Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen Mengaku Tahu Dimana Aktivis 1997/1998 Yang Selama Ini Hilang


Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

Mantan Kakostrad Kivlan Zen Mengaku Tahu Dimana Aktivis 1998 Dibantai

Kasus penghilangan paksa 13 aktivis pada 1998 kembali mencuat. Pemicunya adalah ucapan Mayor Jendral (Purn) Kivlan Zen di acara Debat tvOne pada Senin (28/4/2014) malam.

Mantan Kepala Staf Kostrad yang selama ini cuma diam saja pada saat rakyat mau menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014 itu, tiba-tiba mengaku tahu di mana 13 aktivis itu ‘dihilangkan’.Untuk diketahui, Kivlan menjabat sebagai Kakostrad pada 1998 atau saat Pangkostrad dijabat Letjen Prabowo Subianto .

“Yang menculik dan yang hilang, tempatnya saya tahu di mana, ditembak, dibuang,” kata Kivlan dalam debat yang dipandu pembawa acara Alfito Deannova.

Bahkan, Kivlan mengatakan, jika nanti disusun sebuah panitia untuk menyelidiki lagi kasus penghilangan 13 aktivis itu, dia bersedia bersaksi.

“Kalau nanti disusun suatu panitia, saya akan berbicara ke mana ke-13 orang itu hilangnya, dan di mana dibuangnya,” ujar Kivlan dengan nada berapi-api.

kivlan-zen diacara debat tvOne
Kivlan Zen, sedang berbicara dalam acara debat di tv swasta nasional, tvOne.
Dalam acara debat itu, Kivlan diposisikan sebagai pembela Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus yang dituding bertanggung jawab atas penghilangan paksa tersebut. Di kubu Prabowo, ada juga Wakil Ketua Umum Partai Gerinda Fadli Zon.

Sedangkan di kubu lain ada Al Araf dari Imparsial dan Alvon Kurnia dari YLBHI. Bersama sejumlah LSM, dua lembaga itu adalah yang menyatakan menolak capres pelanggar HAM. Dalam penolakannya, mereka dengan tegas menyebut nama Prabowo Subianto , capres Partai Gerindra.

Operasi Sampingan dan “Double Agent”


Sebelum mengucapkan tahu di mana para aktifis 1998 itu termasuk Wiji Thukul (yang juga seorang penyair) dan kawan-kawannya dihilangkan, Kivlan membela bahwa Prabowo tidak terlibat kasus penculikan 13 orang, sebagaimana disebut para aktivis LSM.

Dia menyebut Prabowo hanya melakukan tindakan ‘pengamanan’ terhadap 9 aktivis yang lain dan kini mereka sudah kembali. Beberapa diketahui sudah bergabung ke partainya, Gerindra.

Tindakan oleh Prabowo itu, kata Kivlan, dilakukan untuk menghindari gangguan keamanan sebelum sidang umum MPR 1998. Soal 13 yang masih hilang hingga kini, Kivlan menuding adanya ‘operasi sampingan’ yang bergerak.

“Di mana-mana operasi militer itu dilakukan ada yang namanya double agent,” kata Kivlan yang pernah mendeklarasikan diri sebagai capres pada 2009 silam ini.

“Operasi sampingan intelijen (oleh) lawan kepada Prabowo, saya tahu benar siapa lawan Prabowo,” imbuhnya. Seperti diketahui, dalam pergolakan 1998 masih ada 13 aktivis yang hilang sejak tahun 1998 hingga kini. Mereka adalah :

No
Nama
Keterangan
Waktu Hilang
1
Yani Afri (Rian)
Pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997
Hilang di Jakarta pada 26 April 1997
2
Sonny
Pendukung PDI Megawati
Hilang di Jakarta pada 26 April 1997
3
Deddy Hamdun
Pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
4
Noval Alkatiri
Pengusaha, aktivis PPP
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
5
Ismail
Sopir Deddy Hamdun
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
6
Wiji Thukul
Penyair aktivis JAKER/PRD
Hilang di Jakarta pada 10 Januari 1998
7
Suyat
Aktivis SMID/PRD
di Solo pada 12 Februari 1998
8
Herman Hendrawan
Aktivis SMID/PRD
di Jakarta, 12 Maret 1998
9
Petrus Bima Anugerah
Aktivis SMID/PRD
Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998
10
Ucok Munandar Siahaan
Mahasiswa Perbanas      
Diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta
11
Yadin Muhidin
Alumnus Sekolah Pelayaran
Hilang di Jakarta saat kerusuhan 14 Mei 1998
12
Hendra Hambali
Siswa SMU
Hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998
13
Abdun Nasser
Kontraktor
Hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta


Keluarga orang hilang 1998 minta Komnas HAM periksa Kivlan Zen

Sementara itu, Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) menganggap penting informasi dari Kivlan tersebut.

