Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Persatuan Indonesia Harus kuat

Perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1431 H di Al-Zaytun mengingatkan bangsa Indonesia untuk terus menjaga persatuan dan persaudaraan dengan menghindari persengketaan.
Setiap tahun, perayaan Hari Raya Idul Fitri di Mahad Al-Zaytun, Indramayu selalu meriah dan penuh hikmah. Demikian halnya pada perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1431 H yang bertepatan dengan 10 September 2010 M. Bahkan, perayaan kali ini bertambah meriah karena untuk pertama kalinya para santri tidak libur (mudik) ke kampung halamannya. Tapi sebaliknya, banyak wali santri yang justru merayakan Idul Fitri di kampus tersebut. Perayaan tahun ini juga menjadi istimewa karena acara halal bilhalal (maaf memaafkan) antareksponen, guru dan keluarga diadakan di musyikhoh atau rumah kediaman Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang yang baru ditempati tahun ini.
Musyikhoh yang bersebelahan dengan Masjid al-Hayat dan dipisah oleh kolam air mancur tersebut tampak asri dan anggun di antara gedung-gedung dan rimbunnya pepohonan di lingkungan Al-Zaytun. Kru Berita Indonesia yang yang turut merayakan Idul Fitri di Al-Zaytun melihat musyikhoh ini cukup representatif sebagai kediaman Syaykh al-Zaytun. Di depan pintu masuk, berkibar dua buah bendera merah putih di sisi kiri dan kanan. Sedangkan di atas pintu, terlihat foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Demikian halnya di dalam rumah, di pelataran depan yang mirip sebuah altar, dua bendera merah putih juga terlihat terpancang dengan indah. Layaknya di sebuah instansi pemerintah, foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono juga tergantung di dinding depan. Tampaknya, hal itu menunjukkan kecintaan dan penghormatan kepada pemimpin Negara Republik Indonesia.
Sementara di dinding ruangan, terpampang pigura beberapa mantan Presiden RI seperti H. M Soeharto dan B J Habibie yang sedang bersalaman dengan Syaykh ketika berkunjung ke Al-Zaytun. Hal ini menunjukkan bahwa Syaykh sangat menghormati para mantan pemimpin negerinya.
Lebih dari hal-hal yang disebutkan itu, perayaan Idul Fitri kali ini bertambah istimewa setelah melihat banyaknya peserta ibadah sholat Ied. Lebih sepuluh ribu umat, mulai dari seluruh civitas akademik Al-Zaytun, wali santri, dan tamu mengikuti sholat id tersebut. Masjid Al-Hayat, salah satu masjid di Al-Zaytun yang menjadi tempat pelaksanaan sholat, sampai tidak mampu menampung umat. Di tangga-tangga, bahkan hingga pelataran masjid berlantai dua tersebut dipenuhi oleh jamaah. Walau begitu, sholat Ied yang diimami oleh Syaykh itu berlangsung dengan khusuk.
Khutbah yang disampaikan oleh Syaykh pun sarat memberi pencerahan bagi seluruh umat. Mengawali khutbahnya, Syaykh mengucapkan selamat Idul Fitri kepada seluruh umat Islam di seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia. Sekaligus atas nama keluarga besar Al-Zaytun dan atas nama pribadi, menyampaikan permohonan maaf.
Pada Idul Fitri kali ini, tajuk atau thema khutbah Syaykh diarahkan untuk semangat mencari kebenaran yang terbuka, mengenai kebersamaan dan persatuan yang hakiki. Tujuan Syaykh menyampaikan tema ini untuk mengajak semuanya mendalami lebih jauh lagi tentang ajaran Ilahi, berkenaan dengan keyakinan tentang adanya mata rantai yang tidak terputus dari sejak diturunkannya ajaran itu sampai kini dan mendatang. Ajaran Ilahi yang disampaikan kepada umat manusia melalui para nabi dan rasulnya yang terhimpun dalam berbagai kitab suci, yang selanjutnya menjadi rujukan berbagai agama dan dianut oleh seluruh lapisan umat manusia pada hakekatnya satu sama lainnya memiliki satu kesatuan jiwa.
