia, Politik, Ekonomi, Sejarah dan Masyarakat sendiri.




Contoh dengan tiga kesetaraan diatas, ahli Dialektika berdasarkan benda berpendapatan sebaliknya. Kemajuan dalam masyarkat disebabkan kemajuan pesawat itulah maka kecerdasan itu bertambah-tambah. Kalau kemajuan pesawat itu tak ada, maka otak seperti kepunyaan Aristoteles dan Demokrit, tak bisa melampaui batas yang sudah dicapai oleh kedua manusia luar biasa ini. pemikir besar di Timur seperti Budha Gautama, dikaki gunung Himalaya, Guru Kung didaera Sungai Kuning, Ibnu Resj di Granada dll, walaupun berapa cerdasr dibandingkan dengan orang dalam Tempoh dan Masyarakatnya, semuanya (terpatu pada) dibatasi oleh kemajuan pesawat dalam masyarakatnya. Otak cerdas semacam itu tentu akan mendapatkan hasil lain, kalau dilatih dan dilaksanakan dalam Zaman Listerik kita ini.




Cukuplah sampai disini keterangan.




Walaupun Hegel mendasarkan Dialektika itu pada Idee, pikiran tiadalah ia melupakan barang yang nyata. Tentu dia tiada bisa melupakan,s ebab sifat Dialektika, seperti didefinisikan Hegel sendiri, masuk-memasuki, kena-mengenai, in einander ubergeben : Yang berupa tercerai itu kena mengenai dan dengan begitu membatalkan perceraian.




Sebab itu, meskipun Absolute Idee tadi, Rohani tadi, yang membikin, yang nyata pada salah satu tempat Hegel berkata : Keadaan Ekonomi itu menjadi sebab, yang memakai pikiran sebagai perkakasnya. Jadi pada satu tingkat atau tempoh, keadaan Ekonomi tadi mengemudikan pikiran Manusia. Disini Hegel berjumpa dengan ahli Dialektika atas benda.




Sebab Hegel konsekwen, terus memakai "kena mengenai” dalam pertentangan itu, maka hasil pemeriksaannya selalu mengambil perhatian, Feurbach, jembatan antara Hegel dan Marx, sesudah melemparkan Idealisme Hegel, melemparkan pula Dialektika, kurang hasilnya, jayanya, dari bermula, ketika ia masih memakai Dialektika.




Pun Marx tak meninggalkan pengaruh dan kepentingan pikiran. Pada satu tempat dia juga akui kepentingan pikiran itu dengan : "Pada satu ketika pikiran itu menjadi kodrat yang berlaku atas keadan ekonomi”. Marx tak melupakan seluk-beluk, kena-mengena, pukul baliknya, antara pikiran dan benda, paham dan masyarakat. Bahwa Marx itu automatis, yakni Cuma memperhatikan pengaruh benda atas pikiran, tidak sebaliknya pikiran atas benda, ini datangnya dari Anti Marx, yang pernah membaca atau "Cuma” mendengarkan Materialisme "masa dahulu”.




Pasal 4 MATTER DAN IDEE




Apakah Matter dan apakah Idee itu dalam Dialektika ? Yang Matter, yang benda dalam Ilmu Bukti seperti dulu sudah kita katakan, yaitu yang mengenai pancaindera kita. Jadi yang nyata, yang boleh dilihat, didengar, dikecap, diraba, dicium. Yang idee, ialah bentuk pengertian atau pikiran kita tentang benda tadi dalam otak kita ! Benda adalah diluar otak kita dan pikiran itu sebagai bayangan dari benda tadi adalah dalam otak kita.




Dalam hal hari-hari mudahlah kita melaksanakan bayangan benda itu dalam otak. Bola itu berbentuk bulat dalam otak ktia. Salju mengandung pengertian putih dan dingin dalam pikiran kita. Kinine mengandung pengertian pahit. Keroncong mengandung pengertian bunyi yang merdu.




Tetapi berangsur-angsur terlaksanalah bayangan benda yang berhubngan dengan masyarakat dalam pikiran kita. Pertama : Apakah benda dalam masyarakat itu ? Apakah yang jadi condition, benda yang penting, jadi alat adanya buat ada dan terus adanya pikiran dalam otak kita itu ? (Dulu acapkali). Benda yang ditermine, artinya yang menentukan pikiran. Sekarang kata ditermine, menentukan itu, oleh ahli Dialektika dianggap amat mekanis, amat berupa mesti : berupa, kalau ada ini "sebab”, mesti ada itu kejadian, kalau tak ada itu "sebab”, maka tak timbul pula kejadian itu akibat. Disini "Rohani”, jadi berupa sebab dan "Jasmani” jadi bikinan. Ahli Dialektika sekarang memakai kata (nama pekerjaan) condition, artinya sebaagi alat yang penting saja.




Siapa yang pernah membaca karangan berdasarkan Dialektika, tentu sering bertemu dengan kalimat : Keadaan ekonomi itu jadi alat ada dan terus adanya pikiran itu. Jadi ekonomilah disini yang dianggap sebagai benda. Ekonomi itu adalah terdiri dari beberapa tiang, bagian penting, seperti : a. Produksi, penghasilan ; b. Distribusi.




1.Sifat khususnya bagian Bumi dan Iklim ;




2. Bentuknya pesawat ;




3. Keadaan Ekonomi ;




4. Klas yang memegang Politik Negara.




Keempat bagian inilah yang menjadi benda. Memang semuanya barang yang nyata. Keempat bagian inilah yang jadi alat buat adanya pikiran, paham atau pengertian tentang masyarakat itu.




Apakah pula yang jadi bagian penting dari pikiran dalam otak itu, sebagai bayangan dari benda masyarakat tadi ? Ini terdiri dari perkara : 1. Psychology, Tata Kodrat Jiwa ; 2. Impian, Idaman Manusia.




Tata Kodrat jiwa itu terbagi pula atas Pengetahuan, Perasaan dan Kemauan. Idaman atau Impian itu terdiri ats Perasaan atau sentimen cara berpikir dan Pemandangan Hidup.




Dipasang menjadi kalimat Dialektika, maka sekarang kita peroleh : 1. Sifat terkhusus dari Bumi dan Iklim ; Bentuk Pesawat ; Keadaan Ekonomi ; dan 4 Klas yang memegang Politik Negara. Keempat benda inilah yang jadi alat buat adanya : 1. Tata Kodrat Jiwa dan 2 Idaman ; atau keempat benda itulah yang jadi lantai dari bangunan fikiran. Atau, keadan masyarakat menjadi alat pikiranadanya paham masyarakat.




Tetapi ini berupa formule, simpulan mekanis, seperti mesin, berupa uraian Dr. Gorter, penulis Historisch Materialisme, salah ssatu dari komunis Belanda yang sebelum bercerai dengan Internasionale ke III dianggap sebagai Theorieticus, ahli Teori Eropa Barat.




Marx biasanya membalikkan perkara itu. Buat Marx tidak saja keadaan masyarakat menjadi alat adanya paham masyarakat, tetapi paham tadi pada satu ketika membalik mempengaruhi masyarkat. Apda tingkat pertama memang benda menentukan pikiran, tetapi seusudahnya itu pikiran itu melantun, membalik mempengaruhi benda. Lebih dahulu hal ini sudah kita sebutkan. Seperti pada Hegel juga pada kena-mengenanya benda dan pikiran. Cuma buat Hegel Idee, pikiran itulah yang pertama, sedangkan buat Marx ada sebaliknya.




Yang pura-pura tahu atau tiada tahu perkara itu, ialah mereka yang berkepentingan buat memusuhi Marxisme. Nanti akan saya laksanakan kena-mengenanya benda dan pikiran itu dengan beberapa kutipan dari tulisan Marx sendiri.




Sebelum penglaksanaan tersebut, diatas itu saya lakukan lebih dahulu, saya mesti uraikan satu perkara yang terkhusus, yang Marx anggap seperti benda. Oleh Feurbach, pemikir yang berjasa besar buat Materialisme dan buat Marx dan Engels terkecualinya, perkara ini tidak dianggap sebagai benda, melainkan sebagai Idee. Perselisihan paham itulah




yang menimbulkan thesis, simpulan Marx yang amat masyhur. Inilah karangan pusaka Marx tentangan hal filsafat yang saya ketahui, dan inilah pula susuna yang terutama dipaka oleh pemikir sejawatnya, Co-creator Engels, Mohring dll.




Marxisten.




Yang jadi perselisihan antara Marx dan Feuerbach pada ketika itu, ialah perkara yang dinamai Wirklichkeit, Sunlichkeit ialah yang n y a t a itu. Thesis pertama maksudnya : "Kesalahan semua ahli filsafat sampai sekarang ini diantaranya termasuk Feurbach, ialah memandag yang nyata itu sebagai objek, buat peramatan saja, tidak sebagai Fatigkeit, perbuatan manusia tidak sebagai Praktek-Manusia”.




Baginilah maksud thesis bagian bermula dan pertama. Jadi buat Max menscheljk, Fatigekeit itu, perbuatan manusia, mesti dipandang sebagai yang nyata, jadi yang sebenarnya, Wirklichkeit, satu kenyataan sebagai benda.




Perhubungan tani dan yang kalanya dengan tanah, mesti dianggap sebagai benda, tenaga yang keluar dari mata memandang-mandang bintang, dari pelajar Indonesia ke Madagaskar atau Amerika Tengah lebih dari 2.000 tahun dahulu, seperti juga pelajaran yang jauh dan berbahaya itu seniri mesti dianggap sebagai yang nyata, yang sebenarnya. Bukan orang Indonesia dan sampamnya saja mesti dianggap yang nyata, dianggap benda, tetapi begitu juga segala aksinya, pekerjaannya dan perbuatannya.




Bahwa aksi kerja manusia itu bend yang nyata, tiadlah bisa dibantah sekarang karena Fatigketi. Kejra itu memang memakai energy, kodrat, labour atau tenaga.







Feuerbach memandang aksi manusia itu dari penjuru Idealisme, dari penjuru pikiran semata-mata. Sebab itu hasil pemandangannya juga abstrak, terpisah seperti hasil pemeriksaan Hume. Juga Feuerbach menghendaki yang nyata, tetapi dia tiada menggap pekerjaan manusia itu sebagai yang nayta, yang sebenarnya, Wirklichkeit, Sinlichkeit. Sebab itu Feuerbach dlam bukunya bernama : "Das Wesen das Christentums” Cuma "Theoritisch Verhalten”, perhubungan dalam teori yang suci, yang rechtmenschliche, yang cocok dnegan kemanusiaan. Sedangkan praktek sehari-hari, pekerjaan atau kelakukan biasa, dia anggap seperti kotoran Yahudi saja.




Buat Marx tentulah pekerjaan, kelakuan, perbuatan sehari-hari yang berhubngan dengan percaharian hidup itulah yang nyata, yang sebenarnya. Bukan yang diimpikan dalam buku atau teori saja. Kotor atau bersihnya pekerjaan atau kelakuan Yahudi misalnya, tergantung pada penjuru pemandangan. Juga tergantung pada keadaan hidup.




Sebab Feuerbach tiada memandang pekerjaan manusia itu sebagai yang sebenarnya, maka ia tinggal memimpikan manusia yang suci, yang tercerai dari masyarakat, satu Resi. Sedangkan Marx menganggap yang ada itu, pekerjaan manusia itu sebagai yang sebenarnya, menuntut revolusi masyarkat dan ekonomi sebgai satu perjanjian buat manusia baru.




Begitulah kira-kira makna thesis pertama itu, walaupun seluruhnya thesis itu sudah lebih dari 20 tahun dalam "jembatan keledainya” peringatan, saya tiada mau menyalin begitu saja kedalam bahasa Indonesia. Salinan rapi satu persatu kata, dari Jerman ke Inggris saja sudah begitu susah, dair Jerman kebahasa Italia boleh dbilang perkara mustahil, apalagi dari Jerman ke Indonesia, satu bahasa Timur. Selain kesusahan salin-menyalin, juga kesusahan makna. Sepak terjangnya marx menulis, tentulah sepadan dengan sepak terjangnya Pujangga Jerman dlam lingkunagn kesusasteraan dan filsafat Jerman. Sebab itu saya ambil isinya saja dengan tambahan disana-sini buat penjelasan. Perkara yang tak berhubungan dengan masyarkat kita dan keternagan panjang yang susah dimengerti, saya singkirkan saja. Dan saya kira arti yang tepat tiada saya lupakan.




Thesis ke-2 mempersoalkan apakah dalam berpikir ada termasuk gestandlichtkeit, yang nayta kebendaan, menruut kata Marx, yakni, bukanlah persoalan teori, bahwa melainkan persoalan praktek. Cuma dalam praktek, nyata atau tak nyata orang tau manusia itu berpikir. Maksudnya Marx sudah tentu pikiran yang emmbawa aksi, membawa kekuasaan seperti pikiran revolusioner (atau pikiran yang berhasil membawa perubahan masyarakat seperti pikiran Edison dll) bkan impian satu Resi.




Bagian akhir dari Thesis ke-3 juga berarti : Mengubah masyarakat dan Fatigketi itu, yang hanya boleh diartikan dengan aksi revolusioner, pekerjaan pemberontakan.




Persoalan apakah manusia berpikir itu ada atau tidaknya Gegenstandlichkeit, kebendaan kata Marx seterusnya, adalah hasil yang semata-mata scholastic (cara berpikir Zaman Tengah yang selalu dihubngkan dengan agama Christen). Kita masih ingat, pada bagian bermula pada buku ini. disana pikiran itu berasal dari Rohani dan Jasmani, Dewa Rah yang kosong itu dengan firmannyaPtah bisa menimbulkan Bumi, Bintang, kodok ular, ya apasa saja benda




Gegenstandlichkeit, dialam kita ini. Filsafat Christen pada Zaman Tengah yang mengasalkan pikiran manusia itu pada Rohani, Logosnya Plato, tentulah pula terganggu oleh persoalan : Adakah pikiran manusia itu mengandung zat atau benda pula ?




Pada Thesis ke-5 kekurangan Feuerbach dikemukakan lagi. Bunyinya Thesis ini : Feuerbach yang tiada puas dengan berpikir terpisah "abstract denken” lari kepada yang nyata, tetapi dia tiada mengganggap perbuatan pekerjaan manusia itu sebagia perbuatan yang praktis dan nayta sebagai "Practisch critische Fatigkeit”.




Thesis ke-7 menerangkan bahwa : Kehidupan itu sebetulnya praktis berdasrakan pekerjaan manusia, nyata. Semua kegaiban tentang kehidupan itu, bisa diemparkan kegaibannya kalau praktek hidup sehari-hari dipelajari. (Pendeknya tak ada yang gaib). Semua berasal dan berurat pada penghidupan mencari makanan, minum dan kesenangan. Kegaiban yang terdapat ialah bikinan Logika Mystika belaka.




Thesis ke – 9 berarti : Materialisme kolot termauk Materialisme Feuerbach, yakni materialsime yang tak mengakui perbuatan manusia itu sebagai yang nyata, berpuncak pada pemandangan seorang individu, pada masyarkat borjuis (Pemandangan semacam ini seperti pemandangan dealis Hume juga abstrak, terpisah dari masyarakat).




