Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kecerdasan Berkesenian di Al-Zaytun


Kecerdasan Berkesenian di Al-Zaytun


Ucapkan selamat datang untuk kebebasan ekspresi seni di ranah ini. Dengan semboyan "Pesantren Spirit but Modern System" ; Mahad Al-Zaytun meyakini seni sebagai bahasa komunikasi kolektif. Seni menjadi salah satu kebutuhan pencerdasan dan pencerahan hidup. Yang suka musik, silakan. Yang suka tari ada banyak pilihan. Mau yang tradisionil silakan pilih, karena sudah beberapa yang dikembangkan di sini. Atau mau breakdance? Asal hati-hati kepalanya... :' kata Syaykh AS Panji Gumilang di atas mimbar saat acara Muharram 1429H silam.

Seni dan modernitas adalah saudara kandung yang acap dikepung banyak polemik. Seni yang terbenam dalam otak kanan sering dianggap versus dalam membentuk pola kedisiplinan dan kecerdasan otak. Al-Zaytun sebagai pesantren, tidak lantas menganggap seni adalah musuh dari watak yang disiplin, meskipun kedisiplinan adalah salah satu tujuan yang diharapkan untuk para santrinya.

Seperti petikan ungkapan Syaykh di atas, renting toleransi yang diberikan untuk pilihan seni dalam pratiknya sangatlah besar. Gamblangnya, Al-Zaytun menempatkan seni dalam tataran yang toleran, cerdas dan global. Animo seni para santri diapresiasikan dalam kelembagaan. Keberadaannya meresap dalam institusi.

Kehidupan berkesenian bukan lagi perkara bagaimana sebuah karya seni itu bisa tumbuh dan berkembang. Bukan hanya seperti sebuah tarian bisa berkelebatan di atas panggung. Atau tidak sekadar membahananya sebuah kidung dalam sebuah pentas yang memukau. Kebersenian adalah bentuk elaborasi beragam aspek hidup yang sinergis. Ada "pentas" belum berarti kehidupan berkeseniannya mengakar dalam kesehariannya. Kebersenian bukanlah panggung semata, yang sekadar menghiburkan panca indra. Hidup berkesenian itu seperti proses yang terus berkembang, terus mereproduksi bahasanya. Seni menciptakan reproduksi "bahasa barn".

Toleransi yang diberikan Al-Zaytun untuk kesenian sangatlah besar. Beragam seni tumbuh dan berkembang. Di bawah KOSMAZ, (semacam ekstra kulikuler siswa) yang singkatan dari Komite Olah Raga dan Seni Ma'had Al Zaytun itu, sejumlah seni difasilitasi. Sebut saja a sejumlah seni tari (baik tradisional maupun modern). Seni tari tradisional tidak hanya seni tari Sunda, tapi mengikuti perluasan kesejumlah seni tari dari daerah lain. Dan yang tidak kalah menarik, seni tari modern dari budaya Afro-Amerika seperti breakdance pun mulai menggeliat di Al-Zaytun. Untuk musik sudah pasti sejumlah musik bernuansa islami banyak diminati, seperti terbangan, dan qasidah.

Musik tradisional seperti angklung, gamelan dan keroncong juga bersanding serasi dengan musik modern semacam band-band kecil bentukan. (Bacajuga "Keroncong Perdamaian: Al-Zaytun lah Wujudnya..."). Setiap anak diharapkan bisa memilih mana yang mereka sukai. Selain minat, faktor kemampuan dan bakat, akan menentukan jenis seni yang bisa diambil oleh santri. Salah satunya adalah breakdance.
Melihat kehidupan berkesenian di A]-Zaytun seperti membaca sejumlah "bahasa baru" yang dimaksud tadi. Kita bisa mengatakan para santri AlZaytun adalah "santri seni". Santri santri yang melembari hidup sehariharinya dengan seni. Al-Zaytun sebagai kelembagaan pendidikan telah berupaya menyuburkan kehidupan berkesenian dengan mengoptimalkan fasilitas kesenian yang ada.


Seni Sebagai Teks

Sejak berdirinya Al-Zaytun tahun 1999, landasan pesantren dipasak sebagai spirit yang menjiwai sistem pendidikannya. Di sana terkandung nilai-nilai kemandirian, kebersamaan dan cinta ilmu yang dilandasi akhlaq al-karimah, dan keutamaan taqwa kepada Tuhan. Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan secara tegas mengupayakan pendidikan dan membangun semata-mata hanya beribadah kepada Allah. Dalam landasan tersebut, nilai-nilai seni berada dalam posisi yang nyaman. Seni tidak dipopor sebagai barang haram. Bukan juga terra yang perlu diseret dalam polemik yang berkepanjangan.