“Bagi beberapa orang, mungkin ini bukan berita baru. Tapi IKOHI menganggap, informasi ini penting karena Kivlan Zen adalah pejabat militer (ABRI) ketika peristiwa terjadi. Ia punya otoritas sebagai representasi alat negara. Oleh karena itu, pengakuan Kivlan Zen yang disaksikan jutaan pasang mata harus ditindaklanjuti,” kata Koordinator IKOHI, Mugiyanto, dalam pernyataan terbuka di blog-nya.

Mugiyanto mengatakan, memang Komnas HAM sudah selesai melakukan penyelidikan untuk kasus penghilangan paksa periode tahun 1997-1998 ini sejak November 2006.

“Namun, karena berkas penyelidikan ini masih disengketakan oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, di mana Jaksa Agung menganggap belum lengkap, yang karenanya kasus ini tidak segera disidik dan dituntut di Pengadilan HAM, maka adalah kami memandang Komnas HAM punya kewajiban untuk menindaklanjuti pernyataan Kivlan Zen,” lanjut Mugiyanto.

Keluarga orang hilang 1998 minta Komnas HAM periksa Kivlan Zen

Semenatara itu, IKOHI, kata Mugiyanto, mendesak agar Komnas HAM untuk segera memanggil Mayjen Kivlan Zen untuk dimintai keterangan.

“Sebagai penegasan, informasi mengenai keberadaan para korban ini merupakan hal utama yang menjadi tuntutan keluarga korban selama 16 tahun berjuang,” kata Mugiyanto yang juga menjadi salah satu korban penculikan.

Mugiyanto menilai pengabaian atas informasi penting ini adalah pengingkaran hak atas kebenaran bagi korban dan keluarga korban. “Desakan ini kami tujukan kepada Ketua Komnas HAM, Hafid Abbas, jajaran pimpinan dan segenap Komisioner Komnas HAM Republik Indonesia,” tutupnya.

wiji thukul aktivis 1998
Wiji Thukul, salah satu aktivis 1998 yang diculik lalu dibunuh.
Komnas HAM tak mau tindaklanjuti ucapan Kivlan Zen soal penculikan

Namun demikian, gayung tidak disambut Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, mengatakan pihaknya tidak akan menindaklanjuti pernyataan Kivlan Zen tersebut. Menurutnya, penyataan Kivlan sudah tertulis dalam berkas penyelidikan Komnas HAM yang sudah rampung dan dikirim ke Kejaksaan Agung.

“Itu kan pernyataan pribadi dan data Kivlan sudah ada di penyidikan Komnas HAM. Kivlan kalau sudah tahu sampaikan saja ke publik, buka di publik dan ke media,” ujar Pigai saat dihubungi Jumat (2/5/2014).
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/ba/Logo_komnas_HAM.gif 
Mengenai adanya anggapan Kejaksaan Agung enggan melanjutkan penyidikan karena ada sengketa dalam berkas, Pigai membantahnya.

Menurut Pigai, berkas Komnas HAM sudah lengkap dan data-data yang dimiliki sudah terpenuhi. “Tidak ada yang namanya (berkas) bolong, Kejaksaan saja yang tidak mau,” katanya.

Untuk itu, Pigai berharap presiden mendatang mampu menuntaskan masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Setiap capres harusnya datang ke Komnas HAM lalu sampai kan visi misi jaminan Komnas HAM mengatasi pelanggaran-pelanggaran,” tuturnya.

Diskusi di “Warung Daun”: Ditantang buka kuburan korban penculikan, Kivlan Zen murka!

Politikus Partai NasDem Taufik Basari dan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kivlan Zen berdebat saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Warung Daun. Kivlan berang lantaran dituduh Taufik menyembunyikan informasi penculikan aktivis pada tahun 1998.