Lebih 10.000 umat melaksanakan sholat Ied di Mesjid Al-Hayat, Al-Zaytun, pada Idul Fitri 1431 HDalam kehidupan berbangsa, menurut Syaykh, tantangan bangsa yang masih harus dihadapi belakangan ini masih terasa, seperti ekonomi yang belum dapat dikatakan maju, politik yang masih terus mencari hakekat bentuk, sosial budaya yang masih terus tertatih-tatih, serta pertahanan negara di darat, laut maupun udara yang masih belum dapat dibanggakan. Jadi, jika hal itu dikatakan masih dirasakan lemah, namun menurut Syaykh, ada satu hal yang sama sekali tidak boleh lemah, yaitu persatuan bangsa, persatuan negara.
Untuk mempertahankan Indonesia bersatu itu, maka menurut Syaykh, dengan semangat iman, masyarakat harus saling menebar kasih sayang sesama bangsa, saling menjunjung tinggi martabat masing-masing. Umat menghormati pemimpinnya dan pemerintah melindungi masyarakatnya. Jangan terjadi rakyat gelisah oleh sikap dan tindakan pemerintahnya. Jangan pula terjadi satu golongan menindas, mengintimidasi dan meneror satu golongan lainnya hanya karena perbedaan kepercayaan dan keyakinan.
Lebih lanjut dikatakan Syaykh, ajaran Ilahi-lah yang jadi akidah Islam menyimpulkan adanya Arkanul Iman (pilar-pilar iman). Pilar iman yang telah diajarkan oleh Rasulullah berdasar petunjuk Tuhan inilah yang harus didalami dan diresapi kandungan maknanya untuk dijadikan landasan persatuan, persaudaraan, sesama umat manusia, sebangsa maupun antarbangsa.
Persatuan, persaudaraan, itu artinya menghindari persengketaan. Hidup sebagai hamba Allah yang bersaudara, kiranya menghindari hasad, dengki, pertengkaran, dan segala yang jahat. Karena, kehadiran kita di muka bumi ini memang untuk mendhahirkan kasih sayang sesama umat manusia.
Lebih jelasnya, berikut kami turunkan khutbah Syaykh tersebut secara lengkap. (Persatuan, Artinya Hindari Sengketa) (Berita Indonesia 79)

Persatuan, Artinya Hindari SengketaKhutbah ‘Ied al-Fithri Syaykh al-Zaytun Pada tarikh 01 Syawwal 1431 H/10 September 2010 M
Dalam kesempatan ‘Idul Fithri sekarang ini (1431H) 10 September 2010, saya ingin memanfaatkannya mengajak semuanya untuk mendalami lebih jauh lagi, terhadap ajaran Ilahi berkenaan dengan keyakinan tentang adanya mata rantai yang tidak terputus dari sejak diturunkannya ajaran tersebut sampai kini dan mendatang.
SYAYKH AL-ZAYTUN : Landasan agama yang menjadi misi utama para rasul adalah beribadah kepada Tuhan Y.M.E. dengan menegakkan agama secara benar dan tidak terpecah-belah atas nama agamaAjaran Ilahi yang disampaikan kepada umat manusia melalui para nabi dan rasul-Nya yang terhimpun dalam berbagai kitab suci yang selanjutnya menjadi rujukan berbagai agama yang dianut oleh segala lapisan umat manusia itu, hakikatnya satu sama lainnya memiliki satu kesatuan jiwa.
Inti daripada misi ini terkandung dalam Q.S. 42:13 Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Dimungkinkan, artinya Tuhan menerangkan bahwa Dia telah mensyareatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. dan kaumnya sebagaimana Dia telah mensyariatkannya pula kepada Nabi Nuh, dan para nabi yang datang sesudahnya yaitu Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa ‘alaihissalam.
Syariat yang diberikan kepada Nabi Muhammad S.A.W. dan nabi-nabi sebelumnya memiliki kesamaan dalam pokok-pokok akidah, seperti keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, risalah kenabian dan keyakinan adanya hari pembalasan. Sedangkan landasan agama yang menjadi misi utama para rasul tersebut adalah beribadah (pengabdian) kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menegakkan agama secara benar dan tidak berpecah belah atas nama agama.
Sedangkan jika terdapat suatu perbedaan, perbedaan itu justru pada hal-hal yang tidak mendasar, perbedaan yang tidak mendasar di antara risalah para nabi terjadi dalam bidang syareat yang berbentuk ibadah dan rinciannya sesuai dengan perkembangan masa, kebutuhan, dan kemaslahatan umat manusia.
Untuk setiap umat, Kami berikan aturan dan jalan yang terang, demikian kandungan Q.S. 5:48:
... untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang....