Nilai kemandirian adalah hakikat seni. Karena seni itu mencirikan independen, eksplorasi budi daya manusia, dan sifat memerdekakan. Mika kemandirian yang ditegaskan dalam landasan Al-Zaytun tadi itu akan selaras dengan sendirinya. Al-Zaytun sebagai pesantren dengan spirit modern akan menjadi ranah yang subur bagi tumbuh kembangnya hidup yang berkesenian. Mengambil jarak yang terdekat dengan seni adalah langkah yang tepat untuk mencapai harmoni.

Seni, (dalam hal ini seni pertunjukan baik tradisional maupun modern) seperti teks yang bisa dibaca sebagai "ekspresi". Ekspresi adalah perwujudan seni sebagai teks. Seni dapat dibaca sebagai wadah untuk menuangkan inspirasi, daya kreasi, aktualisasi diri, jelajah identitas, bahkan budaya perlawanan. Dan Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan yang menjunjung kedisiplinan mewadahi seni dengan terbuka. Lalu, di manakah posisi seni dalam Al-Zaytun?

Bisa dilihat bagaimana Syaykh Panji Gumilang (2004) menyimpulkan bahwa: pendidikan adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mengarahkan kepada full development personality, yang berarti membangun, membentuk watak maupun kepribadian utuh dalam sistem pengasuhan peserta didik yang berkesinambungan, sehingga terwujud sound in mind and bodily prowess tercermin dalam pribadi bangsa yang cerdas (intelektual, emosional, spiritual), bangsa yang bajik dan bijak mampu memosisikan diri dalam berbagai kondisi yang tersimpul dalam berbagai sikap.

Konsep cerdas yang nalar (logic) baru setimbang dengan kecerdasan emosional dan spiritual. Dapat disimpulkan, Al-Zaytun memberikan "kebebasan" kepada para santri didikannya untuk menimba ilmu setinggi mungkin, namun tetap memperhatikan seni (culture) sebagai peyeimbangnya. Al-Zaytun sendiri sebagai lembaga pendidikan tetap menyasar pada pengembangan nilai (prinsip) manajemen modern dengan bersandar pada ilmu pengetahuan, berorientasi pada program, procedural dalam organisasi, dan mempunyai etos kerja dan disiplin yang tinggi.

Keseharian para santrinya ditakar dalam program yang tertata. Rutinitas belajar di ruang ajar, program kelompok belajar, praktikum, tugas-tugas harian, kegiatan luar sekolah, dan keseharian dalam sistem sekolah asrama yang membulatkan ekspektasi kedisiplinan dalam proses belajar di Al-Zaytun. Seni bisa dijadikan tempat kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan lain seperti olahraga pun mirip demikian. Di mana para santri bisa mlipir sejenak dari rutinitas akademik. Mereka bisa berkreasi untuk menuangkan bakat, bisa juga sebagai alat bantu pelepasan ekspresi.

Dengan begitu, Al-Zaytun menghadirkan aneka ragam pilihan kegiatan seni sebagai program yang krusial. Ibarat sumbatan emosional, seni bisa menjadi memperlancar segala jenis sumbatan. Program seni bukan sekadar pelengkap yang bisa mati kapan saja. Al-Zaytun dengan tegas menyikapi seni sebagai salah satu bagian penting dalam konsep "Modern" yang dimaksud dalam landasannya. Sistem pendidikan terpadu yang mengkombinasikan kereligiusan, science technology, agriculture, information technology, sport, dan arts.

Secara tidak langsung, seni yang liberal telah membulatkan konsep "Modern" dalam Al-Zaytun. Ibarat padang gersang, Al-Zaytun adalah oase bercita rasa seni bagi musafir yang dahaga akan ilmu pengetahuan. Selain Pagelaran Seni Rihlah Ilmiah Mahad Al-Zaytun yang diretaskan secara rutin tiap tahunnya, salah satu penanda lainnya adalah perayaan Muharram 1429 H yang baru saja lewat. Tahun Baru Islam menjadi salah satu dari event besar Al-Zaytun. Pada puncak 1 Muharram 1429 H silam, sebagai pembukaan acara digelar paduan suara yang diiringi alunan full band, dipadu gamelan, dan terbangan. Selain "lagu wajib" Mars Al-Zaytun, lagu Indonesia Raya, Indonesia Pusaka, dan Rayuan Pulau Kelapa membahana di langit-langit Masjid Rahmatan Lil'alamin.


Semangat "Indie"

Budaya dalam arti luas adalah hal-hal terbaik yang pernah dipikirkan dan diucapkan di dunia, seperti kegiatan “membaca", "mengobservasi", dan "berpikir". Gagasan seni menurutnya meluas sehingga mencakup hal "berbudidaya" (cultivated), dan atau "berbudaya" (cultured). Ada keterikutan unsur "logisme" dalam argumentasi estetika seni.

Al-Zaytun menjadikan seni sebagai bagian hidup yang logis. Penjadwalan, fasilitas, dan ruang gerak yang tertata menjadikan tataran seni masuk dalam argumentasi estetika. Pergerakan seni (aspiration) menjadi impuls, namun estetika seninya tetap dalam koridor yang tertata.