“Menurut Pak Kivlan, semua aktivis itu sudah meninggal dan dia mengetahui lokasinya di mana, dan di mana mayatnya di kubur. Jadi menurut saya, setelah diskusi ini, ayo sama-sama kita ke Komnas HAM. Ada banyak teman-teman wartawan. Kalau bicara kebenaran, sampaikan informasi yang pak Kivlan tahu,” ujar Taufik saat diskusi visi dan misi HAM para capres di Warung Daun, Cikini, Selasa (6/5/2014).

Taufik semakin emosi saat menyatakan keluarga korban menantikan kebenaran sekian lama. “Keluarga korban sudah melakukan aksi ‘Kamisan’ setiap hari Kamis dengan berdiam diri di depan Istana Negara sambil mengenakan pakaian hitam. Ibunda mencari-cari keberadaan anaknya. Coba mana tunjukan,” katanya.

Kivlan Zen yang merasa disindir dan disudutkan pun tidak terima. Kivlan langsung menunjuk-nunjuk Taufik untuk berhenti bicara.
“Kamu tidak usah bicara itu. Biar saya yang jelaskan nanti,” teriak Kivlin.
“Biar saya bicara, jelaskan dulu,” teriak Taufik tak mau kalah.
Lantaran Taufik tak juga menghentikan omongannya. Kivlan langsung meraih microphone yang dipegang Taufik hingga terjadi rebutan. Taufik menyudahi pembicaraannya tak lama setelah itu. Diskusi pun kembali dilanjutkan.

Kivlan Zen: Ada pihak lain yang ikut culik aktivis 98

Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (purn) Kivlan Zen mengaku tahu persis bagaimana peristiwa penculikan aktivis 1998. Menurutnya peristiwa ini tidak tepat disebut penculikan.

Kivlan mengisahkan saat itu berdasarkan laporan intelijen, ada gerakan yang mau mengacaukan Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR. Kesatuan Den 81 milik TNI, sebagai tim penanganan teror pun diberi perintah untuk menangkap sejumlah aktivis.

“Mereka mau melakukan aksi bom itu. Aktivis yang di Tanah Tinggi di Bekasi. Jadi, dengan demikian mereka itu ditangkap bukan diculik. Secara hukum itu merupakan kebijakan negara,” ujar Kivlan usai acara diskusi di “Warung Daun”, Selasa (6/5/2014).

Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, SH, kini sebagai Ketua Umum Partai Hanura
Kivlan menambahkan, usai ditangkap, ketiga belas aktivis yang saat ini disebut-sebut hilang telah dibebaskan.

“Kita sudah bebaskan tetapi kalau sudah di luar diculik ya kita enggak tahu,” katanya.
Jadi, lanjut Kivlan, Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad tidak terlibat dalam kasus-kasus yang disebut sebagai pelanggaran HAM atas penculikan.

Prabowo, saat itu hanya menjalankan tugas untuk mengamankan Jakarta. “Wiranto yang memberi perintah,” katanya.

Sebelumnya Kivlan beberapa kali menyebut Prabowo hanya melakukan tindakan ‘pengamanan’ terhadap 9 aktivis yang lain dan kini mereka sudah kembali. Beberapa diketahui sudah bergabung ke Gerindra .

Tindakan oleh Prabowo itu, kata Kivlan, dilakukan untuk menghindari gangguan keamanan sebelum sidang umum MPR 1998. Soal 13 yang masih hilang hingga kini, Kivlan menuding adanya ‘operasi sampingan’ yang bergerak.

“Di mana-mana operasi militer itu dilakukan ada yang namanya double agent,” kata Kivlan yang pernah mendeklarasikan diri sebagai capres pada 2009 silam ini. “Operasi sampingan intelijen (oleh) lawan kepada Prabowo, saya tahu benar siapa lawan Prabowo,” imbuhnya.

Kivlan Zen sebut dalang kerusuhan 1998 sekarang jadi politikus

Mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD era Orde Baru Mayjen (purn) Kivlan Zen mengklaim mengantongi nama dalang kerusuhan 1998. Menurutnya, dalang dari kerusuhan itu masih eksis dan saat ini terjun di dunia politik!

“Siapa penggerak massa kerusuhan, saya sudah kantongi siapa otaknya. Dia sekarang jadi politikus,” ujar Kivlan usai diskusi di “Warung Daun”, Selasa (6/5/2014).