Pada Thesis ke-10 marx mengambil kesimpulan yang penting. Menruut Marx maka Materialisme kolot itu ialah pemandangan borjuis yang individualistis, terpisah dari masyarakatnya. Sedangkan pemandangan Materialisme Baru berdasarkan msyarkat, berdasarkan seseorang dalam masyarakatnya bersama, kolektif.




Akhirnya pada Thesis ke-11 pada Thesis penghabisan, seperti biasa ia menutup karangannya dengan eruan gegap gempita, tidak saja lagi sebagai pemikir, tetapi sebagai pemimpin Proletar Dunia : "Ahli Filsafat sudah menterjemahkan Dunia ini berlainan satu dengan lainnya. Yang terpenting ialah mengubah dunia ini”.




Jadi sebagai Thesis penutup Marx kembali lagi pada perbuatan Fatigkeit. Begitulah pentingnya perbuatan manusia itu sebagai benda dianggap oleh Marx, sehingga 8 Thesis diantara 11 Thesis yang kita bicarakan diatas langsung berhubungan dengan perbuatan itu. Tiga Thesis sisanya dan sebagian dari beberapa Thesis yang saya majukan diatas, tiadalah langsung berhubungan. Sebab itulah diatas tiada pula kita uraikan maknanya. Kembali kepada perkara kena- mengenanya perkara perlantunan benda dan paham, maka dibawah ini saya coba memberi diagram, gambaran tentang perlantunan itu :




DIAGRAM




Tata Kodrat Jiwa ..............................................................b) Idamanan Paham. 1.




Perbuatan.




1. Sifat Bumi dan Iklim. 1.




2. Bentuk Pesawat. 2.




3. Keadaan Ekonomi. 3.




4. Keadaan Politik. 4.




KETERANGAN :




4 Perkara dibawah (1,2,3,4) yang dianggap benda menjadi dasar.




Dua perkara (a dan b) menjadi Gedung pikiran. Yang 4 dibawah membayang ke atas, ke pikiran lihat panah ke 1 ( ). Pikiran melantun mengenai mengubah dasar dengan Perbuatan. Lihat panah ke 2 ( ) . Perbuatan ditaruh diantara Benda dan Pikiran, sebab memang perbuatan yang berhasil mesti berpadu dengan pikiran berhasil pula.




Jadi perbuatanlah yang mempertalikan benda dasar dengan pikiran, yakni pada tingkat ke 2.




Pasal 5. PELANTUNAN (MASYARAKAT DAN PAHAM).




Satu anak menjatuhkan boleh dari tangannya ketanah. Bola naik kembali memukul tangannya. Inilah yang saya maksudkan dengan "melantun”, Sianak memukul bola yang melantun tadi dengan telapak tangannya. Makin keras dia memukul, makin kuat perlantunannya.




Begitulah kria-kira kena-mengenanya benda masyarakat dengan pikiran manusia menurut Dialektika Materialisme.




Kedasar latu dekat Merqui, menjelang Rangoon, saya jatuhkan beberapa buku peringatan saya, didalamnya bermacam- macam catatan dari buku berdasarkan Dialektika dan Science. Catatan itu mau saya pakai buat "misal” dalam buku seperti yang saya tulis sekarang. Dalam buku itu mesti banyak misal yang saya boleh pakai berhubng dengan pasal seperti diatas. Tetapi yang sudah hilang semacam itu tentulah tiada berguna disesali lagi. Apalagi kalau nayta kehilangan itu dibayar dengan keselamatan diri saya. Seperti sudah saya bilang pemeriksaan douane Rangoon teliti sekali.




Catatan yang dikumpulkan bertahun-tahun dari pelbagai macam buku, majalah dan surat kabar, tentulah tiada bisa dikumpulkan kembali dengan segera. Tetapi walaupun ada hak buat membaca kembali, pekerjaan itu tiada bisa dilakukan sekarang sebab memangnya bermacam-macam buku itu tak ada dan selama perang ini mustahil bisa diadakan. Kalau besokpun perang selesai, tak juga bisa diadakan lebih kurang dari 6 bla, kalau uang ada pula.




Buat penglaksanaan pasal diatas, saya terpaksa pakai Cuma tiga catatan, yang saya anggap cukup buat maksud ini. ketiganya Cuma tersimpan dalam "jembatan keledai” peringatan saya, sudah bertahun-tahun. Tiada heran kalau sediki mendapat perubahan. Bajapun berkarat kalau terlampau lama disimpan.




Pembaca yang terhormat tentulah akan berbaik hati memberi peringatan kepada saya. Dengan begitu kesalahan boleh dibetulkan pada cetakan kedua.




MISAL PERTAMA :




Pada Thesis ke 3 dari 11 Thesisnya Marx, yang sebagian sudah saya sebut dahulu, kita bejrumpa dengan perlantunan itu.bagian itu kira-kira berarti, Ilmu Materialisme, yang mengatakan bahwa seseorang itu ialah hasilnya dari suatu masyarakat, dan orang lain hasilnya masyarakat lain pula, lupa bahwa masyarakat itu hasil dari pekerjaan orang pula. Begitulah sipendidik dididik.




Bagaimana tepatnya perlantunan itu digambarkan oleh theisis, yang belum dikoreksi oleh Marx itu dan digali oleh Co- creatornya Frederich Engels. Mula-mula masyarakat itu menghasilkan satu bentuk orang. Seseorang yang berfaham begini atau begitu, berperasaan begini atau begitu, bertabiat begini atau begitu dan akhirnya beridaman begini atau begitu. Akhirnya idaman itu, cita-cita itu menyala berkobar begitu keras dlam hatinya sehingga bisa menggerakkan pesawat kemauannya buat bekerja mengubah masyarakatnya. Dengan perbuatan revolusioner itu timbulah pula masyarakat baru. Begitulah mula-mula masyarakat mendidik orang tadi menjadi revolusioner dan akhirnya revolusioner tadi mendidik masyarakat itu sendiri jadi masyarakat baru. Perlantunan itu sudah berlaku : Si pendidik dididik pula.




Contoh semacam ini tentulah dengan gampang bisa digali dari sejarah Dunia, terutama sejarah Inggris, Perancis dan Rusia.




Tetapi tak ada salahnya kalau kita meninjau kemasyarakat mereka, yang dimata kita sekarang sanga turun derajatnya. Tiada sifat kita, Cuma mengemukakan yang busuk saja.




Berabad-abad Lautan Utara yang dahsyat itu mengancam penduduk Tanah-rendah, rendah dari pada lautan Nederland. Berapa korban yang mesti diberi buat menduduki tanah berbahaya, tetapi subur itu. Demikianlah Sang Samudra mendidik Belanda menjadi pelayar, penangkap ikan dan akhirnya penjajah yang berani, tabah, dan insinyur air yang tak ada bandingannya di dunia. Setelah Belanda terdiri, maka kepintarannya dipakai buat menguasai lautan iut. Mereka tiada sendang dengan dijknya, parti-lautnya saja dan tanah subur yang dilindungi dijk yang kukuh itu, melainkan dia dengan Ilmu Airnya yang tinggi mengeringkan laut Zuiderzee menjadi Propinsi yang baru. Juga disini sipendidik dididik.




MISAL KEDUA (MARX)




Kodrat menghasilkan peswat itu mempertinggi kekuasaan manusia atas Alam kita ini. Ini membikin perhubngan baru antara manusia dan Alam. Pada zaman Julius Caesar orang Inggris bertabiat lain dari pada orang Inggris zaman sekarang, zaman Industri. Jadi tabiat manusia itu memang tiada tetap.




Beginilah salah satu catatan dari Karl Marx dalam buku Plechanoff : Fundamentals of Marxism.




Tak usahlah kita pergi kenegeri Inggris buat memeriksa arti yang lebih dalam dari kalimat diatas. Emang bangsa Inggris pada zaman Caesar tiada aktif seperti zaman Industri ini. Mereka tiada memandang Alam itu sebagia benda yang bisa dirubah, melainkan sebagia benda yang mesti dijunjung, disembah saja. Marilah kita ambil msial dari bangsa yang dekat pada Bangsa Indonesia ini : Ialah Bangsa Jepang.




Belum selang berapa lama bangsa Jepang Cuma tunggu saja apa kemauan Alamnya. Gempa bumi yang disana maha dahsyat itu memang datang semau-maunya saja, tak bisa diketahui oleh Jepang Zaman kolot. Selain dari berpangku tangan menunggu datangnya Sang Gempa, berterima kasih pada Yang Mahakuasa, kalau korban harta dan jiwa tiada lebih banyak dari yang dideritanya. Selain dari pada berserah itu Jepang Kolot tiada bisa berlaku ! Tetapi industri yang pesat majunya dan berhubungan dengan ini ilmu Bukti dan Pesawat yang pesat pula mengembangnya, mengubah tabiat bangsa Jepang dari orang penunggu berpangku tangan, "menjadi manusia” menyingsisngkan lengan baju, bersiap sebelum hujan. Sekarang rumah dan gedung didirikan menurut pesawat dan ilmu baru, dan datangnya gempa itu bisa diketahui dengan perkakas gempa. Disini juga nyata pesawat itu mempertinggi kekuasaan bangsa Jepang atas Alam itu. Juga nyata pesawat itu mengubah sifat passief, penerima, menjadi aktif, penyerang.




Gempa pada tingkat bermula mendidik orang Jepang menjadi ahli gempa. Pada tingkat kedua daerahnya gempa itu oleh ahli gempa dijadikan daerah, dimasa sang gempa, walaupun belum lagi terbasmi, tetapi sudah berkurang, terkendali. Perlantunan juga berlaku di Jepang. Pada negeri yang dahulunya damai, penerima dengan senyum seperti senyumnya bunga Chrisantium, bangsa Sakura.




MISAL KETIGA (MARX).




Manusia itu dengan berlaku atas Alam diluar dirinya sendiri menukar Alam itu dan akhirnya menukar dirinya sendiri. Dalam beberapa ratus tahun dibelakang ini, penduduk Jawa tak perduli atas piminan bangsa lain atau tidak ! Sudah menukar Jawa berhutan rimba lebat, menjadi "Kebun Asia”.




Dahulu Indonesia Jawa terkenal sebagai perantau, pemindah pelajar dan pedagang sampai kebenua Afrika dan Amerika Tengah. Sekarang itu ternama sebagai penduduk "honkvst blijft zitten in zijn dessa”, melekat pada desany, sesudah bermacam tipuan halus atau kasar dijalankan, baru dia tinggalkan desanya buat pergi ke "Seberang”, sedangkan dahulu kala seberang ini dianggap tak berapa jauh dari dapurnya, sekarang Seberang itu berupa Negeri entah-berentah, entah dimana letaknya dan entah berapa jauhnya dari desanya.




Tiada mengherankan, pada Zaman dahulu dia meninggalkan desa juga, terutama juga sebab tiada jauh dari desa itu ada rawa yang selalu mengancam dia dengan penyakit demam kura atau hutan rimba yang penuh ular dan macan yang berbahaya kalau dilalui, laut Jawa yang boleh dibilang tenang dan penuh ikannya, melambaikan ombaknya putih-putih memanggil dia, mengombak mengayunkan dia kepantai pulau lain di Indonesia dimana penghidupan sebagai petani, penangkap ikan atau pedagang cukup memadai. Pulang balik dari pantai ke pantai menjadikan dia pelajar yang berani, cakap dan cinta pad ombak dan hawa laut. Dengan berangsur-angsur ia menyeberangi kedua Samudera Besar di dunia ini, dan seberang-menyeberang itu menjadi kebiasan yang tiada bisa lagi diceraikan dengan impian, idaman serta pemandangan dunianya.




Tetapi rawa, hutan dan rima beberapa abad dibelakang ini sudah bertukar menjadi sawah, ladang dan kebun. Pohon sawoh yang lebat buahnya, pohon manggis yang rindang itu disudut rumahnya, sawah dengan padi yang menghidupkan pengharapannya dan akan bininya, bunyi gamelan yang menghentikan lelahnya, semuanya ini mengikat hati dan pikirannya pada desanya. Walaupun desanya sudah sesak padat, tanah dan terkanya tak mencukupi lagi, dan kebun yang besar-besar bukan kepunyaan dia serta tindakan dan isapan merajalela, tetapi hatinya masih terikat oleh desanya.




Perubahan hutan rimba menjadi sawah, kebun tadi, menukar penduduk jawa umumnya dari perantau menjadi pelekat desa.




Tetapi perlantunan Dialektika masih berlaku dan syukurlah akan terus berlaku. Sekarang sudah kelihatan akibatnya. Dengan semuanya sendiri atau tidak, pda beberapa puluh tahun dibelakng ratusan ribu Indonesia Jawa terpaksa meninggalkan desanyabuat pergi ke seberang. Di Seberang terutama Sumatera mereka sekarang banyak jadi tani




makmur, yang lebih sehat dan intar dari kawan sejawatnya didesa Jawa. Dijalan dari Medan sampai ke Lampung saya bertemu dengan mereka, yang sekarang "honkvast” terletak pula pada sawah ladang, rumah dan kebunnya yang baru,lebih besar dan lebih berhsil dari di Jawa. Banyak diantara mereka kalau "Pulang” ke Jawa, lekas pulang kembali ke Sumatera, karena tiada senang lagi pada desanya dulu. Banyak pula yang balik "pulang” ke Seberang itu, walaupun dengan perahu layar saja. Kalau tiada begitu susah seperti sekarang dibawah pemerintah Balatentara Jepang ini dia akan membawa teman baru ke "Seberang” itu.




Desakan penduduk di Jawa, yang bertambah dengan 500.000 setahun, pada hari depan akan menjadi persoalan ; pindah ke Seberang itu, satu persoalan yang hangat dan penting sekali. Pemindahan itu kelak akan menukar semangat "melekat pada desa itu” jadi perantau seperti penduduk Jawa sebelum Zaman Hindu, atau Minangkabau dan Bugis Sekarang.




Kita lihat pada perlantunan yang kedua. Jawa sebagai Kebun Asia menyebabkan penduduk sesak. Penghidupan bertambah susah dan pemindahan (walaupun diadakan industralisasi) menjadi persoalan penting dan hangat. Pemindahan akan berangsur-angsur mengubah sifat "pelekat” kedesa itu menjadi "perantau” mula-mula ke Seberang, kemudian siapa tahu sekeluruh pelosok dunia, seperti pada Zaman Besar Bangsa Indonesia Asli ialah zaman sebelum Hindu. Juga disini penduduk Jawa menukar sifat Alamnya dengan begitu menukar tabiatnya sendiri.




