Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gaya Hidup Mengayuh Kereta Angin Al-Zaytun

Bersepeda layaknya mengendarai kumparan waktu. Mulanya, Baron Karl Von Drais (Heidelberg – Jerman, 1817) berkutat belasan jam di bengkel mekaniknya, menciptakan sepeda untuk menunjang efisiensi kerjanya sebagai kepala pengawas hutan Baden, yang membutuhkan sarana transportasi bermobilitas tinggi.

Dia mengatakan manusia membutuhkan kuda (ken­daraan) yang lebih molek agar hidup bisa lebih baik dan mampu menghargai waktu dengan mobilitas tinggi. Sejak itu, sepeda dan manusia menjadi sahabat karib yang tak terpisahkan oleh zaman.

Saat ini, setelah dua abad lebih bergulir, sepeda selain sebagai kenda­raan yang mempermudah hidup manusia, juga hadir sebagai kebutuhan olahraga. Saat mengayuh, aksi fisik membugarkan raga sekaligus menye­hatkan jiwanya. Lalu, si pengayuhnya akan "terbang" ke dalam romantisme masa lalu. Sepeda telah menemani kita dari masa kecil, saat menjejak usia re­maja, atau bahkan romantisme zaman bauhela saat si onthel lebih banyak am­bil peranan ketimbang si roda empat.

Dalam catatan World Tour-trial Mo­tor Journal, sampai tahun 1970 sepeda adalah kendaraan yang digunakan lebih dari 725 juta pengendara di penjuru dunia. Lalu angka menukik tajam menjadi 270 juta pengendara di akhir era 90-an. Angka tersebut sangat me­ngejutkan ketika menyadari akhir era 90-an telah terjadi lonjakan penduduk di dunia.

Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang mengatakan, bersepeda adalah olah­raga segala umur. "Dari anak-anak, re­maja, sampai orang tua bisa menggu­nakan sepeda. Faktor kecepatan dan ketepatan mengayuh bisa disesuaikan dengan umur pengendaranya," begitu kata Syaykh saat rehat setelah try out sepeda sehat menjelajah Jakarta Minggu pagi (24/02). Bersama 17 awak pendayuh lainnya, Syaykh AS Panji Gumilang bersepeda melintasi pagi hari Jakarta, sepanjang 43 km.

Jakarta dan sepeda bukan lagi karib yang baik. Prasarana untuk sepeda boleh dibilang tidak memadai. Jalan protokol, jalan perkotaan, perkantoran, pusat belanja dan area publik lainnya belum banyak menyediakan fasilitas bagi pe­ngendara sepeda. Tapi, ada yang sangat berbeda jika kita melihat kenyataan Jakarta, tepatnya down town Jakarta di minggu pagi. Belasan pengendara dari beragam komu­nitas "kereta angin berkayuh" itu bera­rakan di Jalan protokol Jakarta. Sekadar menyebut beberapa contoh, kawasan subur pengendara sepeda acap menyerbu kawasan Monas, Senayan, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Ragunan, Sunter, Kelapa Gading-Pulo Gadung, Kaman­doran-Cidodol, dan bahkan Kemayoran. Orang Jakarta bilang, sepeda mingguan. Mereka bisa datang dari mans saja, dari beragam kalangan yang membetuk komunitas pecinta sepeda. Satu yang menjadi acuan bagi mereka adalah bersepeda sehat! Mereka seperti kijang di hamparan lapangan rumput hijau. Me­ngayuh. Berarak-arakan. Melesat. Dan membelah Jakarta tanpa halangan.

Begitupun dengan khafilah yang dimo­tori Syaykh AS Panji Gumilang. Melintas Jakarta bukan lagi perkara hanya ingin mengejar kemudahan jalan yang cen­derung landai dan halus. Tanga umbul-umbul dan emblem, pagi itu khafilah Mahad Al-Zaytun menjadi "warga" sepeda sehat di Jakarta. Mengambil start di kawasan Fatmawati Jakarta Selatan, menyusur Monas, lalu finish di Cireunde­Ciputat, di ujung Selatan Jakarta.

Khafilah berkelebat selama dua jam tanpa spot perhentian. Lalu sorenya kem­bali ke Al-Zaytun Indramayu. Lalu, untuk apa bersusah payah dari Al-Zaytun datang ke Jakarta dengan membopong sepeda ji­ka di Indramayu dan kota sekitarnya jus­tru lebih menantang dengan medannya yang berat?