Kivlan enggan menjelaskan siapa yang dia maksud. Dia mengelak saat disodorkan sejumlah nama. Apakah dia sekarang merupakan calon presiden?
“Saya tidak mau bicara sekarang. Kalau ada panel saya mau bicara undang Prabowo dan Wiranto kita diskusi bersama,” ujar Kivlan. Selain itu, dalam insiden Pamswarkasa, Kivlan menyebutkan dalang peristiwa tersebut ada tentara dan sipil.

“Saya lihat Ratna Sarumpaet bersama pensiunan jenderal memerintahkan orang-orang anarki. Mereka menyerang saya dan pasukan di Tugu Proklamasi pakai senjata tajam,” ucapnya.

Kivlan Zen sebut Prabowo masih sakit hati dipecat Wiranto
Mayjen Purn Kivlan Zen mengulang kembali cerita perseteruan para jenderal dalam kisruh 1998 lalu. Kivlan mengaku sakit hati dulu dipecat Wiranto sebagai Kepala Staf Kostrad.

“Saya diberhentikan Wiranto betapa sakitnya saya. Saya tidak menculik, tidak kudeta kenapa diberhentikan,” kata Kivlan di Jakarta, Selasa (6/5/2014).

prabowo wiranto
Prabowo dan Wiranto.
Kivlan juga menyebut Prabowo Subianto sakit hati lantaran dicopot dari jabatan strategis di ABRI (sekarang TNI) yakni Panglima Komando Strategi Angkatan Darat atau Pangkostrad.

“Prabowo itu diberhentikan, sakit hatinya,” ujar kawan dekat Prabowo itu. Kekecewaan Prabowo, lanjut Kivlan, masih berlangsung hingga saat ini.

Apalagi, tuduhan pelanggaran HAM karena dituding menculik sejumlah aktivis masih melekat hingga sekarang. “Prabowo masih merasakannya,” tuturnya.

Pencopotan Prabowo dilakukan karena adanya informasi pergerakan pasukan di bawah kendali Prabowo. Adalah Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto yang melaporkan hal tersebut. Tanpa berpikir panjang Presiden Habibie langsung mengambil keputusan.

Prabowo kemudian dicopot sebagai Pangkostrad dan dipindahkan sebagai Dansesko TNI di Bandung. Untuk pertama kali selama karirnya, Prabowo tak memegang pasukan. Tak lama kemudian, Prabowo diberhentikan dari TNI. (baca: [Perang Antar Panglima] Tragedi 1998: Gerakan “Pasukan Liar”, Oleh Prabowo atau Wiranto? )

Namun hubungan Prabowo dan Wiranto sempat cair pada 2009 lalu. Saat itu keduanya tampil bersama di kediaman Megawati dan mengaku sudah berhubungan baik.

Kivlan Zen: Saya bukan orang Prabowo

Walau beberapa keterangannya selalu membela Prabowo, Kivlan Zen mengaku bukan bagian dari Tim Sukses Prabowo. Menurut karib Prabowo ini, sudah lama dirinya tak bertemu dan berbicara dengan mantan atasannya itu.

“Saya tidak pernah bertemu dan bicara selama 10 tahun. Saya tidak mewakili Gerindra atau Prabowo. Saya bicara apa adanya. Saya bukan orang Prabowo,” kata Kivlan Zen di Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Saat Letjen Prabowo menjabat Panglima Kostrad tahun 1998, Mayjen Kivlan Zen menjadi Kepala Staf Kostrad. Hubungan keduanya cukup dekat sejak masih di Akademi Militer.

Kivlan mengaku kembali bicara soal ‘Peristiwa 98′ saat sejumlah pihak menuding Prabowo sebagai dalang kerusuhan. Kivlan ingin meluruskan saat itu Prabowo hanya menjalankan perintah.

Ada Panglima ABRI yang memberi perintah, sebagai anak buah Prabowo tak bisa menolak. Dia juga menyebut Prabowo sudah melepaskan semua aktivis yang ditangkap. Namun rupanya ada tim lain di luar tim Prabowo yang bergerak.

“Kalau dituduhkan karena kejadian 98, untuk kasus 9 orang sudah dilepaskan. Di dalam operasi intel mana pun, ada intel dan kontra intel. Ada lawan, dan peristiwa yang melawan kita. Seperti di Ukraina, dan lain-lain,” beber Kivlan. “Pertanyaan saya, kenapa Prabowo diungkit sekarang? Kenapa yang lain tidak diungkit?” tanya Kivlan.