Marx tiada perlu menukar lain lagi. Tiga simpulan diatas saja sudah lebih dari cukup buat menggambarkan perlantunan antar Benda dan Pikiran dalam Dialektika Materialistis itu. Perlantunan antara Benda masyarkat dengan pikiran atau paham manusia adalah terang sekali. Tidak saja benda masyarakat jadi alat adanya pikiran itu, tetapi sebaliknya kelak Pikiran atau pahamamnusia dalam masyarkat itu melantun jadi alat adanya Masyarakat Baru.Tuduhan bahwa dalam Marxisme, pikiran itu semata-mata meanis menerima saja seperti mesin jalan aklau ada kodrat dan berhenti kalau kodrat (uap atau listerik) itu berhenti, tuduhan semacam itu tak beralasan sama sekali.




Saya pikir perkataan kita perlantunan cukup jitu buat menggambarkan kena-mengenanya Benda dan Pikiran dalam masyarakat itu "Tanah” dalam misal kita diatas, tiadalah menerima saja bola yang dijatuhkan atau dipukulkan si anak. Melainkan ia melantunkan bola itu kembali, makin kuat datangnya bola, makin deras lantunnya. Begitulah pikiran tadi tiada berhenti, berpangku tangan saja, menerima bayangan masyarkat, seperti cermin menerima bayangan benda, melainkan melantun mengubah masyarakat itu sendiri.




Pasal 6. BENDA (MASYARAKAT) MENGENAI PIKIRAN.




Misal dari pasal ini banyak sekali. Didalam penghasilan otaknya Karl Marx yang terutama, yang tetap akan jadi tanda peringatan dalam sejarahnya para ahli pikir dunia , ialah "DAS KAPITAL”, penuh contoh, dimana benda masyarakat itu menjadi alat adanya dan terus adanya pikiran itu. Banyak sekali contoh yang saya kumpulan dalam buku peringatan yang dicemplungkan ke laut dengan Merqui itu. Tetapi beberapa misal dibawah ini sudah cukup buat penglaksanaan itu.




Dalam pasal Filsafat sudah saya uraikan, bawha buat Hegel, Absolute Idee, Rohani itulah yang "membikin” sejarah masyarakat manusia. Sedangkan buat Marx pertarungan klas dalam masyarakat itulah yang memajukan masyarakat itu dari tingkat ketingkat yang lebih tinggi. Demikianlah sejarah menyaksikan perubahan masyarkat perbudakan (Yunani, Romawi) berbah, bertukar menjadi masyarakat Feodalisme keningratan (Eropa pada Zaman Tengah dan Majapahit). Zaman Feodalisme itu berubah, bertukar pula menjadi Zaman Kapitalisme, Kemodalan yang masih umum sekarang. Sedangkan akhirnya Zaman setengah Feodal dan setengah Kapitalisme itu di Rusia pada tahun 1917 berubah, bertukar menjadi Zaman Sosialisme, berdasarkan Kolektivisme tolong-bertolong ..............sampai kezaman Komunisme.




Bermula pada Zaman perbudakan, kaum budak itulah yang bekerja buat mengadakan hasil Negara. Budak itu dianggap seperti benda mati atau sebagai Hewan dipunyai manusia lain. Seperti barang yang dipunyai boleh pula dibeli atau dijual.




Kaum serve pada Zaman Feodal, tiadalah manusia yang boleh dijual atau dibeli lagi. Tetapi mereka terikat apda tuan Lord, Ningrat, tuan Tanah. Mereka bekerja buat Tuan Tanah itu. Selebih dari hasil yang perlu buat dipakainya dengan anak isterinya, mesti dipulangkan pada Tuan Tanah. Serves tadi tinggal didesa dan gandengannya journey-men tinggal di kota. Journey-men ini terikat pada guildmaster, kepada dari kumpulan tukang yang mempunyai Undang yang keras dan kaum buruh pada Zaman kapitalisme kita ini tiadalah boleh dijual atau dibeli seperti budak. juga tiada terikat pada tanah atau kumpulan tukang seumur hidupnya. Mereka diakui merdeka oleh Undang-undang Negara. Mereka merdeka menjual atau tak mau menjual tenaganya buat mencari penghidupannya dan anak bininya. Tetapi sebabdia tiada berpunya, tak mempunyai perkakas, tanah atau modal sendiri, buat bekerja jaidi tuan sendiri, dia terpaksa menjual tenaganya pada mereka kaum modal, yang mempunyai perkakas, mesin atau modal. Atau pada Tuan Tanah yang mempunyai tanah. Sebab persaingan mencari kerja dari pada kuam tak berpunya keras sekali, harga tenaganya amat rendah sekali. Tetapi buat hidup mereka mesti terima berapapun rendahnya harga tenaganya itu. Disini mereka bekerja, kuatnya menurut kemauan kapitalis dan lamanya menurut kemauan Kapitalis juga. Dari hari kesehari emrek amenghasilkan dari harga tenaganya, dari gaji yang diterimanya dari kapitalis, Nilai Lebih (Merhrwert : Karl Marx). Itu semua masuk ke dalam kantong kapitalis, yang sehari kesehari bertambah kaya dan bertambah kuasa.




Pada Zaman Pekerja, zaman kolektivis, tenaganya tidak merdeka lagi buat dijual belikan. Tenaganya sudah dikumpulkan menjadi Tenaga Negara yakni Negara Kum Pekerja. Begitu juga perkakas, menghasilkan seperti tanah, logam abhan pabrik, bengkel, kereta, kapal laut, kapal udara, gudang dll, tiada lagi kepunyaan seseorang atau kepunyaan satu klas, melainkan sudah kepunyaan Negara. Tenaga buat Negara itu menggerakkan perkakas Negara buat mendapatkna hasil untuk Negara, ialah Negara Pekerja.




Pada zaman Perbudakan, pertarungan itu terjadi antara Budak dan Tuan. Peraturan ini sengit sekali pada masyarakat Rumawi. Pda zaman Feodalisme, pertarungan itu berlaku antara Budak serves melawan Ningrat dan Raja dan Journeymen melawan Guild-master disampingnya. Pertarungan itu berpuncak pada Revolusi Inggris, pada pertengahan abad ke XVII dan pada Revolusi Besar di Perancis pada hampir penghabisan abad ke XVIII. Akhirnya pada Zaman Kemodalan kita ini, pertarungan antara Proletar dan Kapitalis itu berlaku di Rusia pada tahun 1917, ialah permulaan abad ke XX.




Walaupun semua macam pertarungan tadi bersifat pertarungan klas juga, teapi sebab sifat klas didalam masyarakat tadi berubah bertukar, maka berubah bertukarlah pula sifatnya eprtarungan itu. Dengan bertukarnya masyarakat, bertukarlah pula klasnya, dan dengan begitu bertukarlah pula lakonnya pertarungan klas itu dalam sejarah masyarakat itu. Pertarungan Budak menentang Tuan pada Zaman masyarakat Romawi, bertukar pertarungan Serves dan Journeymen menentang Tuan Tanah serta Raja dan Tuan perkumpulan Tukang dan pada Zaman Tengah. Pertarungan terakhir ini bertukar menjdi pertarungan Proletar menentang Kapitalis pada Zaman Kemodalan ini. Apakah perkara atau benda yang bertukar sifat masyarakat klas dan akhirnya menukar sifat pertarungan klas itu ?




Kata Marx : "Orang itu memasuki sesuatu penghasilan sosial, yakni masyarakat berdasrakan perhubungan yang tentu. Perhubngan ini ditentukan, yakni tiada bergantung pada kemauannya sendiri, oleh perhubungan menghasilkan. Jumlah semua perhubungan menghasilkan inilah yang menjadi susunan Ekonomi. Diatas susunan Ekonomi inilah berdirinya Politik dan Undang Negara (salinan bebas oleh penulis).




Jadi orang yang lahir dan memasuki masyarakat perbudakan tadi memasuki perhubungan yang ada pada masyarakat semacam itu : ialah perhubungan Budak dan Tuan. Tiadalah bis dia keluar dari perhubungan semacam itu. Begitu pula kalau ia memasuki masyarakat Feodalisme, perhubungan mesti terikat pada perhubungan Feodalisme tadi. Lahir dalam masyarakat Kapitalisme, ialah : Buruh dan Kapitalis, yang Berpunya dan Tak Berpunya. Akhirnya kalau dia memasuki Zaman Komunisme, maka perhubungannya ialah perhubungan yang ada dalam masyarkaat semacam itu pula : Perhubungan satu Pekerja dengan teman sejawatnya Pekerja pula.




Perhubungan dalam masing-masing jenis masyarakat tadi pasti, tetapi tiada ditentukan oleh kemauannya sendiri, melainkan bergantung kepada cara menghasilkan yang umum dalam masyarakat ini : pada tenaga Budak di Zaman Perbudakan, pada tenaga Serves dengan perkakasnya dizaman Feodalisme atau pada tenaga Buruh dan mesin tuannya pada Zaman Kemodalan.




Perhubungan satu klas dengan klas lainnya, satu golongan dengan golongan lainnya dalam pekerjaan menghasilkan ; itulah yang menjadi Susunan Ekonomi. Jadi Susunan Ekonomi dalam Zaman Perbudakan ialah perhubungan Budak dan Tuannya dalam hal menghasilkan. Perhubungan Kaum Buruh dan Kaum Bermodal dalam hal menghasilkan yang menjadi Susuna Ekonomi pada Zaman Kapitalisme ini.




Akhinrya menurut catatan diatas tadi, juga Susunan Ekonomi itulah pula yang menjadi dsar dari Undang dan Politik Negara. Pada Zaman Feodalisme, Susunan Ekonomi dalam Negara Feodalistis itulah yang menjadi benda dasar Undang dan Poltik dalam Negara Feodalis itu. Sedangkan dalam dunia Kemodalan sekarang, Susunan Ekonomi ialah perhubungan Buruh dan Kapitalis dalam hal menghasilkan itulah ula yang jadi dasar dari Undang dan Politik dalam Negara Kapitalistis itu.




Hal ini juga dikeraskan oleh Marx degann kalimat lain pada tempat lain. Dua kalimat yang masyhur dalam kalangan Dialektika berbunyi : Susunan Ekonomi menimbulkan Susunan Undang dan Politik, serta Susunan Undang dan Politik berpengaruh pasti pada Tata Kodrat Jiwa Manusia sebagai Mahluk Masyarakat.




"Diatas berjenis-jenis bentuknya harta (properties) atas kehidupan dalam masyarakat, didirikan superstructure (gedung) impian, cita-cita kebiasaan berpikir, perasaan dan pemandangan dunia”




Demikianlah manusia lahir dan dapat didikan dalam masyarakat, yang berdasrakan atas susunan ekonomi Feodalistis itu tiada luput dari semangat Undang dan Politik Feodalisme itu. Dan mereka yang lahir dan dapat didikan dalam masyarakat yag berdasar Kapitalistis ini, tiada luput pula dari semangat Undang, Politik dan Kebudayaan kapitalistis itu.




Thesis berada dihadapan Anti Thesis. Undang dan Politiknya Tuan dalam Zaman Perbudakan itu, jadi alat adanya Undang dan Politik kaum Budak. Spartacus, keluarga Crachus dan Catalina membadani Politik anti-Tuan Tanah membela kaum Budak dan Tak Berpunya pada zaman Romawi.




Pertentangan klas dalam Zaman Feodalisme, akhirnya menimbulakn pertarungan klas yang dahsyat antara Borjuis Revolusioner (Madame Roland, Vrgnaud dan Brissot) pada satu pihak dan Kaum Ningrat dikepalai oleh Rajanya pada pihak lain. Akhinya pertarungan klas, antara kaum Proletar dibawah piminan Lenin dan Partai Bosjewiki dengan kaum Borjuis dibawah Pimpinan Prof. Miljukoff dengan Partai Liberalnya




dibantu oleh Karensky dengan Partai Sosilsinya. Teranglah sudah, bahwa Sejarah manusia itu tiada kebetulan saja. Sembarangan, semau-maunya saja, tuval atau accident saja. Juga tiada semaunya Kodrat diluar Undangnya Masyarakat sendiri. Seperti kemauan yang Maha Kuasa, Rohani, Sejarah Manusia itu berjalan menurut Undang Masyarakat sendiri.




Nyatalah sudah Sejarah mansuia itu melalui garis merahnya pertarungan klas, dari satu tingkat ketingkat yang lebih tinggi. Dari tingkat Masyarakat Perbudakan ke Masyarakat Fedoalisme, dari sini ke Masyarakat Kapitalis dan dari sini naik ketingkat Masyarakat Pekerja. Dalam sejarahlah mulanya berlaku Thesis, anti-Thesis dan Synthesis.




Teranglah pula bahwa pertentangan dalam Susunan Ekonomi itu, membayang pada pikiran kedua golongan yang bertentangan dalam masyarakat itu. Pada satu pihak Kaum Berpunya dan Berkuasa yang berpemandangan dan berpolitik, mau mempertahankan Undang dan Tata Negara yang cocok dengan keamanan Harta dan Kekuasannya. Pada pihak lain Kaun Tak Berpunya dan Tertindas yang berpemandangan, beridaman dan bercita-cita Perlawanan dengan Undang dan Politik yang ada. Akhirnya kalau Kaum Revolusioner cukup sadar, tersusun, cukup sifat dan banyak kaumnya, cukup besar pengaruhnya dan cakap pimpinannya, menanglah dia dalam pertarungan.




Jadi manusialah yang membikin sejarah. Tetapi seperti kata Marx pula, bukan seperti semuanya sendiri, melainkan menurut alat yang dia peroleh dalam masyarakatnya.




Kemauan Napoleon tiada bisa melewati batas yang ditentukan oleh kaum hartawan yang muda dan kaum tani yang cerai-berai itu.




Kemauan Lenin tiada bisa melampaui daerah yang ditentukan oleh industri dan kemesinan Rusia yang muda remaja itu. Akhirnya kemauan Stalin, Baja, tiada bisa mengabaikan sisa borjuis besar dan kecil di Rusia sendiri dan Imperialisme Besar dan Kecil di luar Rusia.




Barang siapa percaya, bahwa seseorang yang berapapun keras kemauannya dengan pengikutnya bisa menimbulkan Masyarakat Baru, yang melebihi dari pada alat seperti pesawat, kebudayaan dll yang dipusakakan oleh masyarakat itu, maka yang percaya semacam itu sudah meninggalkan Dunia Bukti dan memasuki Dunia Mimpi : Utopist.




Pasal 7. BAYANGAN MASYARAKAT.




Bagian 1.




Sebagai pemandangan dunia : Weltanschauung







"Bumi terletak diatas ikan. Ikan terletak diats telur. Telur terletak dipuncak tandu kerbau. Kadang-kadang lalat menggigit kerbau, maka bergoyanglah kerbau tadi. Karena ia bergoyang, maka bergoyanglah pula telur diujung tanduk kerbau tadi. Dengan begitu goyanglah pula ikan. Dan akhirnya goyang ikan tadi menyebabkan bumi kita kadang- kadang bergoyang, gempa bumi”.