Dalam kaitan mata rantai ajaran Ilahi ini, Nabi Isa a.s. bersabda, yang dapat dikutip dari menegaskan tentang peran dirinya dan hukum Taurat yang telah ada, sabdanya:
Artinya: Janganlah kamu menyangka, bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya (17) Karenanya aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu huruf atau satu nuktah pun tidak akan ditiadakan dari hukum (Taurat), sebelum sempurna semuanya (18).
Nabi Muhammad S.A.W. menyambung statement Nabi Isa tersebut dengan ungkapan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim sebagai berikut.
Rasulullah bersabda: Aku adalah manusia paling dekat kepada Isa bin Maryam di dunia dan akhirat. Para sahabat bertanya: “Mengapa wahai Rasulullah?”, Nabi menjawab: Para nabi itu bersaudara dari berbagai keturunan, ibu mereka banyak, namun agama mereka hanya satu. Dan tidak ada seorang nabi pun antara kami (Nabi Muhammad dan Isa).
Persatuan, persaudaraan, artinya menghindari persengketaan. Kiranya kita menjadi hamba Allah yang bersaudaraSelanjutnya Allah dalam ayat itu memerintahkan kepada seluruh nabi dan umat beriman memelihara agama dan menegakkannya, dan pengikut para nabi dilarang berselisih sesamanya yang dapat mengakibatkan perpecahan dan merusak persatuan.
Dalam kaitan persaudaraan umat beriman ini, tuntunan ilahi memberi bimbingan bahwa, seluruh umat beriman itu bersaudara, firman Tuhan dalam Q.S. 49:10 :
Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu semua mendapatkan rahmat.
Dan dalam wasiat-Nya yang lain dikatakan:
Berpegang teguhlah kamu semua pada tali Allah (ajaran Ilahi) dan janganlah kamu bercerai-berai. Q.S. 3 : 103
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Beriman, tidak cukup hanya dengan penegasan diri bahwa Tuhan itu ada. Beriman adalah menaruh kepercayaan kepada yang diimani. Apapun yang dianugerahkan oleh yang diimani, dia harus terima dengan ridlo, itulah yang disebut.
Kita beriman kepada Tuhan (Allah) semestinya kita rela dengan segala anugerah ajaran-Nya. Ajaran Ilahi tentang iman ini mengharuskan kepada kita agar mengimani Allah sebagai Tuhan, mengimani malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Nabi dan Rasul-Nya.
Di dalam Q.S. 2:285 ditegaskan bahwa: Rasulullah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman, semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya (mereka berkata): kami tidaklah membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya, Dan mereka berkata, “Kami dengar, kami taat, ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepadamulah tempat kami kembali.”
Makna Idul Fitri yakni tumbuhnya semangat rindu akan kebenaran yang lapang dan terbukaDari ajaran Ilahi inilah akidah Islam menyimpulkan adanya Arkanul Iman (pilar-pilar iman). Pilar iman yang telah diajarkan oleh Rasulullah berdasar petunjuk Tuhan inilah yang harus kita dalami dan resapi kandungan maknanya. Harus kita jadikan landasan persatuan, persaudaraan, sesama umat manusia, sebangsa maupun antarbangsa.
Persatuan, persaudaraan, artinya menghindari persengketaan. Kita hidup kiranya dapat menjadi hamba Allah yang bersaudara, menghindari hasad, dengki, pertengkaran, dan segala yang jahat, karena kehadiran kita di muka bumi ini memang bukan untuk bersengketa namun untuk mendhahirkan kasih sayang sesama umat manusia.
Rukun iman yang menjadi landasan keimanan kita, bukan dogma dan juga bukan ajaran yang sempit. Daripadanya kita dapat membuka mata dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga dapat melihat diri kita sendiri dan segala yang ada di luar diri kita. Dengan ajaran rukun iman, kita akan dapat mengenal Tuhan secara mendalam dan lebih bertaqarrub kepada-Nya melalui sikap dan perbuatan. Dengan rukun iman kita dapat mengenal dan bergaul sesama manusia dengan akhlak budi yang terpuji, kita dapat mempelajari dan mendalami berbagai ajaran yang terkandung dalam berbagai kitab suci Tuhan yang telah tersebar dan dipelihara oleh berbagai agama yang diyakini dan dipeluk oleh umat manusia. Dengan rukun iman kita dapat mengenal para nabi dan utusan Tuhan, baik yang berwujud manusia maupun malaikat-malaikat-Nya.