Sosok Kivlan Zen di tengah Tragedi 1998

Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen kembali berkisah soal peristiwa 1998. Dia mengaku tahu nasib para aktivis yang kini masih hilang, termasuk penyair Widji Tukul.

Kivlan juga menyampaikan ada tim lain yang bergerak untuk menangkapi para aktivis yang saat itu dinilai membahayakan Orde Baru. Dia mempertanyakan kenapa hanya Prabowo Subianto yang disudutkan soal penculikan para aktivis.

Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, SIP, MSi
Kivlan menyebut saat itu Letjen Prabowo menjabat Panglima Kostrad. Dia hanya menuruti perintah dari atasannya.

“Di dalam operasi intel mana pun, ada intel dan kontra intel. Ada lawan, dan peristiwa yang melawan kita. Seperti di Ukraina, dan lain-lain,” beber Kivlan, Selasa (6/5/2014).

Kivlan jelas paham peta kekuatan para jenderal yang berseteru saat kisruh politik 1998. Dia ikut terlibat di dalamnya, berdiri di belakang karibnya Prabowo Subianto.

Walau begitu Kivlan enggan disebut orang Prabowo. Dia mengaku kini hanya ingin mengungkap fakta soal peristiwa 98.

Tapi diakuinya, dia sakit hati pada Jenderal Wiranto yang dulu mencopotnya sebagai Kepala Staf Kostrad TNI AD. Banyak keterangan Kivlan yang menyalahkan Wiranto.

Berikut sepak terjang Kivlan di Tragedi 1998 berdasarkan buku karyanya “Konflik dan Integrasi TNI AD” terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004 dan kutipan beberapa wawancara dengan pensiunan jenderal bintang dua ini.

1. Gagal cegah Wiranto ke Malang

14 Mei 1998, Panglima ABRI Jenderal Wiranto dan semua pejabat ABRI berangkat ke Malang, Jawa Timur. Wiranto menjadi inspektur upacara serah terima tanggung jawab Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PRRC) dari Divisi 1 ke Divisi 2 Kostrad.

Saat itu kondisi di Jakarta sedang genting. Tanggal 12 Mei 1998, mahasiswa Trisakti tertembak. Tanggal 13 Mei kerusuhan mulai pecah. Ada pembakaran di sejumlah titik.

“Saat itu Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto menelepon Jenderal Wiranto sehari sebelumnya sampai beberapa kali, tetapi keputusan Panglima ABRI tetap berangkat ke Malang,” beber Kivlan.

Menurut Kivlan, Wiranto sebenarnya tak perlu hadir ke Malang. Dia lebih baik tetap di Jakarta untuk memadamkan kerusuhan. Apalagi sudah sejak bulan Maret acara serah terima pasukan ini dirancang Kivlan, cukup dengan inspektur upacara Kasum ABRI Letjen Fachrul Rozi.

“Pada 7 Mei 1998, rencana tersebut diubah oleh Jenderal Wiranto, dimana dia sebagai Panglima ABRI menjadi inspektur upacara menggantikan Kasum ABRI. Padahal pada tanggal tersebut keadaan sedang kacau. Pembakaran, perampokan dan penjarahan terjadi di seluruh pelosok Jakarta dan kota lain,” kata Kivlan.

2. Terbangkan pasukan Kostrad ke Jakarta

Tahun 1998, Mayjen Kivlan Zen menjabat Kepala Staf Kostrad. Dia menilai suasana sengaja dibuat kacau. Kivlan mempertanyakan kenapa Panglima ABRI jenderal Wiranto tak meminta pasukan dari Kostrad.

Kivlan membeberkan saat itu mengirim pasukan Kostrad dari Makassar dan Surabaya ke Jakarta. Karena tak disediakan Hercules oleh Panglima ABRI, mereka terpaksa mencarter pesawat komersial dengan biaya sendiri.

Pergerakan pasukan itu sempat dipertanyakan Mabes ABRI. Kasum ABRI Letjen Fahru Rozi menelpon Kivlan. Dia meminta Kivlan tak menggerakan pasukan Kostrad ke Jakarta.

Kivlan beralasan dia tidak menggerakan pasukan tetapi menyiapkannya untuk membantu Kodam Jaya. Saat itu Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin kekurangan pasukan dan meminta ke Kostrad.

3. Siapkan rancangan kabinet pada Habibie

Tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI. Letjen Prabowo Subianto dan Danjen Kopassus Mayjen Muchdi Pr menghadap Habibie di kediaman presiden baru itu.