Beginilah seluk-beluknya Bumi dan Gempa menurut Pandangan Dunia terbikin di Minangkabau. Memang kerbau lebih-lebih dizaman dahulu di Minangkabau penting buat segala-galanya. Bukan saja kodratnya dipakai buat membajak sawah atau menarik pedati, tetapi dari puncak tanduknya sampai keampas yang dibuangkannya itu, dipakai sama sekali. Nama "Alam Minangkabau” boleh jadi atau bukan diambil dari kemenangan kerbaunya orang Sumatera Tengah, atas kerbaunya orang dari Jawa Timur, tetapi tiada mustahil jago-jago dari Majapahit dan kuat kebal dari Minangkabau sudah lelah berperang, buntu. Kemudian putusan diserahkan pada cerdik pandai kedua belah pihak ! Boleh jadi pula Raden Panji dan Raja dari Majapahit dan Datuk-datuk Gadang bertuah dari Minangkabau, setuju measing-masing akan takluk pada hasilnya peraduan dua ekor kerbau. Selainnya dari pada itu dalam cerita Minangkabau yang paling dicintai ialah "Cindur Mata”, kerbau bernama si Benuang mengambil bagian yang besar sekali dalam sebuah pertempuran.




Begitu pentingnya kerbau itu dalam penghidupan orang Minangkabau, lebih-lebih pada masa dahulu. Penting bagi makanan, penting bagi perkakas mencari penghidupan dan penting dalam bahaya, sehingga kerbau itu dapat tempat yang penting sekali dalam segala-gala persoalan yag timbul dipikirannya. Tiada heran kalau sumbe dari penghidupannya itu dia anggap sebagai Maha Kodrat, yang menahan dan menggoyangkan bumi kita ini.




Kalau kita pergi kedusunnya ipar kita yang menduduki pulau Irian (Papua dulu!) itu, kita juga akan berjumpakan hal semacam itu. Pokok enau itu penting buat segala-gala buat mereka. Tak ada yang terbuang. Lagi pula sangat memudahkan hidup Indonesia Irian. Sesudah 5-7 tahun pokok itu sudah memberi hasil, yang boleh dipakai buat makanan, rumah, perkakas, atau senjata. Jadi kalau seseorang mempunyai Cuma 5-7 batang enau dari umur 1 sampai 7 tahun, berselah hidup orang itu. Satu tahun ditebang satu, dan ditanam satu buat gantinya.




Satu pokok itu bisa memberi makan buat satu tahun. Ijuknya buat atap rumah, rujungnya boelh dipakai buat lantai dinding atau tembok penangkap ikan atau binatang hutan. Menanam satu pokok yang tak perlu dilayani lagi itu bukaanlah pekerjaan yang memeras tenaga dan otak.




Begitu faedahnya pokok enau itu buat Indonesia Irian, sehingga pohon ini juga menjadi pokok dalam persoalan dunia dan akhirat dalam "Weltanschauung”, pemandangan hidupnya Ipar Raksasa kita di Pulau Raksasa itu.




Dalam filsafat yang terlampau digembar-gemborkan, ialah filsafat Hindu, dalam Mahabarata, Upanishad dan Ramayana itu, maka kita saksikan pula, bahwa isinya Kitab Suci Hindustan itu, tak lain dan dari bayangan masyarakat mereka juga.




Menurut filsafat Hindu, maka Jiwa itu ialha satu barang yang terpisah sama sekali dari badan. Kalau orang itu mati, maka jiwa itu berpindah (Re-incarnation) kepada badan lain. Kalau dia hidup sebagai orang bijak, maka jiwa itu pindah pada jasmani yang lebih baik/ kalau dia hidup berdosa, maka boelh jadi jiwanya turun ketangga dibawah lagi. Kalau beruntung sekali ia tiada kembali lagi kedunia yang dianggap "busuk kotor” yang mesti ditinggalkan ini. dnegan jalan pertapaan, puasa dan menyiksa diri, jiwa yang sudah merdeka dari kotor, sebab nafsunya yang kotor itu, bisa terus ke Nirwana. Paling malang jiwa itu kembali ke dunia dalam badan hewan.




Bermula sekali masyaakat Hindu sudah dibagi atas 4 kasta terbesar.




1. Kasta Brahmana, ialah kasta pendeta. Kasta ini kasta tertinggi. Dari kasta inilah jiwa itu bisa melayang terus ke Nirwana Surga, lepas sama sekali dari dunia ini. boleh juga jiwa Brahmana itu turun kekasta lebih rendah.




2.Satria, ialah Kasta Raja dan Ningratnya. Jiwa dari kasta ini setelah orangnya mati, bisa naik ke kasta Brahmana tetapi boleh juga turun kekasta rendahan.




3. Kasta Waisa, yang terdiri dari golongan saudagar, magang, tukang atau tani. 4. Kasta Sudra, ialah kasta orang "jembel”, seperti penyamak kulit atau tukang sapu jalan.




Keempat kasta diatas taida bisa campur satu sama lainnya, tiada boleh campur makan atau tidur. Apalagi kawin. Kalau ada juga perkawinan, maka "turunan” semacam itu masuk kedalam kasta "paria”, untouchable, tak boleh dipegang kasta, kasta najis katanya. Ini Cuma 5 kasta terutama. Sebenarnya tiap-tiap kasta itu dibagi lagi menurut pekerjaan masing-masing. Dalam kasta Waisa umpamanya ada lagi kasta tukang menatu, tukang jahit. Kasta Brahma dan Satria terbagi-bagi pula sampai sebetulnya l.k ada 3.000 kasta yang tiada boleh campur dan kawin satu sama lainnya. Dasar pisahan segala kasta itu terutama pekerjaan, tetapi juga atas kebangsaan. Kasta Brahmana itu terutama dari turunan Bangsa Aria, bangsa yang digembar-gemborkan oleh Adolf Hitler.




Disini nyata, bahwa keadaan masyarakat yang terdiri dari ribuan kasta yang terpisah itu sama lainnya, itulah yang terbayang dalam filsafat Hindu itu. Pencarian hidup cara mengadakan hasil, itulah terutama ahli yang jadi dasar buat Kasta itu. Pencarian itu tetap pada sesuatu kasta. Umpamanya pekerjaan mencuci kain, tetap pada kasta mencuci kain itu.




Seseorang dari kasta menyapu jalan umpamanya kalau dia manut, menerima nasib, dia ada harapan, sesudah mati naik pangkat. Dia akan kembali kedunia fana ini, sebagai anggota dari satu kasta yang lebih tinggi. Tetapi didunia fana ini tak ada harapan buat penyapu jalan tadi, buat bercampur gaul dengan seorang Satria atau Brahmana, kecuali kalau puluh miliun anggota kasta Sudra dan Paria, kasta, "najis” itu menyapu bersih semua kasta Satria dan Brahmana, menyapu bersih Kapitalisme Hindustan itu. Ini tiadalah mustahil, karena 99 diantara 100 calon suwarga dari kasta




Brahmana itu hidupnya dnegan membungakan uang, seperti kasta Sayid di Indonesia ini juga. Kasta Satria berpuncak pada Raja atau Maha Raja, alias perampok gadis itu, tiada lain melainkan Tuan Tanah penghisap tani Hindustan, kaki tangannya Imperialisme Inggris.




Filsafat, pemandangan Dunia Hindu tak lain dari bayangan dari masyarakat terkutuk yang anggota pekerjannya mesti dimanutkan masyarakat, dinina-bobokan, dicandul dengan "janjian” sesudah mati bisa naik kekasta lebih tinggi dan kembali ke dunia ini, kalau tukang peras lembu itu terus memeras lembu, tukang cukur terus mencukur dbs.




Bagian 2. SEBAGAI IDAMAN.




Berburu itu amat penting sekali buat bangsa Indian penduduk asli Amerika, sebelum terdesak, terpukul, terampas, terbunuh oleh bangsa Eropa, yang meninggalkan negerinya di Eropa, karena perasaan merdeka baik dalam Politik atau Agama. Berburu itu mengambil tempoh, tenaga dan pikirannya bangsa Indian. Juga satu pekerjaan yang menambah kekuatan dan menimbulkan minat yang baik. Berburu itu menimbulkan perasaan kolektif, sosial, tolong-bertolong, gotong-royong, sebab perburuan itu mesti dijalankan bersama-sama, bertoboh. Kekuatan badan dan kekuatan moral masyarakat Indian, yang acap mengangumkan kita dan musuhnya ; lahirnya dari pekerjaan berburu itulah pula.




Dari perburuan yang berhasil, orang Indian mendapat makanan dan pakaian dan rumah dari kulitnya dsb. Tak heran kalau pekerjaan berburu itu menjerat pikiran dan idaman sehari-hari. Dia terpaut pada lapangan negerinya dan pemburuannya. Maka surga yang diidamkannya tak lain, melainkan keterusan dari lapang dan pekerjaan yang berguna, sehat dan memberi kesukaan itu. Surga buat dia, ialah padang yang penuh dengan bison yang besar dan gemuk.




Janganlah tuan pembaca marah, tetapi periksalah surga yang tuan idamkan itu.




Kalau tuan seorang Kristen, bukanlah surga tuan itu bayangan dari Zaman, bila agama tuan lahir ! bukankah Tuhan dan Malaikat yang bertingkat-tingkat itu tergambar, pula pada masyarakat masa itu : Raja dipuncaknya dan Ningrat dari bermacam-macam pangkat dibawahnya.




Kalau tuan seorang Islam, bukanlah surga tuan juga bayangan dari masyarakat dan Bumi Arab ? Bukankah Air Zamzam dalam surga itu, barang yang luar biasa digurun pasir Benua Arab ? Bukankah bidadari yang matanya seperti mata merpati itu idaman Arab, dan Badui yang terutama. Sadrlah tuan dan jangan marah dan domatis !




Pakailah pikiran nuchter, jernih ! Lihatlah sekitar tuan saja ! Bukankah "feramfuan” suatu barang yang nomer wahid buat tuan Said, turunan Nabi MUHAMMAD SAW ? begitu pentinga ini barang, sampai ketika dua kali saya lalui dan singgah di Mesir, kaum Ibu masih disimpan baik-baik diantara 4 batu tembok, tak boleh keluar. Yang keluar mesti dikudungi betul-betul, tak boleh manusia lain, orang Islam pun melihatnya.




Bagian 3. SEBAGAI IMPIAN.




"Made in Java” (Catatan Raffles, menurut sumber yang dipercayai waktu itu dari pelbagai pihak !). Menurut Jayabaya yang hidup pada kira-kira tahun 800, maka hari depannya Tanah Jawa di nujumkan :




Tahun Jawa




Tahun Masehi




Ramalan 1738 - 1801




Pada tahun ini Surakarta lenyap. Tempat kedudukan Pemerintah pindah ke Katanga. Kota inipun kelak akan musnah, dan pemerintah berpindah ke Karang Baja pada tahun jawa 1870 = Th. Masehi 1933 (Ini nujum gagal).




1877 - 1940




Pada tahun ini kedudukan Pemerintah akan pindah ke Kediri kembali. Orang Eropa datang (??) Sesudah menaklukan Jawa akan mendirikan Pemerintahan pada Th Jawa 1822 = Th Masehi 1945. (Nujum ini pun meleset).



1887- 1950







Raja Keling (? ?) mendengar penaklukan itu oleh orang Eropa, mengirimkan laskarnya dan akan mengusir orang Eropa dari Jawa.




Sesudah dikembalikan tanah Jawa pada orang Jawa sendiri, Raja Keling akan kembali ke negerinya (Mana Raja Keling itu ?)




1947- 2010




Pemerintah Jawa Nasional Baru pindah ke Karang Baja. Sebab inipun tempat yang malang, pindah lagi ke Waringin Kuba (kuba) dekat gunung Ngamarta Laja. Ini terjadi pada th 1947 (Semua nama sekarang tak ada)




2027-2090




Pada tahun ini Tanah Jawa akan lenyap sama sekali Semua nujumnya sampai tahun 1942 gagal, meleset sama sekali. Tenungan Pak Belalang belaka. Dari jempol mana






Jayabaya isap lagi kejadian tahun 1947 dan 2027 ?




Tentu ini juga tak akan terjadi : Jawa tak akan lenyap !




Jayabaya hidup dalam masyarkat yang goyang dan Bumi yang goyang. Kerajaan pada masa itu tak ada yang tetap dan peletusan gunung seperti sekarang, sering terjadi. Naik turunya sesuatu kerajaan dan peletusan gunung yang memisahkan Sumatera dan Jawa, ialah menurut Babad jawa,memberi sedikit suluh pada pikiran jayabaya yang selalu melayang-layang itu.




Seorang geolog yang cerdaspun atau ahli politik yang pintah, tak berani menentukan "tempo” yang pasti itu, buat sesuatu kejadian, tiap-tiap keadaan itu berseluk beluk, kena mengena dan berubah dari hari keminggu, dari minggu ketahun. Tak ada satu manusia bisa menujumkan kejadian bumi atau politik lebih dari tempoh yang seingkat sekali. Kalau bukti membenarkan sesuatu nujum itu, perkara ini boleh dianggap "kebetulan”, accident, belaka.




Tetapi sebagai impian, yakni bayangan yang liar dari masyarakat kita ini dan akibat pengaruh Hindu yang tebal melekatnya (Ingat Raja Keling), contoh yang diatas masyur dan masih dipercaya itu, tak ada salhanya kalau dikutip sepenuhnya.




Pasal 8 MASYARAKAT DAN SENI




Bagaimana bergantungnya SENI pada MASYARAKAT itu, sekarang sudah lebih umum kita ketahui di Indonesia ini dari pada beberapa tahun dahulu. Tiadalah SENI itu kita anggap lagi suatu barang yang semata-mata hasil idaman, impian dan ketukangan seorang ahli seni. Melainkan kita sudah insyaf, bahw seni itu bayangan masyarakat. Walaupun kadang-kadang jauh melebihi keadaan masyarakat itu sendiri.




Disini juga ada perlantunan. Begitulah pula mestinya sifatnya seni tulen itu. Masyarakat menggambarkan idaman dan cita-citanya seni. Seni yang lama-kelamaan mempunyai undangnya sendiri pula seperti semua i d e o l o g i , paham lain-lainnya mempunyai undang sendiri, juga seni itu mempengaruhi, sepatutnya memperbaiki masyarakat itu kembali.




Masyarakat Indonesia pada Zaman Purbakala pun sudah menimbulkan ahli arca, peulpture. Tidak saja diatas Gunung Dieng, dipertemukan Kali Progo dan Elo, di Kediri, Bali, Sumatera, Borneo, dan Semenanjung Tanah Malaka, kita bertemukan bermacam-macam patung yang menggambarkan idaman dan cita-cita yang berdasrakan Hinduisme dan Budhisme, tetapi lama sebelum itu bangsa Indonesia sejati dengan kayu atau bambu, sudah bisa menggambarkan idaman masyarakatnya yang berdasarkan Dynamisme dan Animisme. Sekejap kita memandang pada patung kayu atau bambu, nenek moyang kita itu seperti sekarang sisanya dipulau Nias, di Batak atau Toraja, kita sudah tahu bawa patung itu menggambarkan hantu yang murka, atau semangat yang baik. Sang Hantu Murka mesti dibujuk, diumpan dengan makanan dan disembah. Semangat yang baik itu mesti diperdekat, diminta pertolongannya dengan kurban atau sembah.




