Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sejarah Indonesia Modern 1200-2008

Apa yang anda bayangkan sewaktu mendengar kata “pelajaran sejarah”? Sebagian besar orang akan membayangkan sebuah pelajaran membosankan di mana kita harus menghafalkan nama tempat dan tahun. Dan kalau aku bertanya tentang apa yang tersisa di benak anda mengenai pelajaran sejarah, umumnya yang orang ingat hanya Perang Diponegoro dari tahun 1825-1830. Tetapi kalau aku bertanya tentang apa signifikansi Perang Diponegoro bagi perjalanan sejarah Indonesia, hampir pasti tidak ada yang bisa berpendapat, bahkan sekedar pendapat pribadi sekalipun. Jadi apa gunanya pelajaran sejarah kita di sekolah? Apakah sekedar untuk ikut kuis “Are You Smarter than a Fifth Grader?” Sepertinya sih iya. Jangan harap kalau pendidikan sejarah memberi lebih dari itu.
Salah satu penyebab dari hal di atas adalah buruknya mutu buku pendidikan sejarah di sekolah kita. Aku sebagai seorang pelajar angkatan 80-an, adalah “korban” dari doktrinasi sejarah, bukan pendidikan sejarah. Seperti yang kita tahu, pelajaran sejarah, baik di Orde Lama dan khusunya Orde Baru adalah alat untuk indoktrinasi massa, bukan untuk sebuah pembelajaran. Untuk itulah, kehadiran buku-buku sejarah yang baik menjadi sangat dibutuhkan, baik untuk dipakai di sekolah khususnya, atau untuk dibaca masyarakat awam umumnya. Sebuah buku sejarah karangan Ricklefs, seorang dosen di National University Singapore yang dulu juga pernah mengajar di Monash University dan Australia National University, dengan judul SEJARAH INDONESIA MODERN, 1200-2008, yang diterbitkan oleh Serambi bisa dihadirkan untuk memenuhi kekosongan ini.
Lalu apa yang ditawarkan buku ini? Buku ini tidaklah memberikan sebuah sejarah Indonesia secara komprehensif dari awal sampai akhir, melainkan hanya melihat dari tahun 1200 seperti yang dituliskan di depan judulnya. Istilah “modern” yang dipakai juga tentu bisa diperdebatkan. Istilah “Indonesia” sendiri juga bisa diperdebatkan, yaitu apakah Indonesia sudah ada pada waktu itu, dan mengapa istilah yang dipakai bukan Nusantara, misalnya. Yang jelas, buku ini mulai melihat sejarah Indonesia sejak intensifnya hubungan Indonesia dengan luar negeri, khususnya para pedagang Islam, dan apa akibatnya bagi perkembangan sejarah Indonesia.
Buku ini menawarkan jawaban dari sebuah pertanyaan yang sering dilewatkan buku pelajaran sekolah atau dijawab dengan terlalu gamblang yaitu pertanyaan MENGAPA? Buku pelajaran sekolah sering terlalu berkutat dengan fakta tempat dan waktu, sehingga lebih terlihat sebagai sebuah kronik tanpa penjelasan yang memadai, dan kalau pun ada penjelasan cenderung indoktrinatif. Buku ini tidaklah demikian. Ia di dalam menjelaskan sebuah fakta kerap mengutip fakta itu diperoleh dari mana, dan apakah sumber itu bisa dipercaya atau tidak. Di dalam beberapa kurun, seperti awal masa raja-raja Mataram Islam, Ricklefs mengatakan bahwa sumber-sumber yang ada bisa jadi kurang bisa dipercaya karena ditulis dua abad setelah kejadian, dan sering kali tulisan yang berasal dari dalam kerajaan bukanlah catatan sejarah sebenarnya melainkan ditulis untuk melegitimasi kekuasaan. Hal-hal seperti ini juga akan banyak dijumpai di dalam banyak bagian di buku ini.
Buku ini juga akan membuka mata anda mengenai apa yang terjadi dengan VOC dan tanam paksa misalnya. Buku sejarah kita cenderung melihat VOC dan tanam paksa dengan hitam putih, bahwa ia pasti buruk tanpa melihat dengan jelas fakta-fakta yang ada, serta menggunakan analisis yang mendalam. Penjelasan bahwa VOC adalah sebuah kongsi dagang, yang kebetulan bermarkas di Belanda, kerap kali luput dari pelajaran sejarah kita. Artinya VOC adalah sebuah perusahaan, seperti Freeport, misalnya. Penindasan yang dilakukan oleh VOC, setelah membaca buku ini, justru bisa dikaitkan dengan kejadian di Timika, Papua, oleh Freeport, misalnya. Penjelasan seperti ini bisa lebih memperjelas masalah, bukan sekedar melihat bahwa VOC sama dengan Belanda, sama dengan penjajah, dan semua penjajah adalah buruk. VOC buruk justru karena korupsi di dalamnya, dan pejabat-pejabatnya yang korup itulah yang bukan sekedar merugikan masyarakat Indonesia tetapi juga membuat VOC bangkrut.