Dua jenderal itu membawa konsep susunan kabinet Habibie yang disiapkan oleh Kivlan Zen, Fadli Zon dan Din Syamsuddin.

Namun rencana itu berantakan. Habibie rupanya memilih percaya pada Wiranto dan memilihnya menjadi Menhankam/Pangab kembali. Hal ini membuat kubu Prabowo khawatir. Mereka tahu akan disingkirkan.

Kivlan juga yang meminta Jenderal Besar AH Nasution menandatangani surat untuk Habibie, meminta jabatan Panglima ABRI dan Menhankam dipisah. Kubu Prabowo ingin Wiranto cukup menjadi Menhankam, sementara Panglima diserahkan pada Jenderal Subagyo HS dan Prabowo menjadi Kasad.

Upaya ini pun tak berhasil. Saat Kivlan dan Muchdi menghadap Habibie, digagalkan penasihat presiden Letjen Purn Sintong Panjaitan. Tak lama kemudian Wiranto pun datang ke tempat Habibie.

4. Kubu Prabowo dicopoti

Usaha Kubu Prabowo untuk menjatuhkan Wiranto gagal. Pucuk pimpinan ABRI masih dipegang Wiranto yang kemudian mencopoti para jenderal kubu Prabowo.

22 Mei 1998 pukul 19.00 WIB, Letjen Prabowo dicopot sebagai Pangkostrad dan digantikan Mayjen Johny Lumintang. 22 Jam kemudian jabatan Pangkostrad kembali diserahkan pada Mayjen Djamari Chaniago. Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen ikut dicopot. Begitu juga Danjen Kopassus Mayjen Muchdi Pr. “Saya diberhentikan Wiranto betapa sakitnya saya. Saya tidak menculik, tidak kudeta kenapa diberhentikan,” kata Kivlan di Jakarta, Selasa (6/5).

Kivlan juga menyebut Prabowo Subianto sakit hati lantaran dicopot dari jabatan strategis di ABRI (sekarang TNI) yakni Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad). “Prabowo itu diberhentikan sakit hatinya,” ujar kawan dekat Prabowo itu.

5. Orang di balik Pam Swakarsa

Pasukan Pam Swakarsa dikerahkan menjelang Sidang Istimewa (SI) bulan November 1998. Mereka bersenjatakan bambu runcing dan berasal dari daerah di luar Jakarta. Jumlahnya mencapai 30.000 orang.

Pam Swakarsa ini menghadapi para demonstran yang menolak sidang istimewa MPR. Mereka sering terlibat bentrok hingga memakan korban jiwa.

Kivlan Zen membeberkan soal pam Swakarsa ini. Menurutnya dia diperintah Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Dia dipanggil menghadap Wiranto tanggal 4 November 1998. Saat itu Kivlan sudah dicopot Wiranto.

“Kiv, kok orang anti SI semua. Saya denger kamu bisa mengalahkan massa untuk masuk di MPR. Nah sekarang kamu kerahkan lagi mendukung SI. Ini juga perintah dari Presiden Habibie,” kata Wiranto. Kivlan menjawab. “Dulu Bapak copot saya, saya sudah tidak punya jabatan sekarang, mengapa saya dipanggil?”

“Ah, itukan kehendak Pangkostrad Jamari Chaniago. Sudahlah kamu kerahkan massa lagi, nanti saya kasih jabatan kalau sudah selesai,” janji Wiranto. Karena Pam Swakarsa terus terlibat bentrok berdarah, Kelompok Ciganjur yang terdiri dari Gus Dur, Megawati, Amien Rais dan Sultan HB X prihatin. Mereka mengimbau gerakan ini dibubarkan. Anggota Pam Swakarsa diminta pulang ke rumah masing-masing. SI MPR 198 berhasil digelar, salah satu isi penting mempercepat pelaksanaan Pemilu menjadi tahun 1999.

Prabowo pernah mangkir dari panggilan Komnas HAM soal penculikan

Komnas HAM belum memutuskan akan memanggil Prabowo Subianto dan Kivlan Zen terkait hilangnya 13 aktivis pada 1998. Namun, Komnas menyatakan Prabowo pernah mangkir saat hendak diperiksa pada 2006 silam. Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengungkapkan, Prabowo dipanggil saat komisi dipimpin oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara. “Namun, Prabowo tidak datang,” kata Roichatul. Hal ini disampaikan Roichatul saat menerima sejumlah aktivis HAM dan keluarga kasus penghilangan paksa di kantor Komnas HAM, di Jakarta, Rabu (7/5/2014).