Dengan mengamalkan ajaran rukun iman, kita memiliki sikap terbuka, tidak tertutup dalam pergaulan, tidak ada suatu penghalang apapun yang dapat memisahkan pergaulan, persahabatan, meupun persaudaraan sesama umat manusia. Agama, bangsa, ras, kelompok, dan lain-lain, tidak akan dapat menjadi penghalangnya. Dengan memahami rukun iman, terbukalah jiwa kita menjadi orang yang berjiwa besar, tentunya akan mampu menghimpun pengetahuan yang luas, dan karenanya akan memiliki cara pikir yang bebas, yang dapat mendorong raga kira menjadi sehat dihiasi oleh budi pekerti yang terpuji.
Dari rukun iman yang kita upayakan menjadi jangkar keimanan kira kepada Tuhan Y.M.E. inilah, akan wujud pengamalan hidup yang penuh toleransi dan damai (hasanah), hasanah fi al-dunya wa fi al-akhirati hasanah.
Evaluasi Pelaksanaan Rukun ImanSesungguhnya iman seseorang tidak dapat dievaluasi oleh orang lain, diri sendirilah yang dapat mengevaluasi keimannya. Namun, karena iman seseorang sebagai landasan hidupnya, maka daripadanya, akan lahir suatu sikap dan perbuatan.
Kaum perempuan dengan serius menyimak khutbah Ied yang disampaikan SyaykhPerbuatan seseorang itulah yang akan menjadi tolak ukur keimanannya, karena perbuatan itu selalu dapat dilihat, maka evaluasi keimanan itu kaitannya adalah amal perbuatannya, dalam hal ini, kitab Allah Q.S. 9:105 mengatakan:
Dan Katakanlah: “Bekerjalah (berbuatlah) kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.
Sebagai umat beragama dan beriman, yang hidup dalam Kesatuan yang Berkeanekaragaman, seperti yang kita alami di negara kita Indonesia, kita harus selalu mengevaluasi diri, sampai dimana kadar iman kita dalam tataran berkehidupan sosial dan berinteraksi sosial, dalam keadaan yang beragam itu.
Kalau dinyatakan oleh nabi bahwa prinsip agama semua nabi itu sama, dan semua kitab suci Tuhan harus diimani, dan semuanya telah kita yakini sebagai rukun iman, maka sudah barang pasti kita wajib mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Perbedaan yang bersifat sekunder tidak boleh mengganggu prinsip yang primer, seperti nilai kemanusiaan yang universal. Sekali lagi perbedaan non prinsip tidak boleh mengganggu kerjasama dalam kebaikan.
Rasulullah S.A.W. di tengah kemajemukan masyarakat Madinah dengan semangat rukun iman berusaha membangun tatanan hidup bersama, yang mencakup seluruh golongan di Madinah, sehingga penduduk Madinah dapat hidup berdampingan secara damai dan sejahtera. Langkah yang ditempuh adalah menciptakan persaudaraan, selanjutnya mengadakan perjanjian hidup bersama secara damai di antara berbagai golongan di Madinah, semua golongan tanpa kecuali.
Kini di zaman modern ini, bangsa Indonesia mengulang persitiwa sejarah yang sama, menyepakati berdirinya negara bangsa yang sangat majemuk ditinjau dari segala seginya. Membangun negara dengan bangsa yang sangat majemuk mencita-citakan wujud suatu negara yang satu, bangsa yang satu, dan bahasa yang satu (persatuan). Diikat dengan suatu landasan Nilai-Nilai Dasar Negara yang sepenuhnya berasaskan ajaran Ilahi. Indonesia modern yang telah berdiri hari ini merupakan Negara Karunia Ilahi yang sangat mengajaibkan (jarang ada), negara yang terdiri dari ribuan kepulauan, ratusan suku bangsa dan bahasa, yang panjang hamparannya bila dipadankan, lebih panjang daripada jarak Inggris Raya sampai Turki.
Indonesia negara kita yang menakjubkan ini telah dipersatukan oleh Nilai-Nilai Dasar Negara yang dapat mengikat keanekaragaman yang ada. Maka, menjadi tanggung jawab bersama penduduknya yang majemuk namun beriman kepada Tuhan, menjaga keutuhan dan kebersatuannya. Tidak ada satu golongan pun yang paling berhak untuk menjaga dan mempertahankan, melainkan semuanya sama dalam memikul kewajiban dan haknya masing-masing.
Kita sebagai umat beriman bangsa Indonesia harus terus meningkatkan pemahaman kita akan tanggung jawab bersama bangsa ini, bahu membahu mewujudkan dan memelihara persatuan bangsa. Sepahit apapun cobaan yang menghadang bangsa ini, kita tidak layak lemah dalam persatuan bangsa. Sebab, tanpa persatuan bangsa yang kokoh jangan pernah berharap kita dapat mewujudkan kesepakatan untuk maju menjayakan bangsa.