Begitu pula dengan tanam paksa. Tanam paksa tidak sekedar dilihat sebagai sebuah masa yang mengenaskan bagi masyarakat. Namun tanam paksa juga menghadirkan hal yang lain yan juga sering luput dari buku pelajaran sejarah kita. Tanam paksa menghadirkan industrialisasi pertanian di Indonesia, yang memicu pembuatan pabrik dan juga jalur kereta. Ia juga melahirkan kelas menengah sebagai administratur, yaitu para priyayi baru terdidik yang tidak berdarah biru. Dengan dibukanya perkebunan-perkebunan tanam paksa, era ekonomi yang juga dimulai, karena petani penggarap mulai dapat bekerja untuk mendapatkan upah, ketimbang hanya bagi hasil dari tuan tanahnya dalam sebuah sistem ekonomi feudal.
Setelah anda membaca buku ini anda akan mulai mempertanyakan apakah benar Indonesia telah dijajah 350 tahun oleh Belanda. Kata “Indonesia” sendiri tentunya juga bermasalah. Begitu pula dengan konsep penjajahan. Yang dilakukan oleh VOC pada awal kedatangannya adalah melakukan konsesi dagang, dengan membayar kepada pihak kerajaan lokal, sebagaimana yang dilakukan perusahaan sekarang. Bahwa mereka pada akhirnya menindas penduduk lokal, ini tidak terlepas dari pemerintah lokal itu sendiri. Konflik internal dalam keluarga kerajaan juga begitu komplek, apalagi pertikaian antar kerajaan. VOC sendiri hadir atau bisa disebut terjebak dalam konflik ini. Konsep devide et impera yang sering dipakai dalam buku pelajaran kita juga perlu dianalisis ulang. Tanpa VOC pun, Indonesia sudah terpecah belah saling perang satu sama lain.
Hal menarik yang juga sering luput dari buku sejarah kita adalah peranan orang Cina di dalam sejarah kita. Di dalam buku ini kita dapat melihat peranan mereka serta pemberontakan yang dilakukan oleh orang Cina yang mendahului perang Diponegoro, dan menjadi salah satu unsur dalam perang Diponegoro kemudian. Begitu pula dengan konflik horizontal antara pemilik tanah dan petani penggarap yang sering dilupakan, karena pemilik tanah umumnya adalah seorang haji dan pemuka agama, sehingga bisa dianggap SARA jika dimasukkan ke dalam buku pelajaran.
Catatan-catatan pra kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan juga cukup menarik untuk disimak, baik era Orde Lama, Orde Batu dan khususnya setelah era Reformasi. Ia memberikan catatan kritis tentangn pemerintahan Habibie, Gus Dur, Megawati, sampai SBY. Ia memberikan catatan misalnya tentang SBY sebagai seorang presiden yang populer, namun sebenarnya tidak terlalu banyak bekerja, yang dikontraskan dengan wakil presidennya JK yang banyak bekerja, namun tidak populer di mata masyarakat. Ricklefs juga memberikan catatan tentang bangkitnya fundamentalisme agama khususnya Islam di Indonesia yang diwarnai dengan munculnya organisasi seperti FPI, Majelis Mujahidin, Jamaah Islamiah, sampai organisasi politik seperti HTI dan PKS. Ia memberikan catatan kritis tentang sepak terjang organisasi-organisasi di atas, yang hampir pasti luput dari buku pelajaran dan juga media mainstream di Indonesia.
Pada akhirnya buku ini memberikan banyak sekali sumbangan untuk melihat kembali apa itu Indonesia, ditinjau dari kurun waktu pembahasan 1200-2008. Buku ini bukan satu-satunya buku yang bisa dipakai untuk memahami Indonesia. Masih banyak buku-buku sejarah lain yang layak, seperti buku karangan Denys Lombard dan Slamet Mulyana misalnya. Kiranya, buku-buku seperti ini akan semakin banyak terbit untuk mengobati kurang berbobotnya buku-buku pelajaran sejarah di sekolah kita. Yang jelas, buku-buku ini akan memperberat kerja guru sejarah, karena anak-anak akan menjadi semakin kritis, dan soal-soal ulangan sejarah akan berbunyi seperti ini: Jelaskan pengaruh dari pemberontakan Diponegoro terhadap kolonialasi Jawa pada umumnya dan kolonialisasi Indonesia pada khususnya, ketimbang pertanyaan seperti: Sebutkan di mana saja letak benteng-benteng utama Diponegoro.