Dalam kesempatan itu, para aktivis mendesak Komnas HAM segera memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen, menyusul pernyataan mantan Kakostrad itu bahwa dia mengetahui di mana 13 aktivis itu ‘dihilangkan’. Dalam acara debat di televisi itu, Kivlan juga menyatakan siap diklarifikasi.

 


Roichatul menilai Prabowo layak diperiksa karena diduga terlibat dalam penculikan aktivis pada 1998. Ini lantaran saat peristiwa itu terjadi, ketua dewan pembina Partai Gerindra itu menjabat sebagai Danjen Kopassus.

Roichatul mengatakan, pihaknya pernah sempat mengupayakan kembali pemeriksaan terhadap Prabowo. Namun, lanjutnya, pemeriksaan itu tak kunjung terwujud karena Pengadilan Negeri Jakarta tidak juga memberikan persetujuan pemanggilan paksa terhadap Prabowo.

Tahun 2006, Komnas HAM juga sudah menggelar penyelidikan pro-yustisia sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Salah satu bagian dari penyelidikan itu antara lain pemeriksaan terhadap Prabowo dan sejumlah orang lainnya yang diduga terlibat kasus penculikan aktivis.

Sebelumnya, keluarga 13 aktivis 1998 yang masih hilang bersama aliansi Gerakan Melawan Lupa meminta Komnas HAM menindaklanjuti ucapan mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (purn) Kivlan Zen. Kivlan Zen baru-baru ini menyatakan dirinya mengetahui keberadaan ketiga belas aktivis yang hingga kini masih slang.

“Saya selaku orangtua merasa terhenyak mendengar pernyataan Kivlan Zen. Artinya ada orang yang tahu keberadaan anak kami. Kemana Komnas HAM melakukan penyidikan? Komnas ham sesegera mungkin panggil Kivlan Zen,” ujar ayah Ucok Siahaan, salah satu dari 13 aktivis yang hilang di Komnas HAM.

Sementara itu, menurut Ketua Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan keterangan Kinvlan Zen sangat penting sebagai petunjuk awal. “Nah jangan nanti dipingpong ke Kejaksaan Agung,” katanya.

Fadli Zon Dikecam Sebut Penculikan Aktivis Zaman Prabowo “Pepesan Kosong”

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mendapat kecaman luas dari para pengguna twitter oleh karena kicauannya yang dinilai mengecilkan kasus penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998. Sebenarnya ada sebanyak 23 aktivis diculik  kala itu, sebagian diantaranya masih hilang hingga saat ini. Kasus ini telah  menyebabkan Prabowo, Danjen Kopassus saat itu dan kini ketua umum Partai Gerindra, diberhentikan dari TNI karena dinilai ikut bertanggung jawab. Sejumlah perwira tinggi TNI juga masuk penjara oleh kasus ini.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/9/9f/Fadli_Zon.jpg
Fadli Zon
Fadli Zon dianggap tidak mempunyai empati terhadap sanak saudara korban, ketika ia mengatakan bahwa kasus penculikan itu sebagai pepesan kosong dan isu yang didaur ulang tiap kali Pemilu. Fadli Zon yang naik daun belakangan ini oleh puisi-puisinya yang dikesankan menyindir Jokowi, mendapat kecaman ketika Fadjroel Rachman menantangnya untuk mencipta puisi perihal penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998 itu. Fadjroel yang adalah Direktur Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG), lewat akun twitter @Fadjroel, menulis

 “Saya ingin membantu @fadlizon membuat PUISI PENCULIKAN, pasti akan menjadi masterpiece di jagat sastra dan politik,” Kamis (17/4/3014).

Kicauan Fadjroel dijawab oleh Fadli Zon lewat akun @Fadlizon. Menurut dia, isu penculikan itu merupakan “isu lama (yang sudah) didaur ulang 3 kali pemilu.” Dan menurut dia, isu itu “juga pepesan kosong.”

Lebih lanjut Fadli Zon melakukan pembelaan dengan mengatakan bahwa orang-orang yang dulu ditangkap (diculik) sekarang sudah menjadi anggota Partai Gerindra. “Contoh, Desmon, Pius, Haryanto Taslam, Aan Rusdianto dll,” tulis Fadli yang jawabannya ditembuskan juga kepada akun twitter Prabowo.