Jika diibaratkan, program Keliling Jawa-Madura Asosiasi Sepeda Sport Al­Zaytun (ASSA) mulai 26 Mei-10 Juni 2008 mendatang adalah semacam "pertempuran", maka sebelumnya sudah diupayakan latihan rutin dan sejumlah try out di sekitar Al-Zaytun dan kota/ kawasan di sekitarnya. Melihat kondisi keliling Jawa yang tak hanya menyimpan medan berat secara fisik, maka Jakarta bisa diibaratkan lagi sebagai medan yang "landai dan halus" namun membutuhkan taktik khusus untuk menembusnya.

" Bukan berati jalan halus yang hot mix bisa lebih santai dan asal main kebut," kata Syaykh memberi saran. Khafilah sepeda keliling Jawa nanti bukan hanya akan melintas jalan terjal, berliku, menanjak, dan curam menukik. Tempaan mental inilah yang disasar untuk mengalibrasi seluruh peserta nantinya. Jadi, apapun rupa medan dan hambatannya nanti, dengan try out di Indramayu dan kota di sekitarnya itu, dan, dengan uji coba di Jakarta ini akan menjadi holistic try out. Kesemuanya memberi gambaran bersepeda termasuk olahraga yang membutuhkan mental yang kuat.
Sehat dan Ramah Lingkungan

Jakarta di minggu pagi mirip keseharian di sekitar Mahad Al-Zaytun. Saban minggu pagi, Jakarta adalah "hari raya" sepeda sehat. Di sana terjadi kar­naval budaya gaya hidup sehat. Tua muda, beraneka jenis sepeda, dan dari beragam kalangan dan komunitas mengayuh bersama sedaya-upaya menyehatkan jiwa raga. Kemudahan fasilitas bersepeda di ja­lan protokol mulai pukul 6 sampai 9 pagi itu menjadi oase bagi pecinta sepeda sehat di Jakarta.

Sedangkan di Mahad Al-­Zaytun, sepeda sehat bukan lagi sebagai jargon. Aktivitas bersepeda menjadi keseharian hidup di Al-Zaytun. Guru dan siswa dibiasakan mengendarai sepeda di lingkungan kampus. Tersedia ruas jalan di setiap tepi jalan menjadi rancang khusus bagi pengendara sepeda di Al-Zaytun. Perlintasan itu mengambil ruas di jalan yang sama bagi pengendara roda empat. Lintasan sepeda mendapat white strips sekitar empat jengkal di tiap tepi jalan. Dengan dua. ruas (di kiri-kanan) jalan itu, pengendara se­peda akan dengan mudah mengambil jalan masing-masing satu arah. Dengan jalan satu arah itu, pengendara sepeda akan mendapat hak yang sama dengan pejalan kaki, dan pengendara roda empat lainnya.

Para pejalan kaki bisa nyaman di trotoar sambil menghirup udara segar tanpa diburu kendaraan lain. Begitupun kebera­daan sepeda dan roda empat tak terkecuali wajib mentaati rambu lalu lin­tas dan "polisi" jalan raya di kawasan kam­pus. Sebuah pemandangan yang nyaman dan teratur.

Bersepeda di Al-Zaytun bukanlah karnaval budaya saban akhir pekan. Di sana, dibiasakannya sepeda bagi santri, guru, karyawan dan eksponen telah men­jadi kebutuhan sehari-hari. Fasilitas parkir yang aman bagi sepeda juga terse­dia di setiap wilayah gedung dan di setiap, fasilitas parkir kendaraan lainnya.

Bahkan jika dibandingkan kendaraan roda empat seperti mobil para tamu atau bus karyawan, sepeda. menjadi "raja" dan sangat populis keberadaannya di Al-Zay­tun. Dengan memiliki sepeda menjadi salah satu kebutuhan secure di kampus terpadu itu.

Bila di Jakarta (pada umumnya) belum banyak menyediakan fasilitas untuk pengendara sepeda, maka di Al-Zaytun justru sudah mengembangkan sepeda sebagai gaya hidup keseharian. Mulanya berproses melalui peraturan tidak diperkenankannya kendaraan bermotor masuk lingkungan kampus, lalu pada akhirnya menjadikan sepeda sebagai kebutuhan sehari-hari, dan tersosialisa­sikan dengan sendirinya. Kehidupan ber­sepeda menjadi subur, dan benar-benar mengakar sejak mula Al-Zaytun didirikan hingga sekarang. Lalu-lalang sepeda telah menjadi pemandangan yang harmonis.