Demikianlah juga dari pagi sekali dalam sejarah dunia ini, idaman, pemandangan filsafat dan cita-cita measyarakat kita ini, sudah dibayangkan pada syair dan pantun yang berlainan kata dan susunannya dari pada pembicaraan biasa.




Tari menaripun yang terutama sekali digemari oleh bangsa Indonesia purbakala diseluruh kepulauan Indonesia dan Kamboja, seperti juga di Siam serta di Birma tiada lain dari bayangan masyarakanyta purbakala itu.




Serkarang ditengah bangsa Indonesia yang hidup dalam dunia kemodalan, perniagaan dan advertensi, sudah timbul pula seni baru yang cocok dengan permintaan Kapitalisme. Pada papan istimewa atau batu tembok dikota-kota besar, atau dekat setasiun, kita melihat gambar yang menarik hati atau menggelikan. Pabrik Bata menggambarkan sepatunya dengan niat supaya orang membelinya. Pabrik Listrik menggambarkan kebaikan dan kecantikan barang-barangny, begitu baik, kuat, cantik dan murah, janganlah ispemakai kiranya membeli pada pabrik lain lagi. Pabrik Jintan mengeluarkan gambarnya yang maksudnya buat memberi keyakinan pada pembeli, bahwa tak ada didunia ini obat sakit perut yang lebih manjur dari Jintan itu.




Pada beberapa contoh terakhir ini sudah lebih nyata lagi, bahwa tidak asja seni itu berkenaan dnegan masyarakat, tetapi juga nyata perhubungan seni itu dengan pencarian hidup "Art for Art”, seni itu Cuma buat seni saja, bukan buat mnecari uang, susah kalau tidak mustahil didapat pada dunia himpit menghimpit, sikut-menyikut dan tolak-menolak buat mencari makan ini. Cuma pada Zaman Depan, dimana pertanggungan hidup itu sudah menjadi pertanggungan bersama, dan seni itu sudah menjadi gambaran masyarakat semacam itu, disini ahli seni, orang yang betul berdarah seni dengan sepenuh hati, pikiran dan semangatnya bisa menjalankan talent, retaknya. Pada zaman ini bisa terjadi perpaduan kehidupan dan seni : Kehidupan buat Seni dan Seni buat kehidupan.




Pada masyarakat yang primitive, tingkat sederhana sekali, perhubungan seni dengan masyarakat itu lebih nyata dari pada masyarakat yang sudah tinggi pesawat dan kebudayaannya. Pada masyarakat tingkat sederhana itulah nyata sumbernya seni itu. Saya sendiri tiadalah ahli dalam hal seni itu. Tetapi ahli seni membandingkan benarnya kalimat diatas ini dengan bermacam-macam seni daerah diseluruh kepulauan Indonesia ini. Menurut pemandangan saya yang terbatas itu, erat sekali dan nyata sekali perhubungannya "Fatigkeit” (Marx), pekerjaan, perbuatan hari-hari dari beberapa suku bangsa Indonesia ini, dengan tari, nyanyi, pantun dan syairnya. Saya pikir tiada susah kita mencari perhubngan antara mananam, menyabit dan menumbuk padi dengan tari, nyanyi dan pantun yang bersangkutan.




Gerakan badan ketika menumbuk padi terutama, kuat lemanya gerakan, tempoh antara satu gerak dengan gerak lain, pendeknya yang dalam seni dikatakan rythme dalam pekerjaan itu, pindah kepada gerakan badan ketika menari, kepada suara ketika menyanyi atau berpantun dan bersyair. Tari,pantun dan syair yang berhubngan dengan pertanian, tidaklah susah dicari di Indonesia, lebih-lebih dimana seni itu sampai kepuncak, ialah di Jawa dan Bali.




Saya memang sudah lama berniat hendak mempelajari wayang lebih dalam. Tetapi sekarang belum ada kesempatan. Serba sedikit tentu saya ketahui perkara itu. Walaupun saya seandainya lebih tahu, lebih dalam mengetahui perkara wayag, tentulah tiada dalam buku ini, ataupun pasal ini, saya mesti memberi uraian.kalau buat yang berhubungan dengan pasal dan buku ini, saya pikir sudah cukup dikemukakan, yang diantara kaum terpelajar, juga umum, diketahui, bahwa wayang itu bukan berasal Hindu, melainkan kepunyaan Indonesia. Perhatikan sejarahnya Wayang Purwa (Baca Dr. Hazeu). Kedua, wayang itu berhubngan dengan perusahaan bersawah dan Animisme, ialah permuliakan arwah nenek moyang, Dewa atau memanggil dan minta pertolongan, nasehat atau pimpinan batin pada arwah itu dalam marabahaya.




Jadi wayang, bayang, memang tepat berarti satu bayangan masyarakat nenek moyang bangsa Indonesia, walaupun bukan arti semacam ini yang dimaksud nenek moyang kita. Melainkan bayangan boneka diatas kain layar (kelir).




Kewajiban ahli seni Indonesia Muda saya pikir, ialah buat mempelajari perhubungan antara wayang dengan arti bayangan masyarakat dengan mempelajari masyarakat itu sendiri. perkara yang mesti diperiksa, saya anjurkan :




1. Berapa jauh wayang sebagai seni Indonesia tulen, yakni wayang pada Zaman sebelum Hindu, menggambarkan masyarakat itu.




2. Berapa jauh cerita dalam wayang bisa memberi jawab atas pertanyaan yang penting buat seorang Indonesia : Apa sebab pada Pra-Hindu, Indonesia Asli itu lebih praktis, matter of fact, atas bukti, lebih berniat, lebi berani memulaim pekerjaan baru walaupun besar bahayanya dibanding dengan bansga apapun di dunia pada masa itu dan dibanding dengan Indonesia sendiri semenjak bercampur dengan bangsa asing ? (Baca : Weltgechichte ! dsb).




3. Berapa jauh cerita dan sejarah wayang bisa mengemukakan hal, fakto yang nyata dalam masyarakat Pra-Hindu itu, seperti Teknik dan Ekonomi, yang menjadi sebab, maka :




1. Dynamisme dan Animisme Indonesia Tulen, bisa didesak kesuduk sekali oleh Hinduisme, Budhisme dan Islamisme, walaupun Dynamisme dan Animisme itu sampai sekarangpun belum hilang dan selama "kepercayaan” mustahil sekali bisa hilang.




2. Kenapa para Satria dalam cerita Indonesia Tulen bisa di ganti, didesak kesudut atau diperolok-olokkan (Petruk, Gareng dan Semar) oeh cerita Hindu dan Arab, sedangkan satria Indonesia ialah pemimpin dari masyarakat sebenarnya.




Pertanyaan diatas mudah ditambah banyaknya, susah menjawab dan mesti banyak sekali mengambil tempo. Selain dari itu pekerjaan seseorang pemeriksa akan percuma buat kemajuan Indonesia, kalau semangat dan penjuru memandang "point of view” dari sipemeriksa, tak lebihd ari seorang terpelajar luhur, penyusun "Aceh Woordenboeken”.




Edeller Prof. Dr. Hussein Djajadiningrat. Semangat mestisemangat orang merdeka yang mencari perubahan baik dan penjuru mesti sudut masyarakat Indonesia dan keperluan Indonesia, bukan semangat seorang Hussein Djajadiningrat, walaupun ia seorang "Prof”.




Bahan buat diperiksa tiada sedikit, tetapi sudah didapat. Sejarah wayang dari smeua macam wayang, diseluruh pulau Jawa mesti dibandingan dnegan cerita suku Indonesia Asli yang kurang sekali atau sama sekali tiada dipengaruhi Hinduisme dan Arabisme. Cerita atas dongeng yang didapat seperti dinegeri Batak, Dayak atau Toraja, niscaya banyak bisa memberi keterangan atau suggestion, petunjuk. Sebab masyarakat Batak, Dayak dan Toraja yang tulen, tentu tak berapa bedanya dengan Jawa tulen, Jawa Pra Hindu.




Kita tak boleh lupa, bahwa Indonesia Dayak umpamanya, tiada kurang kepandaian tentang besi dari bangsa manapun di Asia, sebelum diajar Eropa modern. Dan pekerjaan mengayau buat mencari kepala manusia itu tiada boleh disalahkan menurut moral yang diajarkan oleh agama saja. Pekerjaan itu mesti diperhubungkan dengan masyarakat Dayak, iklim, cacah jiwa, ekonomi, dan kepercayaan pada Dynamisme dan Animisme (Kepala itu menurut kepercayaan asli, ialah pusatnya kodrat. Mengupulkan kepala berart mengumpulkan kodrat).




Bahwa wayang yang dipengaruhi cerita Hindu ataupun Arab, sebaliknya dari menambah kecerdasan dan meninggikan inisiatif itu sudah lama jadi keyakinan saya.




Bangsa Hindu yang tetap tinggal disini pada zaman dahulu kala sudah tentu membawa kebudayaan dan sejarah Hindustan. Kasta sistem tiada akan longgar, dan sudah mestinya dipererat. Kasta yang tertinggi, ialah Brahmana dan Satria, sudahlah tentu dimonopoli penjajah bangsa Hindu yang sedapat-dapatnya mereka jaga ketulenannya. Sedangakn saudagar, tukang dan tani Hindu di Hindustan sendiri itu sudah dianggap seperti Waisya dan Sudra, apalagi pula saudagar, tukang dan tani Indonesia yang tiada tahu bahasa Sanskreta atau lain bahasa Hindsutan itu. Karena kedua Kasta Hidnu penjajah tadi tentu kecil golongannya di banding denganbangsa Indonesia, maka penjajah Hindu mesti




cari tali yag erat buat menetapkan keadaan Hindu diatas Indonesia itu. Tali itu didapat pada agama, kebudayaan dan bahasa. Ketiganya mendapat pokok yang baik seperti bendalu mendapatkan pokok langsat, kalah langsat karena bendalu seperti pepatah adat Minangkabau, yang berarti tamu yang mengalahkan yang punya rumah. Bendalu mengisap zat yang diambil dengan susah payah oleh urat dan daun pokok langsat buat membesarkan dan menguatkan pokoknya sendiri. sipenghisap bertambah kuat dan besar, si terhisap, seperti pokok langsat jadi layur.




Bagitu halus hisapan dan tindasan yang dijalankan oleh penjajah Hindu, dengan jalan agama, kebudayaan dan bahasa dengan memakai Wayang sebagai perkakas sampai dengan tiada ketahuan : Cerita Hindu dalam masyarakat Hidnu di Hindustan, memakai bahasa Hindu tulen, disangkanya cerita oleh orang Indonesia.




Pokok bendalu didahannya pokok langsat itu dipandang dari luar berupa pokok langsat juga. Begitulah orang Indonesia ialah Kasta Sudra yang meti jawa dengan bahasa kromo dan lutut lemas, pertanyaan yang dimajukan dengan bahasa Ngoko kepadanya, menganggap kasta Ningrat dan Pendeta Hindu itu bangsanya sendiri.




Semua yang terjadi di Hindustan dalam cerita Mahabarata itu terjadi di Jawa ini orang Indonesia anggap, bahwa Hanoman itu bertapa dekat Gunung Merbabu. Kali serayu digali oleh Bima dsb (Asia Raya, 22 Sept 1942).




Hilang matter of fact, hilang bukti kenyataan, hilang nuchterheid, hilang kenyalangan mata ! Sejarah tidak lagi menaiki kecerdasan intelek, melainkan sebaliknya. Tidak lagi menaikan semangat dan inisiatif, melainkan melemahkan. Jayabaya menanti-nanti Raja Keling buat memerdekakan Jawa. Begitu yang Rakyat Indonesia sampai sekarang, masih terlampau percaya sama pertolongan luar itu. Tiada lagi ia mau menyingsingkan tangannya sendiri.




Di zaman Pra-Hindu ia menyingsingkan tangan dan pandang sebagai suluhnya dengan mata terbuka (nucter) buat merantau sampai lebih dari 2/31 keliling bumi.




Wayang sebagai pendidik rakyat Jelata, boelh jadi tiada bisa menyamai gambar hidup, tetapi tiada pula boleh dimasukkan kedalam msium bulat-bulat begitu saja. Dipakai yang baik, dibuang semua yang busuk.




Buat penulis gamelan dan suasana disekitarnya tak ada caranya di dunia ini. gerakan badan dalam tari serimpi rasanya mengangkat kita dari dunia fana ini. lima derajat dalam lagu Jawa sering menimbulkan perasaan sedih, halus, dalam dan gaib. Keberatannya barangkali sebab terlampau halus, buat perjuangan. Wayang seluruhnya kalau dibaharui diperhubungkan dnegan yang baik dari gambar hidup dan cerita mdoern, mungkin bisa dipakai pendiddik Murba Nasional. Tetapi semuanya membutuhkan talen dan tempo.




Pasal 9. PERKENAAN DAN PERLANTUNAN ANTARA BENDA DAN BENDANYA MASYARAKAT.




Pertama, dahulu saya tunjukkan antara benda, masyarakat dan pikiran, paham.




Kedua, bagaiman masyarakat mengenal paham. P e n g e n a a n maksud saya, aialh yang mempunyai satu arah, umpamanya dari kiri kekanan. Tetapi p e r l a n t u n a n mempunyai dua arah bertentangan, ialah dari kiri kekanan dan kemudian dari kanan kekiri. Sekarang saya akan tunjukkan perkenana dan perlantunan diantara benda dan benda, dan benda dalam masyarakat itu sendiri.




Saya peringatkan lagi lebih dahulu, berapa perkara yang dianggap sebagia benda, barang yang nyata, sebagai dasarnya paham dalam masyarakat itu.




Bagian 1. Sifat Bumi dan Iklim; Bagian 2. Bentuk pesawat; Bagian 3. Keadaan ekonomi;




Bagian 4. Klas berpolitik (lihat muka 118).




Bagiamana keadaan ekonomi mengenai undang dan politik (3 mengenai 4) sudah pula diuraikan dengan panjang lebar (lihat pasal benda masyarakat mengenai pikiran, muka 123) bagian 1, lihat halaman 127.




Tinggal lagi yang akan dibicarakan pengenaan dan perlantunan antara 3 perkara pertama (bermula) yang penting dalam masyarakat itu. Pertama Sifat bumi dan Iklim ; Kedua : Bentuk pesawat ; Ketiga : Keadaan ekonomi.




A. SIFAT BUMI DAN IKLIM MENGENAI BENTUK PESAWAT




Juga idealis Hegel ada memperhatikan kena-mengenanya sifat bumi dan iklim yang terkhusus dengan masyarakat. Tetapi Materialisme Marx tentulah lbeih jitu melaksanakan perkara yang semacam ini. Kata Marx pada salah satu tempat, kira-kira : "Sifat bumi dan iklim yang terkhusus itu tiada saja jadi alat adanya (condition) makanan, tetapi juga jadi alat adanya pesawat buat menghasilkan makanan itu”.




Jadi menurut Marx, makanan dan pesawat itu amat bersangkut dengan keadan bumi dan hawa atau iklim pada bagian bumi itu juga. Kalau dalam bumi itu tak ada besi atau tembaga, maka penduduk bumi itu tentulah tak bisa mengerjakan besi atau tembaga buat dijadikan perkakas.