Pernyataan inilah yang kemudian menuai kecaman. Salah satunya, dari Ruddy Prasojo dengan akun ‏@ruddpras yang mengecam Fadli Zon karena menganggap tidak bisa berempati dan merasakan bagaimana kesedihan anak atau istri yang ayah/suaminya diculik seperti yang dialami oleh Wiji Tukul. Akhmad Sahal dengan akun ‏@sahaL_AS mengeritik Fadli Zon yang menyatakan isu ini isu daur ulang.

“Isu penculikan harus didaur ulang karena si penculik nyapres!.” tulis Sahal.

Sapto Suryo Atmodjo dengan akun @erzamodjo lebih keras lagi mengecam dengan mengatakan bahwa apa yang dikicaukan Fadli Zon merupakan pengakuan adanya penculikan.

“Tinggal satu step lagi pak @fadjroeL, kejar penculiknya.. suruh gentle tunjukkan dimana mereka kuburkan korban-korban yang mati, kasihan keluarganya,” tulis Sapto Suryo Atmodjo.

23 Orang Hilang, Satu Meninggal, 9 Dilepas dan 13 Hilang Hingga Kini

Peristiwa penculikan yang kini mulai banyak lagi dibicarakan itu merupakan salah satu catatan hitam dalam perjalanan sejarah TNI. Ketika itu terjadi penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi. Peristiwa itu terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Menurut catatan Komisi untuk Orang Hilang (Kontras), selama periode 1997/1998 tercatat ada 23 orang yang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari jumlah itu satu orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), sembilan orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya hilang hingga hari ini. Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief. Sedangkan 13 aktivis yang masih hilang (terlampir pada tabel diatas).

https://indocropcircles.files.wordpress.com/2013/10/tragedi-14-mei-1998-02.jpg
Pengerahan alat berat seperti panser milik PHH berikut pasukan di jalan-jalan utama di Jakarta saat Tragedi Trisakti 1998
Dalam kasus ini, terungkap pula keberadaan Tim Mawar sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.

Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999 dan memvonis mereka bersalah. Sebagian dipenjara dan dipecat dari kesatuan TNI. Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira ketika itu memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI yang isinya menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI (Pensiun). Hal yang sama diberlakukan kepada Pejabat Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Serta Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan.

prabowo-nunjuk
Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto.
Wikipedia mencatat, hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi TNI saat itu menunjukkan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya.

Mantan Komandan Puspom ABRI, Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dinyatakan KSAD dan Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan tindak pidana penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer.

Sementara temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menyatakan jika dalam persidangan anggota Kopassus terbukti Prabowo terlibat, bekas Komandan Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke mahkamah militer.

Tim Mawar

Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.

Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI.

Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.

gedung mpr dpr tragedi 1998 header

“Tragedi Trisakti 1998″ yang menewaskan beberapa mahasiswa adalah batas puncak kesabaran rakyat. Setelah mengetahui adanya korban dari kalangan mahasiswa, maka rakyat mulai bergerak ke jalan dan mulai membakar mobil-mobil dan toko-toko, lalu terjadilah “Kerusuhan 1998″. Kemudian mahasiswa mulai menguasai Gedung MPR / DPR Senayan Jakarta dan meminta presiden Suharto untuk mengundurkan diri.

Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.

Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi. Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI.

Keadaan tahun 2007

Keenam prajurit yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa posisi penting, rincianya sbb:
  1. Bambang Kristiono: dipecat
  2. Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel.
  3. Nugroho Sulistyo Budi:
  4. Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel.
  5. Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan Kolonel.
  6. Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
  7. Sauka Nur Chalid:
  8. Sunaryo:
  9. Sigit Sugianto:
  10. Sukardi:
Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa. Kabar terakhir dari Mayjen Muchdi PR adalah kemunculanya dalam sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut. Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.

Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu dari enam tentara yang dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman penjaranyapun dikurangi.

Kesimpulan Komnas HAM

Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.

Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.

Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.

tragedi Trisakti, 12 Mei 1998
Suasana Tragedi Trisakti 1998, Tampak korban tergeletak tak bergerak saat terjadi penyerangan tentara ke Univ. Trisakti yang akhirnya diketahui bernama Rizky Rahmawati Pasaribu.
Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.

Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.

Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis.

(Dari berbagai sumber)

Posting Komentar

0 Komentar