Kebersenian sebagai eksistensi diri, termasuk identitas diri semacam common knowledge tiap santrinya. Setiap santri difasilitasi identitas seninya. Apapun program seni yang diambil, is akan melekat pads diri santrinya. Jadi, jika saja si A adalah santri aliyah kelas 11 yang pandai fisika itu menjadi calon duta Olimpiade Fisika Tingkat Nasional, dia juga akan terkenal lewat identitas lainnya di basket dan kelompok musik terbangan, itu misalnya.

Keragaman pilihan seni di Al-Zaytun menjadi keinginan (aspire) dalam tataran demokratis. Pendekatan seni yang logis, dan menempatkan seni dalam ranch yang nyaman. Seni menjadi aktual, berada dalam tataran realitas. Seni macam ini akan mengikis pandangan seni itu adiluhung. Karena seni akan menjadi aktual dalam kenyataan sehari-hari. Di Al-Zaytun, seni menjadi menjadi pilihan melalui proses pemahaman. Seni Al-Zaytun adalah demokratisasi seni dan kebudayaan.

Kehidupan para santri yang harmonik (systematize), beban materi pembelajaran (materials), yang akhirnya memosisikan seni (arts) sebagai kegiatan di sela rutinitas. Pendekatan seni semacam ini akan menjadikan santri tetap berada dalam zona yang nyaman. Santri akan tetap merasa nyaman melewati siklus pembelajaran (processing) selama sekolah, berkegiatan, dan di asrama.

Kenyataan hidup keseharian para santri di asrama yang "kedap" terhadap gelombang elektronik menjadi realitas dari sistem selektif yang dimaknai sebagai "tradisi". Kedap terhadap pengaruh luar (impact) dari televisi dan seluler membuka peluang jelajah seni mereka ke arah yang lebih acak.

Pengaruh "imperialisme media" seperti televisi mengikis "imperialisme kultur" dalam kehidupan santri selama di asrama. Mereka nyaris "kedap" dengan pengaruh MTV, cable, byte, radio, video, atau wire. Para santri AlZaytun bukanlah generasi pemirsa aktif yang punya antusias terhadap ideologi media. Mereka terhindar dari general ideological effect (pengaruh ideologis umum) yang diproduksi televisi melalui pesan-pesan acara (program), manipulasi pemirsa, dan iklan.

Selama proses ajar, satu-satunya yang mereka dapatkan adalah input informasi dari para pengajar, atau pertemuan tiap pekan dengan keluarga. Dengan sistem "kedap" inilah yang nantinya akan menjadi pemancing eksplorasi berkesenian para santrinya. Status para santri yang menjadi "pemirsa pasif' membuat mereka mengikis pengaruh luar dan kembali pada identitas pencarian mereka semula.

Apapun yang terjadi di Amerika, tidak otomatis merebak di sini. Santri Al-Zaytun tidak akan pernah merasa gelisah dengan harga tiket pertunjukan grup musik rock My Chemical Romance yang mentas akhir Januari 2008 lalu, misalnya. Kehidupan seni para santrinya akan mengarah pada ketangguhan tiap personilnya. Filosofi musik indie akan menjadi bentuk seni di Al-Zaytun di masa mendatang. Spirit musik indie yang terkenal dengan "Do It Yourself”, menjadi selaras dalam kehidupan keseharian di Al-Zaytun.

Al-Zaytun dilambari nilai-nilai kemandirian dan kebersamaan. Tinggal bagaimana di masa mendatang AlZaytun mampu mewadahi seni indie ini sebagai "gerakan seni" indie sebagai seni yang direstui, tumbuh dan berkembang. Karena semangat independen, semangat kemandirian-kebersamaan-gotong royong sudah menjadi realitas para santri Al-Zaytun sehari-hari.

Kemandirian dalam ritus kehidupan para santrinya, menyebabkan kita bisa memproduksi makna barn dalam pola berkesenian mereka yang indie. Maka kita bisa menyebut mereka "santri indie".

Pihak AI-Zaytun patutlah merayakan semangat indie para santrinya sebagai proses berkesenian yang mantap. Jika keselarasan itu terpenuhi, para "santri indie" akan terns memproduksi makna berkesenian mereka dengan semangat "Do It Yourself”. Gerakan-gerakan kecil mereka akan mengarah pada pencarian jati diri yang subtil.

Kelak, di masa mendatang, tak bisa dihindari akan muncul identitas seni yang menempati gorong-gorong budaya. Kekayaan hidup berkesenian para santri akan mengarah pada kehidupan seni underground. Jika Al-Zaytun memberikan peluang dan kesempatan seluas-luasnya, Insya Allah, keberadaan seni indie Al-Zaytun akan menjadi identitas yang mantap. Dan beri tabik, ucapkan selamat datang bagi santri-santri indie" Al-Zaytun.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 55 - 2008

Posting Komentar

0 Komentar