Penduduk semacam itu akhirnya tiadalah bisa memakai perkakas besi atau tembaga baut berburu, memotong sagu atau membajak dan buat membikin rumah serta pakaian. Perkakas yang lazim tentu tiada akan bisa lebih tinggi dari batu dan kayu.




Walaupun Indonesia tulen Pra-Hindu sudah pandai mengerjakan tembaga dan besi sebelum sampai merantau ke Indonesia Raya ini dari Asia Tengah, tetapi kalau Indonesia tulen tadi tak mempunyai tanah tamban yang mengandung logam tembaga dan besi, sudah tentulah kepandaian tadi akan hilang lenyap sesudah satu atau dua keturunan.




Meskipun bangsa Indian, penduduk asli Mexico, tak kurang sopan dan gagah perwira dari Cortez dan lasykar Spanyol yang menyerbu ke Mexoco itu, lasykar Indian kalah dalam peperangan mati-matian.s ebab yang terutama dalam kekalahan itu, ialah ketiadaan kuda di Mexico dan Amerika seluruhnya. Kuda sebagai kodrat, perkakas dalam pertanian, pengangkutan dan peperangan adalah lk seperti kerbau Minagkabau terkhususnya dan Indonesia umumnya pada contoh di Mexico juga nyata, sifat bumi dan iklim membentuk pesawat dan penghidupan.




Pada bagian bumi terlampau sejuk seperti di Kutub Utara atau Selatan, pneduduk tak akan sampai ketingkat pertanian. Pencarian hidup tak akan lebih dari memburu, menangkap ikan atau memelihara binatang seperti bangsa eskimo.




Kalau tak ada pula besi atau tembaga didalam tanahnya, maka ikan itu Cuma bisa ditangkap dengan tangan saja, atau ditombak dengan tombak batu. Begitu juga kalau hawa terlalu panas dan makanan terlampau mudah didapat seperti di Indonesia ini. penduduk asli seperti Irian besar dan kecil (Negrito) tak perlu memikirkan membikin perkakas tembaga atau besi. Dengan tangan telanjang atau dengan tombak batu atau sumpitan ikan atau burung bisa ditangkap dan buah- buahan boleh dipetik.




Kalau orang Indonesia yang datang dari Asia Tengah itu tiada membawa kepandaian membuat perkakas dari tembaga atau besi ke kepulauan ini, sudahlah pasti, bahwa mereka tiada akan perdulikan perkakas lain dari yang dipakai ipar kita di Irian atau di Ulu Pahang, di Malaya atau dipegunungan, dipulau Luzon itu sampai pada masa ini.




Tiadalah subur atau kurusnya tanah semata-mata yang menentukan kemajuan masyarakat dan pesawat ekonominya. Kemajuan itu pada masa dahulu kala timbul pada iklim sedang, tiada terlalu sejuk dan terlalu panas, seperti didaerah Sungai Kuning di Tiongkok, Sungai Indus di Hindustan, Sungai Nil di Egypte dan Sungai Eufrat dan Tigris di Messopotamia. Disamping hawa sedang itu terdapat pula bermacam-macam tumbuhan buat makanan dan




barang logam buat dipakai jadi pesawat. Disini dari tingkat ketingkat kemajuan dalam hal pesawat buat penghidupan, kebudayaan dan pertahanan mulanya berlaku. Atas kemajuan yang diperoleh pada tingkat bermula, pada iklim sedang dan tanah mengandung logam,seperti tambaga dan besi itu, atas kemajuan itulah berdirinya kemajuan dunia zaman kita ini.




Indonesia Asli merantau ke kepulauan Indonesia membawa pengetahuan yang sudah tinggi juga tentang pesawat, pertukangan, pertanian dan Ilmu Bintang. Kepandaian itu tiada hilang karena bisa dilaksanakan.




Pulau-pulau Indonesia yang besar dan subur ini, yang penuh dengan sungai besar-besar, lagi pula mudah diperhubungkan satu dengan lainnya oleh Indonesia Asli dengan menyebrangi lautan. Perpisahan disebabkan pegunungan yang tinggi atau hutan berlukar lebih menykarkan perhubungan satu tempat dnegan tempat yang lain dari perpisahan disebabkan lautan, yakni kalau perkakas sampan sudah ada. Karena mudahnya perhubungan, maka lama kelamaan orang Indonesia dari perantau di daratan, nomaden, seperti bangsa asalnya, ialah bangsa Tartari, menjadi perantau di Lautan. Pelayaran yang mulanya barangkali dari Semenanjung Malak ke Sumatera saja, dari tepi ketepi sungai, dari muara ke hulu sungai saja, lama-lama jadi pelajaran dari pantai ke kepulauan Indonesia ini. Akhirnya menimbulkan pengetahuan, keberanian, kebiasaan dan keminatan menyeberangi dua Samudra terbesar di dunia ini. Sifat Bumi dan Iklim Indonesia pembentuk perkakas buat Indonesia Asli, perkakas terpenting buat kehidupannya "perahu memakai cerdik”. Perahu ini, walaupun berapa lebarnya lautan dan besarnya gelombang boleh dibilang mustahil bisa tenggelam.




B. PESAWAT MEMBENTUK KEADAAN EKONOMI Perkakas pesawat. 1.




Bukan satu atau dua buku, melainakn beberapa buku seorang ahli pesawat mesti menulis, buat menguraikan sejarahnya perkakas yang dipakai manusia dalam riwayatnya lebih dari 500.000 tahun itu. Berapa ribu tahun, mesti berlalu dan berapa tingkat yang mesti didahului oleh perkakas batu sampai ke perkakas tembaga. Dari tembaga ke besi ! Beberapa perubahan yang diderita oleh perkakas besi itu baru sampai jadi maha mesin atau mesin raksasa dizaman sekarang.




Buat melaksanakan teori diatast ini, yakni pesawat membentuk ekonomi, terpaksalah dan lebih dari cukup, malah lebih terang kalau kita ambil perubahan perkakas yang nyata kelebihan : yang melompat dari tingkat rendah ketingkat tinggi.




Kita kembali ke zaman Tengah di Eropa. Kita masuki satu Gilde, Guild, satu Kongsi Pertukangan. Kongsi para tukang besi umpamanya. Kongsi ini banyak sekali mempunyai aturan, statuten, yang mesti diikuti oleh anggotanya masing- masing. Semua aturan itu boleh kita pelajari sekarang, karena ada tertulis dengan nayata dan masih disimpan. Berlainan dengan sejarah kita ! Memang dalam segala-gala yang mengandung sejarah barat itu, di Zaman Yunani sampai sekarang betul-betul sejarah ; hal yang terjadi ; barang yang ada ; bukan impian tak senonoh seperti di negeri kita. Saya lebih suka mengambil contoh yang ada di Indonesia, tetapi apa boleh buat, keterangan yang saya peroleh tiada cukup dan tiada syah.




Tetapi boelh dikatakan pasti, bahwa dibeberapa bagian Sumatera, seperti Minangkabau, Aceh, dan Palembang, di Jawa pada masa Pajajaran dan Majapahit, golongan tukang besi itu ada sederhana tinggi derajatnya dalam pergaulan dan ekonomi. Sejarah mengatakan, kaum pandai atau empu, ialah pandai besi yang dari Pajajaran diterima dan




diperlindungi oleh Majapahit. Tetapi aturan, statuten mereka dan tata kerja ; werkprogram mereka, perkara hasil, harga, upahdan sebagainya yang tertulis yang dipakai oleh kaum pandai itu, perhubungan pemimpin dengan anggotanya, kepala dengan pekerja sejawat (gezel) atau muridnya (leerling) dan aturan antara satu pertukangan besi (apar namanya di Minangkabau) dengan pertukangan lain atau dengan pemerintah, tiada saya peroleh.




Zaman Tengah : Bagaimana juga perkakas yang dipakai oleh Kongsi Tukang di Eropa pada zaman Tengah, taka da berapa bedanya dari yang dipakai oleh pandai besi kita pada masa itu. Perbedaan barangkali sekali didapat pada bentuknya atau jenis perkakas. Tetapi persamaan juga pasti ada : Semua perkakas boleh diangkat dengan tangan. Lain dari itu besi sama dipadu dengan api dihidupkan dengan arang atau kayu. Sama diembus dengan blaasblag, dua pompa kembar di Eropa dijalankan dnegan ari. Besi panas sama ditempa dengan martil yang diangkat dengan tangan.




Zaman Sekarang : Apar itu, bukan lagi pondok atau rumah kecil, melainkan gedung besar, bukan satu atau dua, gedung dari beton, penuh dengan mesin raksasa. Dengan Bessemer-Methode, udara itu ditiup dengan keras, besi juga dilebur dengan listerik, yang ditimbulkan oleh pabrik listrik yang besar. Martil penimpa besi, tiada lagi martil yang diangkat dengan tangan. Martil uap (steam hammer) sekarang bukan lagi satu atau setengah kilogram, melainkan sampai seratus dua puluh lima ribu KG.




Perkara Hak Milik 1.




Aggota Kongsi Tukang di Eropa atau pandai besi Indonesia (juga ?) mempunyai sendiri perkakas itu (martil, bahan dan arang !).




Tetapi complex atau gabungan pabrik pada masa sekarang buat membikin baja atau membikin mesin sendiri itu, bukan lagi kepunyaan seorang . Modal buat complex-pabrik yang sampai berjuta-juta rupiah itu, buat bahan yang berjuta-juta rupiah pula, buat motive-force, kodrat menjalankan mesin seperti uap atau litrik yang mahal pula ; modal buat pembayar buruh, mandor, tukang, insinyur dan administratur yang berjuta-juta rupiah pulla, tiadalah keluar dari kantong seorang atau dua orang lagi, melainkan dari golongan orang, bernama kaum kapitalis. Tiada ada diantara golongan yang pegang andil atau pegang modal baru, bernama debenture-holder (pegang surat bunga uang) yang bisa bilang : Ini martil sayalah yang punya ! Tidak ada satu bagian satu biji pakupun yang dimiliki seseorang, melainkan semua yang mengeluarkan modal itu memiliki semua perkakas mengadakan hasil itu. Bagitu juga tidak lagi satu orang memiiki hasil yang keluar, satu jarumpun, melainkan semua hasil itu ialah buat semua pemegang andil atau pemegang surat debenture (surat terima bunga uang).




Tetapi yang nyata tidak bermiik ialah satu golongan besar, yang dulu berpunya, yakni : Buruh, p r o l e t a r.




Buat menjadi buruh, proletar, tak berpunya, maka pak tani atau situkang Zaman Tengah mesti "dimerdekakan” dalam dua hal : 1. Medeka dari kongsinya ; 2. merdeka dari atau lepas dari perkakasnya, artinya dihilangkan perkakasnya. Kewajiban revolusi borjuis ialah menimbulkan "kemerdekaan” semacam ini. Skarang siproletar , tak berpunya, "merdeka” pula menjual tenaganya pada pasar yang "merdeka”. Disini dia dengan ribuan teman sejawatnya "merdeka” tawar-menawar dengan kaum Modal, kaum yan mempunyai segala-gala.




Perkara Kemerdekaan dan Kepandaian. 1.




Tukang besi pada satu kongsi di Zaman Tengah di Eropa atau seorang pandai besi di Majapahit atau Minangkabau, ialah seorang merdeka, seorang yang dihargai dalam Masyarakat. Walaupun pada masyarakat Majapahit akum pandai itu Cuma masuk kasta Waisya, kasta ketiga, ia ada mempunyai kedudukan yang baik juga. Pandai besi zaman Majapahit atau Minangkabau yang mendapat kris yang kuat artinya sama dengan pendapat (inventor) atau Insinyur, pembentuk kapal terbang atau kapal silam zaman sekarang. Keris itu adalah senjata luhur zaman Sriwijaya dan




Majapahit, seperti kapal terbang dan kapal silam zaman sekarang. Kalah menangnya perang pada masa itu selain dari semangat dan moral kebatinan, tergantung pada kuat dan jitnya kris seperti sekarang terutama pada kuat dan jitnya kapal udara dan kapal silam itu.




Tukang besi zaman dahulu itu, ialah seorang yang berinisiatif sendiri, merdeka sendiri, dalam hal bentuk-membentuk. Begitu di Eropa, begitu pula tentu di Indonesia. Rahasia melebur besi, kepandaian membentuk senjata yang maha tangkas, terimpan dalam otaknya pandai besi, walaupun pekerjaan angota kongsi tukang di Eropa itu dibawah penilikan pemimin, ialah pemimpin kongsinya sendiri, tetapi masih banyak kemerdekaan yang tinggal padanya. Ia merdeka merubah segala-galanya !




Tetapi sekarang, si buruh atau tukang didalam pabrik, tak mempunyai kemerdekaan semacam itu. Sipunya andil atau debenture dengan perantaraan inventor, insinyur dan managernya, membentuk mesin dan hasil. Si buruh Cuma sebagai bagian dari mesin, mengawasi mesin bekerja itu saja.




Crattsmen di Eropa, ialah tukang di Indonesia, memangnya seorang tukang, seorang berpikir mengubah dan membentuk. Tetapi si proletar, buruh, si tak berpunya, ialah seorang yang tiada boleh berpikir, berinisiatif, mengubah dan membentuk ; inventor dan si insinyurlah yang mengubah dan membentuk, mesinlah dan si insinyrulah yang mengubah dan membentuk, mesinlah yang menjalankan, dan si buruh jatuh pada golongan mesin yang tak bernyawa itu pula. Skill, yakni tukang atau pandai, pada zaman dahulu bertukar dengan dexterity, keawasan, ketika menjaga mesin dizaman sekarang. Si buruh Cuma buat mengawasi mesinnya saja. Mesinnya tak boleh berputar terlampau lama atau kurang lama. Lebih-lebih dia mesti jaga supaya tangan, kaki atau lehernya sendiri jangan terputar oleh mesin itu. Merdeka pada zaman dahulu berganti jadi budak mesin zaman sekarang.




1. Perkataan division of Labour (Pembagian Kerja).




Pada permulaan sekali dari sejarah manusia sudah terjadi division of Labour itu, yakni antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Yang pertama kerjanya berburu atau menangkap ikan. Yang dibelakang tinggal di rumah melakukan pekerjaan rumah, memasak, bertenun, menjahit, mencuci, menjaga anak dll.




Pekerjaan yang pertama adalah lebih berat dan berbahaya dari yang kedua. Walaupun banyak diantara kaum ibu yang berani, tetapi ada temponya tiap-tiap ibu dalam kelemahan sendiri, ialah dalam keadaan mengandung dan menjaga si anak yang lemah.