Kita rasakan belakangan ini, betapa tantangan bangsa yang masih harus dihadapi; ekonomi belum dapat dikatakan maju, politik masih terus mencari hakekat bentuk, sosial budaya masih terus tertatih-tatih, pertahanan negara, darat, laut, dan udara masih belum dapat dibanggakan. Katakanlah kalau hal itu masih kita rasakan lemah, namun ada satu hal yang sama sekali tidak boleh lemah itulah persatuan bangsa, persatuan negara. Kita harus terus berseru dan wujudkan Indonesia Bersatu.
Melalui bangsa dan negara Indonesia Bersatu inilah kita wujudkan konsensus untuk maju, maju di segala bidang: politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan lain-lain.
Untuk mempertahankan Indonesia bersatu, maka dengan semangat iman kita harus saling menebar kasih sayang sesama bangsa, saling menjunjung tinggi martabat masing-masing, umat menghormati pemimpinnya, rakyat mematuhi pemerintahnya, pemerintah melindungi ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan rakyatnya. Jangan terjadi rakyat gelisah oleh sikap dan tindakan pemerintahnya. Jangan terjadi satu golongan menindas, mengintimidasi, dan meneror satu golongan lainnya hanya karena perbedaan kepercayaan dan keyakinannya.
Dengan semangat rukun iman yang kita yakini, mari kira junjung tinggi UUD Negara yang telah disepakati, dan kita berharap jangan ada keputusan apapun yang merugikan rakyat yang didasari atas ketetapan yang nilainya jauh daripada UUD yang telah nyata dan jelas.
Negara di dalam UUD telah jelas menjamin rakyat dan penduduknya, kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran, hak asasi manusia, dan kemerdekaan memeluk agamanya, beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Dalam kesempatan Idul Fithri yang merupakan proses perjalanan kembali kepada fitrah, dan suasana kemanusiaan. Seperti kita pahami, fitrah itu merupakan sebagian dari ajaran agama yang paling penting, dimana manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih (fitrah), sehingga manusia itu bersikap hanif yaitu suatu dorongan halus yang selalu mengajak atau membisikkan keinginan untuk berbuat baik dan mencintai kebaikan yang bersumber daripada hati nurani. Sesungguhnya secara fitrah, manusia itu selalu rindu kepada kebenaran, kejujuran, keadilan, kedamaian, dan sangat rindu atas keberadaan hidup bersih dari dosa.
Kerinduan semacam itu adalah fitrah manusia dan alami adanya. Karenanya menyongsong Idul Fithri dengan kerinduan bersihnya diri kita dari dosa, itu juga fitrah dan alami. Kita berkeyakinan dengan penuh takwa kepada Allah menjalankan ajaran-Nya berpuasa selama sebulan di bulan Ramadlan, disempurnakan dengan permohonan maaf kepada sesama, dan saling memaafkan, jiwa kita menjadi merindukan ampunan dan maghfirah dari Tuhan. Dalam suasana seperti ini kita rindu kembali kepada fitrah, sehingga hidup kita akan lebih bermakna, bermanfaat bagi sesama umat manusia, dan tujuan hidup kita akan lebih sempurna, sehingga kita mencintai hidup ini adalah sebagai sesuatu yang amat berharga. Kita menjadi semakin paham untuk menghindar dari kehidupan yang kosong tanpa makna. Kita menjadi berani dalam bertindak yang penuh tanggung jawab dan jujur.
Dalam suasana Idul Fithri seperti ini, kita merindukan penemuan jati diri, sebagai sumber kekuatan ruhani kita menjalin kedekatan diri kepada Tuhan, sehingga menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya orientasi hidup dan kehidupan. Inilah kiranya pemaknaan Idul Fithri, yakni tumbuhnya semangat rindu akan kebenaran yang lapang dan terbuka, semangat mencari kebenaran yang membawa kepada sikap toleran, tidak sempit, dan tidak fanatik buta, yang selanjutnya akan mampu menumbuhkan dan menghormati kebenaran yang terbuka, mewujudkan kebersamaan dan menjunjung persatuan yang hakiki.
Al-Zaytun, 01 Syawwal 1431 H 10 September 2010 M
A. S. Panji Gumilang Syaykh al-Zaytun

Posting Komentar

0 Komentar