Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Terpulang Pada Pemerintah Daerah

Hanya kerja sama antar daerah yang dapat menghilangkan ancaman bencana banjir di wilayah Jabodetabeka. Dukungan masing­masing daerah terhadap pembangunan Kanal Tirta Sangga Jaya jadi tolok ukur.

Banjir bandang yang secara serentak me­landa seluruh wila­yah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) awal Februari 2007, sebenarnya membukti­kan bahwa tatakelola air di seluruh kawasan tersebut me­rupakan satu kesatuan. Satu daerah di kawasan tersebut merupakan wilayah belakang (hinterland) daerah lain, de­mikian juga sebaliknya.

Saling mempengaruhi men­jadi kata kunci pengelolaan berbagai dimensi kehidupan di seluruh wilayah Jabodetabek, terutama menyangkut kependudukan, transportasi, dan lebih khusus menyangkut pe­ngelolaan air. Namun dalam kenyataannya, pengelolaan tersebut dilakukan secara par­sial oleh masing-masing daerah.

"Setiap daerah tidak akan mampu mengantisipasi sen­diri ancaman banjir di daerah­nya, melainkan harus bekerja sama dengan seluruh wilayah," kata Drs. Budi Muntoro (43), pengajar Geografi SMU Negeri 103, Jakarta Timur, saat me­nanggapi konsep pengendalian banjir Kanal Tirta Sangga Jaya (TSJ), yang digagas oleh Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang.

Budi memberi contoh pe­nanggulangan banjir di Ja­karta. Langkah tersebut sudah dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan mem­bangun resapan air Banjir Kanal Barat (BKB), ternyata tetap tidak berhasil. Bahkan, kalaupun proyek Banjir Kanal Timur (BKT) diselesaikan, tetap tidak bisa jadi jaminan bagi Jakarta, terbebas dari ancaman banjir bandang.
"Dari segi keilmuan, ide ini (TSJ-red) sangat bagus," kata­nya. Kerusakan lingkungan yang memicu bencana banjir di wilayah DKI Jakarta, me­nurut Budi Muntoro, justru terjadi di wilayah Selatan Ja­karta, terutama wilayah Bogor dan Puncak.

"Jika gagasan Syaykh AS Panji Gumilang ini terwujud, maka limpahan air dari arah Selatan Jakarta, seperti Bogor, Puncak, Cianjur (Bopunjur) akan dapat dikontrol di regu­lating dam (dam pengatur) kanal TSJ," katanya. Muntoro menyatakan apresiasinya pada desain Tirta Sangga Jaya yang menyediakan dam pengatur.

Sebab menurut Muntoro, tidak hanya aliran air yang penting menghilangkan banjir, tetapi pendistribusiannya juga tidak kalah penting. "Kalau ada sentral pendistribusian air seperti di sini (menunjuk peta ­red), maka keluar masuknya air dapat diatur, baik ke Ja­karta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodeta­bek). Dengan demikian, pem­bagian air dapat merata, baik ke arah Barat (Sungai Cisa­dane), Timur (Kali Bekasi) dan di tengah (Kali Ciliwung)," tuturnya.

Muntoro, meskipun meng­apresiasi gagasan pembangun­an kanal TSJ, merasa khawatir dengan realisasinya. "Yang men­jadi masalah, mungkinkah ga­gasan ini dilaksanakan? Apakah masyarakat dan pemerintah Provinsi Banten dan Jawa Barat dengan mudah merelakan ta­nah-tanah mereka untuk ke­pentingan proyek TSJ,?" kata­nya dalam nada bertanya.

Pertanyaan ini dijawab sen­diri oleh Muntoro dengan memberikan asumsi-asumsi. Kalau dilihat dari sisi komer­sialnya, berapa puluh ribu hektare tanah yang dikorbankan untuk itu? Apalagi sampai menggusur ka wasan industri, akan sangat merugikan para pengusaha. Dia mencontohkan kawasan industri di Bekasi, kalau sampai tercakup kawasan proyek TSJ akan berbenturan dengan para pengusaha dan hilangnya, pendapatan sejumlah industri.

Dalam asumsi lain, kata Muntoro, bisa jadi masyarakat merasa diuntungkan karena kanal TSJ akan merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya. Yang jelas. tambah Muntoro, akses lalu lintas di sekitar wilayah TSJ akan jadi sangat mudah. Masyarakat maupun pelaku usaha akan sangat mudah mengangkut bahan produksi serta mendistribusikannya, baik dari sisi biaya maupun waktu tempuh Selain itu, keberadaan kanal TSJ dapat merangsang percepatan industrialisasi di wilayah sekitarnya.
Juga dengan kehadiran kanal TSJ, bukan tidak mungkin menghidupkan kembali pelabuhan laut Banten yang sangat berperan di era Hindia Belanda Soalnya, kata Muntoro: "Terpulang pada masing-masing Pemda yang terlibat, mau bekerja sama atau tidak."

(Sumber Majalah Berita Indonesia – Edisi 39/2007).

Posting Komentar

0 Komentar