Langkah yang patut diacungi jempol. Mahad Al-Zaytun sebagai lembaga keilmuan sudah memulai gaya hidup se-hat dan ramah lingkungan, bahkan jauh sebelum isu pemanasan global menjadi isu utama dunia. Bisa dibayangkan, be­rapa jumlah bahan bakar yang di-"ta­bung" dari aktivitas seluruh kegiatan Al­-Zaytun.
Jalur Hijau

Seperti yang dikatakan Syaykh tadi, bersepeda adalah olahraga yang bisa dilakukan semua umur. Yang usia muda sudah pasti bisa melakukannya dengan baik. Dus, bagi yang berusia lanjut masih bisa melakukannya, jika masih sehat. Kendati bukan sekadar gowes-gowes, bersepeda membutuhkan teknik dan pencapaian mental yang baik pula.

Seusai bersepeda limas Jakarta minggu pagi itu, Syaykh berbagi pengalaman seputar dunia persepedaan. Ada semacam penyadaran diri bagi pengendara untuk menjiwai arti mengayuh si roda dua tadi. Meski selintas lalu sepeda terkesan sederhana, nyatanya tidak semudah itu.

"Bersepeda itu tidak boleh sambil ngo­brol," kata Syaykh memberi masukan. Jelas, bersepeda tidak bisa dipandang sebelah mata. Konsentrasi penuh diper­lukan di sang. Selain itu, bersepeda juga mempunyai attitude yang khas dari jenis olahraga lainnya. Fisik yang kuat ditopang days jelajah medan serta penguasaan ke­cepatan kayuh yang tepat.

Jelang sepeda sehat keliling Jawa­Madura mulai 26 Mei- 10 Juni 2008, Mahad Al-Zaytun akan meneruskan try out semacam ini sebagai uji persiapan. Hajatan yang kelak akan menebarkan semangat berolahraga sepeda sehat, sambil terns mengakrabi alam dari jarak yang terdekat.

Sambil terus mengayuh sepeda keliling Jawa nanti, khafilah Mahad akan mene­bar bibit-bibit pohon untuk penghijauan lahan. Jika nanti khafilah akan menyusuri Jalan Pos Deandels sepanjang Utara Jawa, lalu pulang arah Selatan, maka bisa dibayangkan sejumlah kabupaten sing­gahan tadi akan menjadi "jejak hijau" di puluhan tahun mendatang. Bibit-bibit yang disebar di sejumlah kota singgahan itu akan menjadi pohon yang akan men­jaga kesuburan tanah Jawa.

Bersepeda keliling Jawa Al-Zaytun (Asosiasi Sepeda Sehat AI-Zaytun) bukan sekadar terirah menyusur kenangan lama yang mengatakan Jawa adalah tanah yang subur. Menebar bibit pohon, justru ingin membuktikan bersepeda keliling Jawa ini tidak lain adalah ingin mengembalikan kedikjayaan tanah Jawa yang dulu dika­takan sebagai Jawa-dwifa, tanah Jawa yang subur.

Saat menciptakan maha karya Von Drais, sang mekanis berhati mulia itu berharap kelak kendaraan sepeda kayu beroda dua yang diciptakannya itu bisa membuat hidup manusia lebih baik dan menghargai waktu. Von Drais telah merubah dunia dengan kendaraan kayu roda dua itu. Dan, kini, begitu banyak hal terbaik yang telah dilakukan dengan sebuah sepeda.

Rencana program mengayuh sepeda keliling Jawa Juli mendatang itu, Al-­Zaytun akan menuntaskannya dengan pe­nanaman bibit-bibit pohon. Sudah sehat jiwa raga, aksi penghijauan menjadi persembahan yang tak ternilai harganya bagi lingkungan. Bukan sekadar klange­nan naik sepeda keliling sambil menge­nang romantisme tanah Jawa yang "Dwifa". Tapi, aksi nyata yang ingin mem­buktikan dengan sepeda manusia layak memperbaiki hidup lebih baik lagi. Sambil gowes-gowes keliling Jawa, khafilah Al­-Zaytun menebar aksi sehat dan kecintaan terhadap lingkungan. Kelak, puluhan ta­hun mendatang, generasi berikutnya akan mendapat jejak hijau di sepanjang petila­san hijau saat pemberhentian para penda­hulunya keliling Jawa.

Bisa dibayangkan, jika aksi sehat keliling Jawa ini diagendakan secara ru­tin setahun sekali, maka jejak hijau itu bu­kan lagi seperti napak tilas. Tapi, menjadi jalur hijau yang akan menjaga sepanjang Utara dan Selatan tanah Jawa ini.

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 56 - 2008

Posting Komentar

0 Komentar