Sumber: Serambi Ilmu Semesta
Oleh Hendri F Isnaeni
Sejarawan

Partikelir PSIK Universitas Paramadina
Peraih Paramadina-The Jakarta

Post Fellowship
Penulis buku Romuha: Sejarah yang Terlupakan,

Kontroversi Sang Kolaborator (2008), dan Penyamaran Terakhir Tan Malaka

di Banten 1943-1945 (2009)Tahun 2009 telah berlalu. Dua belas

bulan mengandung berbagai peristiwa penting dalam perjalanan bangsa

Indonesia. Setiap waktu menyimpan sejarah yang mesti ditulis agar

generasi berikutnya mengetahui apa saja yang terjadi.Harus

diakui, kita berhutang budi pada para sejarawan luar negeri yang

mendedikasikan hidupnya untuk menulis sejarah Indonesia. Salah satunya,

M.C. Ricklefs, Profesor Sejarah di Universitas Nasional Singapore.Ricklefs

melakukan penelitian serius terhadap puluhan jurnal dan lebih dari lima

ratus buku. Direktur Sekolah Penelitian tentang Asia dan Pasific

(Universitas Nasional Australia) ini mengisahkan perjalanan bangsa

Indonesia dari zaman ke zaman yang penuh warna, lengkap dengan aneka

persoalan dan pertikaian baik internal maupun eksternal.Hasilnya

sebuah buku berjudul A History of Modern Indonesia, ca. 1200 to the

present. (London & Basingstoke: Macmillan; Bloomington: Indiana

University Press, 1981). Cetakan berikutnya dengan beberapa perubahan

diterbitkan tahun 1993 dan 2001 oleh Palgrave and Stanford University

Press.Buku ini kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia

pada tahun 1991 oleh Gadjah Mada University Press. Dan edisi revisinya

diterbitkan pada tahun 2005 oleh Penerbit Serambi.Menurut

Ricklefs, perjalanan panjang Indonesia sejak masuknya Islam hingga kini

merupakan sebuah unit historis terpadu, yang dalam buku ini disebut

Sejarah Indonesia Modern.Terdapat tiga unsur fundamental menjadi

perekat bagi periode historis itu. Satu, unsur kebudayaan dan

keberagamaan: islamisasi Indonesia yang dimulai sejak tahun 1200 dan

berlanjut sampai sekarang. Dua, unsur topik: keadaan saling memengaruhi

antara orang Indonesia dan orang Barat yang masih berlangsung hingga

sekarang sejak tahun 1500. Tiga, unsur historiografi: sumber-sumber

primer bagi sebagian besar periode ini ditulis dalam bahasa-bahasa

Indonesia modern (Jawa, Melayu, dll., bukan dalam bahasa Jawa Kuno atau

Melayu Kuno) dan bahasa-bahasa Eropa.Karena roda sejarah terus

berputar, Ricklefs terus memperbarui bukunya. Segala hal dalam periode

sejak 1999 telah ditulis ulang secara substansial atau sama sekali baru.

Kehadiran versi Indonesia ini terasa semakin lengkap karena

pengarangnya khusus menuliskan perkembangan Indonesia sejak pemilu 2004

sampai tragedi Monas pada 1 Juni 2008.Buku Ricklefts berakhir

tahun 2008. Kini, kita memasuki tahun 2010. Artinya, selama tahun 2009,

di mana berbagai peristiwa penting terjadi, belum ditulis untuh.

Haruskah Ricklefts kembali yang menulis? Alangkah lebih baik, kita (para

sejarawan) yang menuliskannya.Data Buku
Judul : Sejarah

Indonesia Modern 1200–2008
Penulis : M.C. Ricklefs
Terbit :

Desember 2008
Tebal : 866 halaman
ISBN : 978-979-024-115-2
Ukuran : 15x23.5 cm

Posting Komentar

0 Komentar