Lagi pula pembagian kerja yang besar terjadi dalam sejarah manusia, yakni : Pertanian dan kerajinan. Pertanian dilakukan disawah, ladang atau kebun, dan mempunyai pusat pergaulannya didesa. Kerajinan dilaukkan dikota atau bandar. Tentu ada juga pak tani melakukan kerajinan dirumahnya, seperti membikin bajak, jala dsb; sedangkan isteri dan anak gadisnya membikin kain, menjahit dan serterusnya. Tetapi pada tingkat masyarakat yang lebih tinggi, pembagian kerja itu lebih umum, karena dnegan pembagian kerja itu hasil berlipat ganda. Seorang yang umpamanya pencahariannya berhubungan dengan sepatu saja, tentu pengetahuannya tentang bahan buat sepatu itu seperti kulit dan benang, tentang bentuk yang disukai atau tidak lagi tentang pasar dan langganannya dan banyak perkara lain-lainnya, lebih tinggi dari seseorang yang menjalankan 13 ambachten, 13 macam pekerjaan. Si spesialis yang mengerjakan sesuatu, teristimewa itu, tangannya lebih cepat dan tepat serta matanya lebih tajam.




Pada zaman manufacture saja, ialah zaman diantara kongsi tukang, (gilde) dan industri (kemesinan), pembagian kerja itu sudah pesat sama sekali. Arloji saja umpamanya, seperti diuraikan beberapa ribu bagian. Kunci, per, sekrup, plaat dll. Seseorang kerjanya lain tidak dari mengerjakan bagiannya saja, bagian yang lain, dia tak perlu ketahui. Kemudian semua bagian itu dipasang oleh seorang yang kerjanya memasang saja. Pada zaman sekarang pembagian kerja itu, lebih dilanjutkan lagi. Kapal terbang itu umpamanya terbgai atas beberapa ribu bagian pula. Tiap-tiap bagian dikerjakan pada pabrik atau mesin istimewa. Dengan begitu hasilnya bertimbun-timbun (mass-prouction).




Yang menjadi alat adanya pembagian kerja itu pertama cacah jiwa. Kalau penduduk sesuatu negara atau tempat masih jarang sekali, sekali-sekali dan "Standard of Living”, takaran hidupnya masih rendah sekali, maka keperluannya tentulah sedikit sekali pula. Umpamanya Desa Anu Cuma dua tiga puluh saja penduduknya.




Pada masa Lebaran (Hari Raya) Cuma ampat lima orang saja yang memakai sepatu. Sesudah habis lebaran, sepatu tadi terus disimpan baik-baik sekali buat dipakai ditahun depan. Satu kongsi sepatu, yang datang buka pabrik sepatu, dengan cara mass-production, kalau mesti bergantung pada "langganan” dari Desa Anu ini saja tentu akan segera terpaksa gulung tikar. Dia bisa mengadakan seratus sepatu dalam satu jam umpamanya, jadi beum lagi menyamai mass-production Amerika. Tetapi pembeli kemana dicarinya ?




Kedua, dan inilah yang berhubungan dengan pasal ini : Kemajuan perkakas.




Umpamanya seorang warga Republik Indonesia, berinisiatif berdarah industrialis atau dagang, baru pulang dari Amerika tiba disalah satu kota besar di Indonesia, SI Indonesia pulang dair Amerika tadi mempunyai segala-gala, dari kepandaian sampai keuangan. Dia periksa dnegan tiliti dan yakin, bahwa perusahaan kapal terbang dengan cara mass- production akan bisa memberi untung. Uang ada atau gampang boleh dipinjam dari Bank Nasional umpamanya, karena namanya peminjam itu baik. Langganan pasti banyak dan tetap. Ialah dari tentara, kongsi kapal terbang dll. Memang buat tehnik dan pengetahuan Rakyat Jelata, buat dagang, pengangkutan, lebih-lebih buat pertahanan Negara, industri kapal terbang itu penting sekali. Pemerintah Republik memberi izin leluasa sekali. Tetapi ada dua perkara yang kurang dan satu perhubungan erat dengan yang lain. Pertama, mesin bukan mesin kapal terbang itu sendiri, yang bernama aero- engine, tetapi mesin mesti bikin aero-engine ini pula. Kedua aero-engine itu sudah barang yang sulit ! Apalagi mesin ibu yang mesti melahirkan aero-engine itu.




Dia menoleh kekiri-kanan, memang dia bertitel Insinyur dan berdarah praktek. Dia masuki pabrik dan bengkel Indonesia. Memang dia berpengaruh, karena keluaran dari keluarga hartawan dan politik-wan. Tetapi dia Cuma berjumpakan mesin buat menggiling tebu, pemisahkan timah dan ems, penyaring minyak tanah, dan paling tinggi pembikin sayap kapal terbang. "Semuanya pusaka Belanda” katanya dalam hatinya, memang dia Nasionalis patriot. Ingat dia pada Indonesia Raya, Zaman Sriwijaya dan Majapahit. Tetapi pada zaman ini dia Cuma berjumpa dengan pahat, kampak, martil, semuanya kecil-kecil.




Pekerjaan tidak bisa dijalankan dengan lekas. Tetapi dia aktif, berinisiatif, divide, memang berpemandangan jauh dan cinta pada bangsanya. Dia mau lekas, mau naikkan bangsanya, dari bangsa dibawah sepatu bangsa lain, sampai jadi bangsa yang duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan bangsa manapun juga dikolong langit ini. dia jumpakan para pembesar negeri anggota Parlemen sampai Menteri Keuangan, serta anggota keluarga, bekas teman sekolah, kawan separtai atau sahabatnya. Akhirnya dia dapat perjanjian dari yang berpengaruh, berkuasa, beruang. Kalau pasal uang sama sekali tak akan menjadi keberatan. Kami akan bantu.




Si Nasionalis tadi bukan seorang bertitel Insinyur saja. Dia seorang yang praktis. Dia berpikir terus, walaupun sesudah empat atau lima bulan atau setahupun akan didapat mesin ibu, buat bikin aero-engine. Tetapi dimana dia peroleh ratusan, ya ribuan banyaknya buruh, tukang, opzicter dan Insinyur yang berpengalaman, buat menjalankan pekerjaan masing-masing bgian, dengan "efficiency”, ini perkataan Amerika pula yang sudah jadi pedoman dalam semua pekerjaannya. Berapa lama buruh halus dan kasar yang penting itu, dia mesti dilatih dalam teori dan praktek, supaya jangan banyak waste, ialah tenaga, tempo dan barang yang dibuang-buang, karena kekurangan kepandaian dan pengalaman. Insinyur, Nasionalis Indonesia tadi, insyaf sekali akan division of labour, pada industri baru beralasan mass-production, seperti pada indsutri kapal terbang itu. Dia tafakur dan insyaf, beberapa perkakas, pesawat, berhubungan dengan division of labour dan berapa keduanya ini mempengaruhi ekonomi. Walaupun banyak syarat yang ada padanya, dia mesti menunda menjalankan idamannya jauh lebih lama dari pada yang dikehendakinya. Sekarang dia yakin, bahwa walaupun bangsanya sudah merdeka dalam politik, kaya dengan uang dan hasil bumi, tetapi masih rendah sekali dalam hal pesawat dan industri-berat (heavy industry).




Dia berbisik, Majapahit tak bisa meninggalkan pusaka lain dari kampak dan palu. Sebab memang pada zaman itu tak ada perkakas yan lebih tinggi diseluruh dunia ini. tetapi Belanda ! Ya, kalau dia tiada memikirkan untung yang lekas dan banyak didapat saja dengan gula atau teh, barangkali, ya, sudah tentu dia tak akan mengalami kejaian yang sudah- sudah. Indonesia tentu akan punya perkakas heavy industry dengan semua bagian, skilled atau un-skilled laboru, buruh halus atau kasarnya. perkara sosial, pergaulan. 1.




Mudah kita menggambarkan pergaualn antar pekerja dan pemimpinnya pada zaman dimasa perkakas masih digerakkan dengan tangan.




Mudah kita gambarkan satu gilde, dimana pekerjaan dan pemimpin pekerja bersama-sama pada satu tempat, bercakap- cakap dalam keadan duduk sama rendah, tegak sama tinggi .tinggi rendah Cuma terbawa oleh pengetahuan dan batinnya si pemimpin, bukan karena kelahiran bangsawan atau kekuasaan uang. Si pemimpin bukan orang yang jatuh dari langit sepreti Raja, melainkan orang yang dipilih kaum pekerja diantara pekerja sendiri buat mengawasikeperluan bersama menurut aturan, statuten, yang ditenutkan dan dimufakati pada pekerja. Betul pada kira-kira Abad ke-XV, pertentangan semakin tajam antara pekerja dan pemimpin yang menjadi kaya, lebih-lebih di Jerman dan tak kurang hebat di Inggris antara master dan journy-men atau yeomen. Tetapi pertentangan itu di Inggris berakhir dengan pengawasan, supervision dan pemeriksaan (controle) dari kaum maters, dan lagi bertambah majunya pesawat pula yang berakhir kepada kemesinan dan kepabrikan. Pada masa belakang ini peraturan gilde, perkongsian tukang, berganti dengan Trade Union, perkumpulan kaum pekerja, pada satu pihak dan perkumpulan majikan pada pihak lainnya.




Gambaran pergaulan para pekerja dengan pemiminnya pada zaman Gilde + Abad ke-XIII dan XIV berlakon paternal, bapak dan anaknya pada masyarakat Tionghoa, yang memang cocok dengan dasar pelajaran Guru Kung. Sisa peraturan Gilde, "tong” namanya dalam bahasa Tiongkok Selatan masih bisa kita lihat dikota-kota Tiongkok ataupun Indonesia. Membikin tong buat tolong-menolong diantara satu-satu golongan pekerja, memang sudah jadi darah daging Tionghoa. Dimana suasana politik ada kejam, maka tong kaum pekerja tadi menjadi perkumpulan bersifat poitik. Dr. Sun Yat Sen dnegan Kuo Min Tang-nya banyak mendapat bantuan politik dari tong yang jadi masyhur, karena campur merobohkan kekuasan Mancu itu. Kumpulan itu bernama Kola Hue (Hue juga berarti tong !). Maka pada sesuatu kumpulan pekerja itu masih bisa saksikkan perhubungan yang paternal, seperti bapak dan anak itu. Mereka masih makan dan minum bersama-sama. Beda pemimpin dengan anggota, adalah seperti perbedaan antara yang lebih tua, lebih berpengalaman, dan juga lebih berani dengan yang masih muda.




Tiada susah bagi kita buat menggambarkan perhubungan para pekerja dengan ketuanya, pada satu apar di Minangkabau atau pertukangan besi atau kapal di tanah Jawa. Lebih kurang seperti bapak dengan anak itu juga, atau saudara tua dengan saudara mudanya.




Tetapi bagaimana perhubungan itu pada zaman ini, dimana martil beratnya 125.000 kg, pipa minyak di Palembang sampai 300 KM panjangnya ?




Kemesinan zaman sekarang, Kapitalisme Modern, tidak lagi berupa Kongsi atau perkumpulan, melainkan dari kongsi, kompeni, sudah naik kedasar yang lebih lebar jajahannya dan banyak pekerjannya, ialah sydikat. Dari syndikat yang masih kurang terpusat dan teratur (rationalized) itu, dia naik keatas jadi trust. Dari trust ke Combine-trust, ialah gabungan dari beberapa trust, tidak saja diantara yang ada dalam Negeri, tetapi juga gabungan dengan beberapa trust diluar Negeri sendiri.




Misal sudah ada di Indonesia. Menoleh kita keperusahaan yang terpenting dalam banyak tehnik, perniagaan dan politik dunia, ialah minyak tanah. Buat tehnik minyak itu adalah jiwanya mesin, penjalankan mesin. Buat perniagaan dia mengadakan untung yang besar dan tetap. Sebab itu ia jadi minyaknya politik Nasional dan Internasional kaum kapitalis, lebih-lebih yang sudah sampai berbentuk Imperialis.




Royal Dutch, sebagaimana yang terkenal di seluruh dunia, Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij namanya dalam bahasa Belanda, didirikan pada tahun 1890. pada tahun 1912 kongsi ini bergabung dengan Kongsi Minyak Inggris di Borneo bernama Shell. Gabungan minyak Belanda-Inggris ini sendiri tiada mengurus perusahaan minyak, melainkan mencari dan mengawasi uangnya dari lebih 100 dochter maatschappijen, cabangnya. Royal Dutch inilah satu contoh dari sistem Amerika, bernama Holding Company, kongsi pengikat. Royal-Dutch kongsi pengikat, inilah walaupun ia tak mengurus perusahan yag jadi puncak seluruh industri minyak di Indonesia. Diantar cabangnya, yang masyhur juga bernama BPM.




Ia ini yang menggali (boren) minyak dan menyaring minya : Raffinaderijen, Anglo Saxon Cy, kongsi Inggris dengan NI Tank Stoomboot Cy mengangkut dan membagikan minyak tadi. Asiatic Petroleum Cy menguras penjualan di Asia Timur. Kantor pusat dari Royal Shell tadi ialah di London ; kita semua kenal akan Deterding, seorang Belanda sebagai kepalanya. Kantor pusat dari BPM ialah (dahulunya) di Den Haag.




Mesin dan perkakas yang dipakai buat menggali, membersihkan dan mengangkut minyak keseluruh pelosok dunia ini, tiada lagi terbikin pada satu apar ditempa dengan tangan, seperti di Minangkabau atau Majapahit, melainkan didatangkan dari seluruh pelosok dunia sesudah melalui bermacam-macam tingkat perusahan kemesinan pula : Dari tanah tambang ke besi kasar (pigiron), dari besi kasar ke baja dan dari baja ke mesin. Boleh jadi tanah tambangnya diambil di Cuba, besinya atau bajanya digembleng di Amerika dan mesinnya di bikin di Amerika atau Inggris.




Perusahaan minyak tidak lagi lokal, pada satu daerah kecil saja atau nasional, melainkan sebab pesatnya kemajuan pesawat sudah betul-betul Internasional. Keuangan buat menjalankan perusahaan yang berdasarkan Internasional ini, tiada lagi keluar dari kantongnya anggota atau kepala kongsi, melainkan dari beberapa Bank : Bank Negara atau Bank seseorang, dari seluruh penjuru dunia pula terutama Inggris dan Belanda.




Bersangkutan dengan hal ini, maka tiadalah lagi kita dapati pergaulan para buruh dengan pemimpinnya pada Zaman Tengah di Tiongkok atau pada masa Majapahit. Buruh halus dan kasar Indonesia tiadalah bisa lagi duduk atau makan bersama-sama tuan Deterding. Tidak saja antara tempat berjauhan, tetapi antara kedudukan sosial dalam masyarakat zaman sekarang ada berjauhan seperti bumi dengan langit. Kalau ada perhubungan antara tuan "besar” dengan kuli dipabrik atau galian minyak, maka perhubungan itu biasanya dijalankan oleh tingkat yang menghubungkan tangan tuan besar dengan kepala kuli. Atau kata yang lain dipakai yang menghubungkan mulut tuan besar dengan telinga kuli ialah perkataan God verdmome.




C. PERLANTUNAN.




Sudah diterangkan pada bagian A, perkenaan sifat Bumi dan Iklim sebagai Perkakas dan pada bagian B (a, b, c, d, e) perkenaan perkakas dengan keadaan Ekonomi. Sekarang akan ditunjukkan perlantunan diantara ketiga perkara itu.




Pada gerakan pertama kita lihat arah gerakan itu dari sifat Bumi dan Iklim menuju ke Pesawat dari sini menuju keadaan Ekonomi (Perlantunan antara sifat Bumi dan Iklim dengan perkakas juga ada, tetapi hal ini nanti akan dibicarakan). Sekarang kita akan perlihatkan arah membalik dari Keadaan Ekonomi ke Pesawat, dan dari Pesawat ke Sifat Bumi dan Iklim.




Pada gerakan pertama kita saksikan. Sifat Bumi dan Iklim. Jadi alat adanya (condition) Pesawat dan Pesawat jadi alat adanya keadaan Ekonomi. Pada gerakan membalik kita akan saksikan keadaan Ekonomi, akan jadi alat adanya Pesawat dan pesawat akan jadi alat adanya sifat Bumi dan Iklim.




Kita sekarang sudah sampai pada keadaan ekonomi yang bersifat kapitalis. Hal ini oleh semua yang berpolitik sudah umum diketahui di Indonesia. Surat kabar dan berjenis-jenis perkumpulan sudah cukup membicarakan hal ini. dua sifat dari peraturan ekonomi kapitalis, dua sifat yang berkenaan dengan pasal ini, saya akan kemukakan disini.




1. Penghasilan liar, anarchy in the production ;




2. Persaingan (concurency).




Pada zaman pra-monopoly, sebelum monopoli zaman sekarang, maka penghasilan liar itu umum sekali. Satu indsutrialis tak tahu-menahu dengan kapitalis lainnya, walaupun senegara. Banyaknya hasil perusahaanya dan harga barangnya ia tetapkan sendiri. dia tiada rembukan tentang banyaknya hasil dan harganya itu dnegan kawannya. Pada zaman yang umumnya zaman monopoli ini, terutama Amerika, beberapa perusahaan bergabung. Gabungan ini menentukan banyak hasil dan harga barang buat seluruh gabungan, serta banyak hasil dan harga barang buat masing- masing perusahaan yang bergabung. Jadi dalam monopoli itu anarchy in production, penghasilan liar, sudah jadi planned production, penghasilan dirancang, diatur lebih dahulu. Tetapi terhadap monopoloi lain, baik dalam atau pun diluar negara, penghasilan liar tadi masih bersimaharajalela. Satu monopoli tiada berembuk dengan monopoli lain tentang berapa hasil atau harga yang dia mau adakan.




Akibatnya atau sejajar dengan penghasilan liar tadi ialah persaingan yang hebat. Pada zaman yang di Inggris dinamai Fee Trade, persaingan itu pesat sekali dan dimuliakan sekali oleh seseorang kapitais dan pujangganya ahli ekonomi. Kata mereka, persaingan mati-matian itu mengadakan hasil terbanyak dan termurah. Seperti dalam Alam, Darwin punya struggle for existence itu, jadi alat adanya hewan dan anggotanya yang lebih baik, begitu pertarungan mati- matian dalam lapangan Ekonomi itu jadi alat adanya perusahaan pabrik dan mesinnya yang maha tangkas. (Berapa pabrik yang tak jalan dan berapa kaum buruh yang terlantar, menganggur, tiada dibicarakan disini !).




Dalam satu monopoli Gajah, Mammoth Organisation, zaman sekarang memang persaingan itu antara satu anggota dan anggota lain dalam Monopoli itu memang sudah hilang, bergantikan koperasi, tolong-bertolong. Tetapi persaingan itu terus berlaku antara satu mammoth organisation dnegan mammoth yang lain. Awasi saja bagaimana gajah Koninklijke Nederlands Petroleum My dinegeri kita ini berjuang dengan gajah Standard Oil.




Kalah menangnya satu hewan dengan hewan lain atau dengan Alam sendiri, terutama ditentukan oleh anggota pertarungannya. Singa oleh kuku dan taringnya, begitulah dalam pertaruan ekonomi itu, pesawat itu, tehnik itu jadi kuku dan taringnya. Selain dari factor lain-lain seperti pimpinan, susunan, penjualan dsb, pesawat itulah yang jadi kuncinya kemenangan.




Pesawat ini memukul pada dua pihak, dia menoleh kepenjuru kapitalis saingan. Saingan yang mempunyai mesin yang absolute, kolot, kurang cepat dan kurang efficient, kurang mencukup, mesti kalah oleh mesin yang lebih cepat dan mencukupi lebih efficient. Harga barang yang dihasilkan yang dibelakang ini lebih murah dan tahan dan lebih bagus. Pada pihak yang lain, si Kapitalis menoleh kepada buruhnya. Makin tinggi gaji buruh, kalau dibanding dengan harga mesin, ialah makin rendah untungnya. Makin tinggi harga mesin kalau dibanding dengan bayaran gaji buruh, makin tinggi untungnya. Seperti kata Marx, makin tinggi capital structure, susunan kapital, makin besar untungnya.




Contoh dari Marx dikeluarkan dari "jembatan keledai” saja. Sudah 20 tahun lebih disimpan dalam otak. Maaf kalau ada kesalahan. Angkanya saya bikin sendiri.




Andaikan 5 modal :




Mesin Rupiah Gaji Buruh




Rupiah Jumlah




Modal




Surplus Values (nilai lebih)




100 % gaji buruh




Untung 50 % nilai buruh




50 50 100 50 25




70 30 100 20 15




80




20




100




20




10




84




16




100




16




8




90




10




100




10




5




Andaikan 5 modal itu kepunyaan seorang kapitalis. Yang 1 ialah modal kebun kapas ; 2. buat membersihkan kapas ; 3. buat memintal benang ; 4. menenun kain ; 5. buat mencat. Jumlah lima modal R. 500,- Jumlah untung R. 63,- Pukul rata untungnya 63/5 = R 12,60.




Modal 1 yang mesinnya seharga R 50,- kurang R 12,40




Modal 2 yang mesinnya seharga R 70,- kurang R 2,40




Modal 3 yang mesinnya seharga R 80,- lebih R 2,60 untung pukul rata R. 12,60




Modal 4 yang mesinnya seharga R 85,- lebih R 4,60




Modal 5 yang mesinnya seharga R 90,- lebih R 7,60




Jumlah modal 1 dan 2 kurang R. 14,80 dari pukul rata, ialah R 12,60




Jumlah modal 3, 4 dan 5 lebih R. 14,80 dari pukul rata, ialah R 12,60




Dengan kenaikan modal buat mesin dari 80 ke 84 ke 90 naik pula kelebihan untung dari pukul rata dari R 2,60 ke R4,60 dan ke R 7,60. Tentu pemakian mesin ada batasnya. Harga mesin tak bisa sampai ke 100. ini berarti tak memakai buruh lagi. Tetapi dalam batas ini memang kenaikan modal mesin berarti kenaikan untung dari untung pukul rata. Diatas dimisalkan 5 modal kepunyaan satu orang kapitalis.




Artinya sama kalau 5 modal ini kepunyaan 5 orang, berlain-lain kapitalis. Karena 5 kapitalis inipun masuk satu kaum atau Klas.




Seligi tajam balik tertimbal, tak ujung pangkal mengena, kata kapitalist. Pesawat baru itu memukul keuda pihak, kepada saingan dan kepada kaum buruh tiada heran kalau kapitalis selalu mendekati inventor, pendapat. Pada tiap-tiap perusahaan besar juga terdapat laboratorium yan modern engan inventor atau calon inventor yang cerdas. Memang pemakaian invention, pendapat baru itu pada zaman monopoli ini ada terbats, tidak lagi seperti pada masa "Free trade”, pesawat baru itu tetap tinggal jadi perkakasnya kapitalis buat menewaskan musuh saingannya atau kaum buruh.




Sedikit panjang ktia menyimpang diatas, tetapi tiada bisa dihindarkan.




Sekarang kita kembali pada pangkal persoalan. Ekonomi menjadi alat adanya Pesawat dan Pesawat menjadi alat adanya Bumi dan Iklim. Dalam keterangan dibelakang yang rupanya menyimpang tadi sudah termasuk kepastian, bahwa keadaan ekonomi jadi alat adanya pesawat. Siapa yang melihat film yang banyak sekali memberi pelajaran itu, saya maksud "Edison the man” dia bisa pastikan, bagaiman keadan ekonomi, disini juga mengandur arti sempit, ialah keadaan ekonomi Edison sendiri, dalam perusahaan listerik, kepunyaan dan dibawah pimpinannya itu, memaksa dia mendapat pesawat yang baru.




Begitulah juga tiap-tiap perusahaan dengan laboratoriumnya mencoba membentuk pesawat yang baru, yang bisa menagdakan hasil lebih banyak, lebih cepat, lebih mduah dan lebih tahan serta bagus.




Perang itu bengis, memusnahkan jiwa muda, jiwa sehat kuat, dan berani dan banyak mengandung pengharapan buat masyarakat, memusnahkan harta berjuta-juta, memperdalam dendam kesumat satu Negara dengan Negara lain. Tetapi satu Negara yang berperang dengan Rakyat Negara lain itu tak kenal-mengenal satu sama lainnya. Janganlah pula bermusuhan. Bala hidup semacam itu sukur, diantara orang Indonesia tidak sedikit yang mengerti, sudah tidak dianggap lagi sebagai kemauan Tuhan. Perang itu semata-mata kemauan dan perbuatan manusia, dan boleh dikehendaki dan diperhentikan oleh manusia pula. Perang tidak lain melainkan penjelmaan persaiangan ekonomi yang terakhir : buat merebut pasar, merebut bahan dan merebut tempat buat menanam kapital sendiri dengan aman dan untung banyak. Perang ialah bentuk terakhir dari persaingan ekonomi. Disinilah pula terbentuk sejelas-jelasnya kebenaran, bagaimana keadaan ekonomi itu (baca persaingan kapitalisme) membentuk pesawat membunuh.




Ratusan otak yang maha cerdas di Asia, Amerika dan Eropa pada ketika saya menulis buku ini, dipakai oleh pemerintahnya masing-masing buat mendapatkan kapal terbang yang lebih cepat terbang, cepat berputarnya dan berat serta jitu menembaknya. Tank yang maha cepat, maha kebal dan maha tangkas tembakannya. Kapal penempur yang maha kebal dan maha dahsyat tembakannya. Kapal silam yang bisa paling lama dibawa laut dan paling jitu tembakannya.




Kini saya mau teruskan uraian saya pada arah terakhir, dimana pesawat menjadi alat adanya sifat Bumi dan Iklim Baru. Bukankah keadan Bumi Jepang sebetulnya berubah, sesudah tunel, tembusan, terowongan dibawah laut diantara Jepang dan Korea diadakan ? Bukankah keadaan bumi Inggris dan Eropa akan berubah, kalau sekiranya idaman Napoleon




lebih dari seratus tahun lalu dijalankan ? Bumi Indonesia pun berubah. Rawa besar-besar di Sumatera Timur yang dahulu dengan nyamuk anophelesnya, musuh besar bangsa Indonesia, sekarang sudah jadi tanah yang subur dimana penduduk kemban biak. Bumi Indonesia niscaya akan bisa berubah, ya, dibentuk baru sama sekali. Tunggulah dengan sabar.




Begitu juga negeri Belanda ! Pesawat sudah cukup maju sehingga laut pun sudah ditukar menjadi daratan. Tiada mustahil lagi bahwa iklim bisa dibantah. Dimana iklim tiada memberi hujan, pesawat sudah bisa mengadakan hujan itu. Iklim iut sudah bisa dibataslkan dan kalau menurut teori saja dan tehnik saja sudah bisa dibentuk.




Sifat dan iklim tidak lagi sifat yang tak bisa dirubah, melainkan sifat dibawah daerah perkakas. Cuma sang tempo saja sedikit meminta kesabaran.




Pasal 10. ICHTISAR.




Buat membulatkan perlantunan dan perkenaan antara beberapa benda dasar Masyarakat dengan Tata Jiwa, Idaman, Masyarakat itu, saya beri ichtisar dibawah ini :




Bagian 1. PERLANTUNAN BESAR ANTARA MASYARAKAT DAN PAHAM




Mula-mua sesuatu masyarakat itu jadi alat adanya (condition) paham dan sampai pada satu tingkat, mata paham tadi melantun menjadi alat adanya Masyarakat Baru.




Khususnya : Pada permulaan, sesuatu masyarakat yang timbul pada sesuatu bagian bumi yang mempunyai sifat dan iklim yang tentu, mengadakan sesuatu macam pesawat, sesuatu macam ekonomi dan sesuatu mascam klas yang berpolitik Negara. Masyarakat semacam itu menjadi alat adanya tata jiwa, pemandangan, idaman dan impian masyarakat itu. Pada satu ketika tata jiwa, pemandangan, idaman dan impian masyarakat jadi melantun menjadi alat adanya klas berpolitik, ekonomi, pesawat, ya, Bumi dan Iklim yang semuanya baru.




Misal pertama : Masyarakat feodal Perancis sebelum tahun 1789 menjadi alat adanya paham revolusioner, dan paham taid pada tahun 1789 melantun menjadi adanya masyarakat Borjuis (Kapitalisme).




Misal kedua : Masyarakat semi-kapitalistis di Rusia sebelum tahun 1917 menjadi alat adanya paham Komunistis dan paham ini akhirnya cukup mendapat pengikut buat mengadakan masyarakat Soviet Rusia.




Bagian 2. PERLANTUNAN KECIL.




Sifat Bumi dan Iklim yang menjadi alat adanya perkakas itu menjadi alat adanya keadaan ekonomi, yakni perhubungan manusia dalam sesuatu cara penghasilan. Sampai ketingkat ini dengan perantaraan klas yang berkuasa, arah perkenaan tadi membalik menjadi alat adanya perkakas baru dan sifat Bumi dan Iklim yang baru.




Misal : Keadaan Kapitalis menimbulkan persaingan antara satu kapitalis dengan kapitalis lain, dan perbantahan antara Kapitalis dan Buruh. Persaingan dan perbantahan itu jadi alat adanya perkakas baru yang lebih efficient. Perkakas itu sekarang sudah sampai ketingkat begitu tinggi, sampai sudah bisa menjadi alat adanya Bumi baru. (Iktisar ini sebetulnya sudah termauk pada bagian 1, diatas. Ditulus disini guna buat melebarkan arti bagian benda dari masyarakat).




Bagian 3. PERKENAAN (SATU ARAH).




Sifat Bumi dan Iklim jadi alat adanya pesawat. Pesawat itu jadi alat adanya perhubungan ekonomi. Perhubungan ekonomi itu menjadi alat adanya klas yang berkuasa. Dua perkakas ini, yakni perhubungan Ekonomi dan Undang serta politik klas yang berkuasa menjadi alat adanya Tata Jiwa beberapa klas dalam masyarakat itu. Tata Jiwa itu akhirnya menjadi alat adanya pemandangan, cara berpikir, idaman dan impian dunia beberapa klas dalam masyarakat itu.




Lanjut ke Part-4

Posting Komentar

0 Komentar